
(12)
♠♠♠
Pagi hari seperti biasa. Keluarga [L/n] masih melakukan aktivitas pagi seperti biasa ; berkumpul di ruang makan untuk sarapan bersama. Bahkan ruang makan masih tampak sama. Hanya terdengar suara dentingan-dentingan kecil antar peralatan makan.
Sementara, sang gadis. [St/n] hanya sibuk membaca novel bergenre mystery kesukaannya, bahkan sendok yang sedari tadi ia pegang pada tangan kanannya terabaikan—tidak ia gunakan—hanya di jadikan pajangan di sela-sela jari-jemarinya.
"[St/n], selesaikan sarapanmu!" titah sang ayah.
[St/n] melirikkan manik [e/c]nya. Gadis itu menatap sang ayah yang tengah memperhatikan dirinya. Tangan kirinya masih membuka halaman yang ia baca, sementara mulutnya sibuk mengunyah makanan dengan perlahan.
Ting!
Gadis itu meletakkan langsung sendoknya begitu saja—tanda ia sudah usai dengan urusannya. Sedangkan makanan di atas piringnya masih tersisa sangat banyak. Gadis sadistic ini memang selalu seperti ini. Menyisahkan sarapannya. Jikalau dirinya di tanya entah oang tuanya atau teman-teman kampusnya kenapa ia tidak menghabiskan sarapannya, ia hanya akan menjawab kalau dia tidak terlalu suka makan atau sudah terlalu kenyang.
[St/n] menyenderkan punggungnya kemudian. Kali ini kedua tangannya tengah sibuk membuka halaman novel yang ia sedang baca, jari-jari lentiknya pun sibuk memindahkan halaman demi halaman pada bukunya.
Selama beberapa menit berlalu. Keadaan ruang makan kembali hening. Sampai sebuah pertanyaan terlontar dan menyapa indra pendengaran sang gadis yang di tuju.
"Bagaimana hubunganmu dengan Seijuuro-kun?"
Glek! Pertanyaan itu lagi!
Pertanyaan yang sama, di waktu yang sama, di tempat yang sama, dituju pada orang yang sama, di waktu yang berbeda, dan...
... ditanya pada orang yang sama.
Ya, siapa lagi kalau bukan ibu [St/n]? Hanya wanita itu yang selalu menanyakan hal ini—belakangan ini. Bahkan gadis itu harus bersusah payah menjawab pertanyaan sang ibundanya yang semakin aneh seperti kapan Akashi datang berkunjung? Apa kalian baik-baik saja? Tidak ada yang mengganggumu, 'kan? Kapan kalian berkencan? Astaga! Pertanyaan yang terakhir itu benar-benar membuat [St/n] kelimpungan bahkan sulit untuk mengatakannya walaupun berbohong sekalipun.
"Masih sama." Jawab sang gadis santai.
Bohong!
Jelas ia berbohong!
Tentu hubungan mereka tidak terlalu baik, khususnya dengan Akashi yang itu. Gadis itu selalu bertengkar dengannya—berbagai hal. Entah itu hal sepele atau penting, pasti mereka akan bertengkar. Toh, gadis itu yang paling berani menentang perintahnya bahkan menantangnya.
Di sisi lain Akashi, [St/n] cukup akur dengannya. Bahkan karena hanya sering asyik berbicara berduaan saja, banyak yang iri dengan [St/n] atau bahkan Akashi sendiri.
Para gadis bisa berharap bisa berbicara dengan Akashi sambil melihat sang empu tersenyum ramah yang membuat mereka hampir meleleh melihatnya, bahkan dari jauh sekalipun saat Akashi tengah berbicara dengan [St/n].
Sementara para pria? Untuk melihat atau menyapa gadis sadistic itu saja sulit, apalagi jika berbicara atau mengobrol santai dengannya. Khususnya saat [St/n] tengah bersama pria bersurai red pinkish itu, belum ada niat untuk menyapa dirinya saja sudah ditatap mengintimidasi oleh Akashi. Bagaimana jika pria itu berani menunjukkan giginya? Entah apa yang akan terjadi dengannya.
👑
Hari yang seperti biasa di Universitas Tokyo. [St/n] menelusuri koridor dalam kampusnya sambil membawa tas punggung kecil dengan pola bunga-bunga berwarna [fv/c] peach. Gadis itu berjalan dengan santai sambil mendengarkan lagu melalui earphone sebelah kanannya, mulut mungilnya sibuk mengunyah permen karet yang ia makan sedari tadi.
"[St/n]!"
Sebuah suara melengking menyapa indra pendengaran sang gadis. Suara yang sangat ia kenal. Dengan santai, [St/n] memalikkan tubuhnya kebelakang. Manik [e/c]nya mendapati tiga orang gadis yang mungkin atau lebih tepatnya merekalah yang memanggilnya tadi.
"Kau! Benar-benar keteraluan!"
[St/n] menaikkan kedua alisnya kemudian ia tertawa geli, entah karena apa. Namun ia ingat dengan jelas siapa ketiga gadis itu. Gadis yang ia jahili—lebih tepatnya menjadi target balas dendamnya kemarin karena berani-beraninya mencoret-coret buku catatannya. Mungkin jika hanya coretan biasa ia tidak akan peduli, tapi dia harus repot membuat catatan baru karena hampir seluruh bukunya di coret tak tersisa halaman putih sedikitpun.
"Kenapa? Bukankah kalian yang mulai lebih dulu?" tanya [St/n] santai.
Oh, soal apa balasan yang [St/n] berikan pada ketiga gadis itu. Bisa di bilang balasan yang cukup pantas. Sangat pantas. Karena ketiga gadis itu merusak catatan pentingnya, maka ia juga merusak barang penting milik ketiga gadis itu. Tentu apa lagi kalau bukan peralatan make up? Mungkin sebagian gadis khususnya mahasiswa sepertinya menganggap make up adalah barang 'wajib' yang selalu di bawa dalam tasnya. Entah ia sedang berada di sekolah atau mall sekalipun, pasti alat-alat sejenis itu akan selalu dibawanya.
Kecuali dengan [St/n]. Gadis sadistic ini tidak menyukai alat atau apapun sejenis itu, jelas karena ia tomboy. Bukan hanya itu alasan baginya, namun dia tidak bisa menggunakannya juga alergi. Terakhir kali saat ia menggunakannya untuk bertemu dengan keluarga Akashi saat peresmian pertunangan itu, keesokan paginya timbul tonjolan di wajahnya. Sebersih apapun ia membersihkannya dengan make up cleaner pasti percuma, tonjolan yang kadang terasa gatal itu pasti akan muncul.
Kembali soal apa yang ia lakukan pada ketiga gadis itu. [St/n] menghancurkan seluruh make up ketiga gadis itu, menuangkan bedak dalam tas mereka, mencoret seluruh catatan ketiga gadis itu menggunakan lipstick berwarna merah menyala milik mereka sendiri, dan...
"Ah! Bagaimana aroma ponsel kalian? Menyengatkan bukan?" ucap [St/n] sambil tersenyum entah apa.
Gadis berambut pirang panjang itu membulatkan matanya lebar. "kau! Akan ku—"
"Ohh Akashi-kun, Ohayou!" Sela [St/n] cepat. Ia mengangkat sebelah tangannya seraya memberi salam semangat, maniknya melihat orang di belakang ketiga gadis itu.
Ketiga gadis itu dengan cepat memutar tubuhnya. Senyuman melebar seketika di wajah mereka. Senyuman yang menurut [St/n] sendiri terlihat sangat menjijikkan. Yup! Menjijikkan!
"Ahh~ Akashi-kun Oha—"
Tentu saja tidak ada siapapun di belakang mereka. Akashi? Tentunya itu hanya kejahilan [St/n] yang meyakinkan. Lebih tepatnya wajahnya yang terlihat serius walaupun sedang berbohong atau jahil itu benar-benar membuat orang yakin kalau ia tidak sedang berbohong atau bergurau belaka.
"Ano onna!" Geram gadis bersurai pirang itu. Ia membalikkan tubuhnya cepat sambil mengepalkan sebelah tangannya di atas. "[St/n]! kau itu—kemana dia?! Kejar dia!"
👑
[St/n] berlari-lari di koridor belakang kampusnya, tak jarang kepalanya ia tolehkan kebelakang. Memastikan keberadaan tiga gadis yang ia prediksikan akan mengejarnya. Entah apa yang akan ketiga gadis itu lakukan jikalau sang gadis tertangkap. Mungkin saja secara diam-diam ia akan di pukuli atau bentuk bullying lainnya.
Sekalipun [St/n] di bully, pasti akan ia lawan. Kalaupun tidak, ia pasti akan tertawa-tawa seperti orang gila—berkata sesuatu hal yang membuat orang mendengarnya tidak bisa berkata apapun lagi, kemudian menatap orang itu dengan seringaian yang membuat orang membeku seketika ketika melihatnya.
Seperti seorang Medusa.
Langkah cepat [St/n] seketika terhenti. Manik [e/c]nya mendapati sesosok pria yang duduk di atas bangku yang berada di bawah pohon. Surai abu-abu yang terlihat lembut dan berkilau dengan gaya yang di turunkan dan tatapannya tampak kosong. Jari-jari yang terlihat besar itu nampak sibuk memindahkan halaman buku yang ia sedang baca.
Kaki jenjang [St/n] menghentikan langkahnya mendadak, kemudian dengan jalan yang nampak tergesa-gesa itu ; ia menghampiri pria yang ia lihat. Tanganya menarik Light Novel yang pria itu tengah baca dengan cepat, lalu menutupi wajahnya dengan buku yang sekarang dalam genggamannya bersamaan dengan pria itu.
Jari telunjuk kecilnya ia acungkan di depan bibir mungilnya ; memberikan isyarat agar pria itu tenang sambil tersenyum. Pria itu pun menurutinya saja, tampak sangat acuh, dan tidak menolak atau berbicara sedikitpun.
"Shuu! aku pinjam sebentar," ucap [St/n] dengan suara bisikan.
Tanpa [St/n] sadari, pria itu tengah memperhatikan tingkah konyol sang gadis. Walaupun sebenarnya ia sedikit tampak risih. Tentu risih karena mengingat bagaimana mereka saling menyembunyikan wajah mereka dari balik buku, pasti orang yang lewat kemudian melihat mereka berdua akan memberikan pikiran aneh atau hanya memberikan gelengan kepala.
Tapi jelas pikiran itu salah. Gadis sadistic itu hanya bersembunyi saja sampai ketiga gadis yang tadi mengejarnya lewat, lalu pergi. Sementara saat kesempatan itu datang, [St/n] akan langsung melakukan langkah seribu menuju ruang kelasnya—mengambil posisi aman.
"Kemana gadis gila itu?!"
"Aku yakin tadi ia lewat sini."
"Dia benar-benar cepat atau..."
Suara itu sudah terdengar berlalu. [St/n] menurunkan sedikit Light Novel di depannya kemudian menolehkan pandangannya—mencari gadis yang tadi mengejarnya. Namun karena keberadaan ketiga gadis itu telah benar-benar tidak terlihat, sudah dipastikan mereka benar-benar sudah pergi.
Gadis itu menghela nafas pelan kemudian tertawa-tawa kecil. Maniknya teralihkan kemudian—pada Light Novel di tangannya. Matanya tampak berbinar-binar melihat Light Novel yang baru-baru ini dia baca juga.
Yup! Eromanga-sensei. Ia juga membacanya. Ceritanya yang menarik dan memberikan inspirasi pada dirinya untuk menjadi seorang animator atau illustrator nanti.
"Ahh! Aku tidak menyangka kau juga suka membaca buku semacam ini," sahut [St/n] bersemangat. Ia menolehkan pandangannya pada pria yang sedari tadi duduk bersama dengannya, "Ohh, aku lupa. Terimakasih kau sudah menolongku dan maaf, kalau aku mengganggumu."
Pria itu menggeleng-gelengkan kecil kepalanya. "Iee... tidak masalah."
[St/n] mengembangkan senyumannya seketika. Sebelah tangannya menyodorkan Light Novel milik pria itu, salah satu jarinya diapit dua sisi buku. Halaman yang terakhir pria itu baca sesaat sebelum [St/n] menarik bukunya tiba-tiba.
"Sou ka? Ahh... wtashi no na wa," ucap gadis sadistic itu menggantungkan kalimatnya. Kemudian ia semakin melebarkan senyumannya, "[St/n]. [F/n]. Yoroshiku."
"Aku... Chihiro Mayuzumi."
👑
Akashi berjalan menuju Gymnasium. Tangannya tampak sibuk berulang kali mengecek menu latihan klub basket hari ini, walaupun sebenarnya menunya itu benar-benar sudah sangat sempurna. Namun ia tetap membolak balik lembaran kertas itu. Walaupun Akashi tengah sibuk dengan menu latihannya, ia tetap bisa fokus pada pembicaraan pembina klub basketnya.
"Jadi, semua tergantung padamu. Jika kau menolaknya, kau bisa melakukannya. Ah, dan satu lagi," langkah sang pembina terhenti. Akashi yang berada selangkah di depannya, memutarkan tubuhnya empat puluh lima derajat. Manik crimson miliknya menatap langsung pembinanya itu. "Kau mengenalnya dengan cukup baik," lanjutnya sambil tersenyum tipis.
Mereka berdua kembali melangkahkan kakinya menuju Gymnasium. Belum sampai depan pintunya, tiba-tiba...
"Nice pass, [St/n]cchi!"
... Akashi terperanjat mendengar sebuah nama yang diteriakkan masuk dalam gendang telinganya.
Sesampainya depan pintu Gymnasium. Akashi langsung mengunci pandangannya pada sesosok gadis. Gadis yang memiliki perawakan sedikit kecil darinya, kulit putih nan mulusnya bagai boneka porselen, dan rambut panjangnya yang dibiarkan terkuncir asal menyisihkan beberapa helaian kecil di belakangnya. Dia melihat gadis itu—
—melihat bagaimana gadis itu mendrible bola, melakukan passing, berlari lalu melakukan fake, kemudian menghindar dengan lincah. Itu semua terlihat mengagumkan—untuk ukuran seorang gadis.
"Ahh! Dia yang akan menjadi manager sementara." Pembina basket kampus menunjuk [St/n]. "Bagaimana menurutmu?" tanyanya.
Akashi masih mematung—memandang sang gadis yang menjadi tunangannya itu. Tanpa ia sadari senyuman terlukis di wajah tampannya.
"[L/n]-san!"
Sakamoto-sensei memanggil [St/n] yang tengah berdiri di tengah lapangan basket sambil mengatur deru nafasnya yang terengah-engah. Gadis itu menolehkan pandangannya pada pembina basket yang berdiri tak jauh di sampingnya. Gadis itu berjalan lalu tersenyum tipis sambil menundukkan sedikit kepalanya sopan.
"Ada apa, sensei?" tanya akhirnya.
"Aku sudah menerima laporan tentang nilai non-akademis milikmu saat SMA. Nilai yang sempurna baik itu praktek maupun teori. Jadi...," Puji Sakamoto-sensei sambil menggantungkan kalimatnya, "aku ingin kau menjadi manager klub basket untuk sementara, menggantikan manager yang sebelumnya."
"Heh?!" [St/n] ber-sweatdrop.
"Soal kau akan diterima atau tidak menjadi manager klub, itu keputusan Akashi-kun."
"Tunggu—sensei! Kenapa saya? bukankah ada yang lebih baik?" sanggah [St/n] cepat. Namun...
"Sisanya, kuserahkan padamu." Sakamoto-sensei menepuk sebelah bahu Akashi. Sementara sang empu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Sakamocchan... mengabaikanku batin sang gadis. Sakamoto-sensei segera berbalik—berlalu—pergi begitu saja. Mengabaikan keluhan gadis sadistic itu. Sementara [St/n] mematung—memandang kepergian Sakamoto-sensei sambil memikirkan apakah Akashi akan menolaknya? Jika 'iya', maka dia akan sangat bersyukur. Tapi jika 'tidak', maka ia harus bersiap mengatakan, "selamat tinggal hari-hari bebasku." Sambil berteriak di pinggir jurang yang terjal, dengan di bawahnya ombak besar yang saling berbenturan keras dengan bebatuan di pinggirnya.
[St/n] menolehkan pandangannya pada Akashi. Berharap pria bermanik crimson itu menolaknya. Namun, apa jawabannya?
"Kau... mulailah hari ini!"
Jelas!
Akashi pasti akan langsung menerimanya. Entah apa yang pria bersurai red pinkish itu pikirkan. Tapi yang jelas, ia memiliki rencananya tersendiri.
[St/n] memincingkan matanya. "Ap-apa?!"
Terdengar suara gelak tawa dan suara itu terdengar sangat bahagia. Gadis sadistic itu memutar tubuhnya—menghadap sepupunya yang tengah tertawa itu. [St/n] menatap Takao dengan wajah datar—menyebalkan.
"Kalau begitu kau nanti bisa pulang bersama denganku~" ucap Takao bahagia.
[St/n] menyeringai. "Hooooh~ kalau begitu... artinya aku bisa terus memantaumu. Sepertinya aku akan sangat dan sangat senang dengan pekerjaan merepotkan ini."
Glek! Takao meneguk saliva-nya kasar. Ah! Ia tahu dengan jelas maksud perkataan sepupu sadistic-nya itu. Benar. Basket yang awalnya seperti surga dunia yang menghiasi hari-harinya dengan joyful time, seketika menjadi neraka paling mengerikan—
—dan dia tidak tahu pasti. Kapan hari-hari menyeramkan yang akan di mulai hari ini berakhir. Namun yang jelas, ia harus siap dengan mentalnya.
Takao saja sudah kelimpungan dengan menu latihan milik Akashi, bagaimana jika di tambah dengan sepupunya yang dalam otak jeniusnya sudah terisi berbagai hal mengerikan yang bisa dia prediksikan? Toh, dia sudah sangat mengenal dengan baik sepupunya ini.
"Anooo... [St/n]cchi, sebenarnya apa hubunganmu dengan Takaocchi? Aku selalu bertanya-tanya. Bagaimana Takaocchi bisa sangat akrab denganmu-ssu ka?"
"Ahh, kau belum tahu, ya?" tanya [St/n] balik. Santai. "Sebenarnya..."
"Ya?" tanya Kise tidak sabaran. Oi! Apa segitunya kau ingin tahu?!
"Takao itu..."
"Apa-ssu ka?"
"——sepupuku."
Jawab [St/n] akhirnya.
Santai.
Seketika menjadi hening.
Sangat hening.
"Ohh... sepupu," pikir Kise sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yakin.
Sampai akhirnya...
"HEEEE?!! SEPUPU?!" Teriak pisang kuning itu histeris. Untung baiknya [St/n] sudah siaga untuk menutup kedua telinganya dengan kedua jari telunjuknya.
[St/n] mengangguk. "Memang kau pikir, hubungan kami itu apa?" Tanya gadis itu santai.
"Aku kira kalian itu... berpacaran-ssu."
Dengan cepat [St/n] mengibaskan sebelah tangannya di depan dada. Tampak ia memberikan wajah sangat-menolak tentang pernyataan yang Kise lontarkan. "Ie Ie, itu tidak akan terjadi dan TIDAK akan pernah terjadi," balas [St/n] sambil menekankan kata 'tidak'.
"Aku dan [St/n] memang seperti saudara kandung. Tidak jarang orang yang mengatakan hal itu juga. Lagipula [St/n] itu sudah memiliki tunangan, jadi hal itu tidak mungkin terjadi."
Hening.
"Eh?"
[St/n] terkejut sambil membuka sedikit mulutnya, bahkan rona merah bak bunga mawar itu terpampang sangat jelas. Sementara Akashi tetap diam—Stay cool, tidak mengatakan apapun.
"HEEEEE?!!"
Chapter 12 owari :3 tenkyu buat kuhaku17 yang udah bantu Mikajeh nyari ide untuk bagian Chihiro-kun~ walaupun pada akhirnya Kajeh ubah juga beberapa alurnya <(")
Preview chapter berikutnya '-' Reader akan memulai pendekatannya dengan Chihiro-kun :3 sembari jadi manager absurd di klub basket :v kira-kira Akashi gimana yak responnya .-. bagian ini masih di pikirin sih :v but, still waiting lhaa~
Selesai membaca '3' tinggalkan vote dan komennya gaess~ :v
Terimakasih _(:3 J )_
Neko Kurosaki
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro