(11)
♠♠♠
Nguapan lebar diselingi suaranya yang terdengar sangat malas keluar dari mulut [St/n]. Gadis itu membawa beberapa buku yang cukup tebal, dengan ukurannya yang berbeda-beda. Namun memiliki tema yang sama.
Tangan gadis itu meraih berbagai macam buku tentang ilmu kejiwaan yang ia temukan. Gadis itu kembali meraih satu buku lalu melihat sampul depan buku.
"Mungkin ini sudah cukup," ucap gadis itu puas. [St/n] tersenyum sambil menganggukkan kepalanya yakin.
Dia kembali berjalan, menelusuri sekitar Perpustakaan yang masih saja sepi pengunjung kecuali ada acara meminjam buku untuk materi atau datang lalu mengambil posisi paling ujung perpustakaan dan tertidur. Bahkan tak jarang Perpustakaan di alih fungsikan sebagai tempat menyendiri, tak terkecuali [St/n].
Perpustakaan yang hampir menyediakan 300 bangku, perpaduan kecantikan desain, serta keindahan kebersihan, dan kenyamanan perpustakaan.
Ditambah lagi Perpustakaan University of Tokyo ini memiliki lebih dari 8 juta buku dan selalu mendapatan buku terbaru setiap minggunya. Maka tak heran bila Perpustakaan ini menjadi mata air ilmu pengetahuan yang layak untuk disambangi. Walaupun segelintir siswa masih banyak yang belum tertarik untuk membaca.
Namun tidak bagi [St/n]. Gadis yang tampak baik-baik dengan parasnya yang cantik ini suka membaca, khususnya sastra-sastra lama. Bahkan dia hampir memiliki koleksi buku dari novelis terkenal seperti Natsume Soseki, Thomas Stearns Eliot, Ryunosuke Akutagawa, Dazai Osamu, Ranpo Edogawa, John Steinbeck, Mark Twain, dan lainnya.
Bahkan ia memiliki buku Hugh Selwyn Mauberley karya Ezra Pound bertanda tangan. Buku langka yang memiliki harga luar biasa juga.
Bukan hanya buku-buku sastra yang ia sukai, [St/n] juga menyukai buku dengan cerita mystery. Karena menurutnya ceritanya menarik dan tidak membuat pembaca bosan karena harus ikutan berpikir.
[St/n] sudah mencapai tempat duduknya. Gadis itu meletakkan buku yang sedari tadi ia bawa di atas meja perlahan—tidak ingin gadis itu membuat suara bising.
Untungnya gadis itu adalah mahasiswa tahun pertama. Jadi ia tak perlu repot untuk mengakses masuk Perpustakaan bagian Komba di sini.
[St/n] mulai membuka buku pertamanya. Gadis itu membaca daftar isi yang tertera pada halaman buku, maniknya berhenti pada tulisan...
Kelainan Dissociative Identity Disorder (D.I.D)
Dan dengan cepat gadis itu membuka halaman materi tentang kejiwaan yang ia cari. Bahkan saking cepatnya, ia tidak sadar sampai menciptakan suara gesekan antar kertas pada buku itu yang terdengar jelas. Setelah sampai pada halaman itu, ia membacanya dengan serius. Bahkan sesekali ia mencatatnya pada note book kecilnya.
[St/n] benar-benar terlihat sangat serius. Bibir mungilnya tiada henti-hentinya ia gerakan karena membaca tulisan yang ia lihat, tangannya juga aktif menggores catatan kecil pada bukunya—tulisan penting. Bahkan tidak jarang helaian rambut [h/c]nya jatuh di samping pipi lembut nan mulusnya, membuat gadis itu sering kali sibuk harus menyelipkan helaian rambutnya di sela telinga mungilnya.
"[L/n]-san?"
[St/n] mendongakkan kepalanya, manik [e/c]nya mendapati sosok pria dengan perawakan sedikit besar darinya, pandangannya datar—rapuh—kosong. Surai baby blue miliknya serasi dengan maniknya, namun kulitnya terlihat cukup pucat.
"Kuroko-kun, 'kah? Ehh etto...," ucap gadis itu dengan wajah bingung, "apa kau dari tadi... duduk di depanku?"
Tentu gadis itu ragu. Bagaimana tidak? Kuroko yang kerap kali sering menghilang atau datang tiba-tiba, membuat sang gadis melemparkan art knife-nya sambil berteriak terkejut. Bisa [St/n] tebak pasti Kuroko sudah sedari tadi duduk di depannya lebih dulu.
Namun dia sudah cukup terbiasa dengan hal itu, itu lah alasan kali ini dia bisa tenang walaupun dalam batinnya ia masih tampak sedikit terkejut.
Kuroko mengangguk, memberikan jawaban. Kemudian [St/n] menghela nafasnya sambil menaikkan kedua alisnya dan menatap wajah Kuroko yang tanpa emosi itu.
"Maaf 'kan aku jika aku mengganggumu... tadi."
"Tidak perlu kau pikirkan."
"Ngomong-ngomong, jarang sekali aku melihatmu di sini. Kemana Kagami-kun?"
"Aku anggota Komite Perpustakaan Kampus, kalau soal Kagami-kun. Mungkin dia sedang bertanding dengan Aomine-kun."
[St/n] hanya ber-'oh' ria. Kemudian ia kembali membaca buku di depannya sambil sedikit mencatat. Jari-jemarinya tampak sibuk melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.
Tampak keheningan mendominasi suasana di antara [St/n] dan Kuroko. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan urusannya masing-masing.
[St/n] yang sudah mengganti buku bacaannya untuk mencari informasi lain tentang D.I.D dari buku-buku yang ia kumpulkan. Sementara Kuroko sendiri sibuk—mungkin mencari materi tentang sejarah dan geografi. Entah untuk tugas atau sekedar membaca lewat saja.
👑
Waktu sudah berlalu hampir 30 menit. [St/n] pun akhirnya menyelesaikan pencariannya tentang Dissociative Identity Disorder dalam catatan kecilnya.
Gadis itu menenggelamkan kepalanya kemudian di atas buku terakhir yang ia gunakan dan bolpoin di antara jari-jarinya pun masih ia belum lepaskan. [St/n] mendesah nafas pelan, kepalanya kemudian ia tolehkan ke sampingnya. Maniknya menerawang sekitar ruangan dengan jajaran buku dan beberapa orang yang sedang membaca atau tertidur di atas bukunya.
Cukup lelah dia mencatat semua informasi yang ia dapatkan, namun untuk menyimpulkan apa yang ia dapat cukup sulit. Toh, semua pendapat dari para ahli tentang kelainan D.I.D berbeda-beda.
[St/] kemudian ingat sesuatu. Ya... ia yakin Kuroko pasti mengetahui beberapa hal tentang Akashi saat SMP. Mungkin saja dia tahu... faktor awalnya.
Dan juga ia ingin memastikan prediksi miliknya tentang Akashi yang memiliki kepribadian ganda.
Gadis itu menaikkan kembali kepalanya, maniknya langsung menatap Kuroko dengan serius. Sangat serius.
"Anoo... Kuroko-kun, mungkin aneh jika aku menanyakan hal ini. Apa kau tahu sesuatu tentang Akashi-kun? Maksudku..." gadis itu memain-mainkan bibir mungilnya sambil menggerak-gerakkan kepalanya ke kanan dan kiri, "tentang dia yang aneh atau sering berubah-ubah."
Lanjut [St/n] akhirnya.
Kuroko terperanjat—tidak menyangka jikalau ada orang selain teman-temannya yang menyadari akan ke anehan Akashi.
Kuroko yang ragu kembali bertanya. "Maaf, apa maksudmu?"
[St/n] menghela nafas berat. "Apa dia menderita kepribadian ganda?"
Kuroko kembali terperanjat. Dirinya kembali dibuat terkejut dengan ucapan gadis sadistic di depannya. Kuroko mengadahkan kepalanya, maniknya ia gilirkan entah melihat apa. Namun maniknya kembali lagi pada gadis di depannya.
"Apa kau mau minum Vanilla Milkshake denganku?"
Manik [St/n] membulat sempurna, kemudian ia mengerjap-ngerjapkannya beberapa kali.
Apa maksudnya?
👑
[St/n] berjalan sejajar dengan Kuroko. Seperti biasa, suasana di cafetaria selalu ramai dengan berbagai mahasiswa. Banyak dari mereka berkumpul dan bercerita-cerita mengenai banyak hal.
"[L/n]-san. Kau carilah tempat duduk, aku akan membelinya dulu."
[St/n] mengangguk. Kemudian dia mulai berpisah dengan Kuroko, mencari tempatnya untuk duduk dengan Kuroko di cafetaria.
Maniknya menerawang sekitar ruangan, mencari tempat duduk. Sampai manik [e/c]nya berhenti pada dua kursi yang saling berhadapan di ujung dekat jendela kaca besar di sampingnya.
[St/n] langsung terduduk tak jauh di sana. Dia merogoh sesuatu kemudian dalam sakunya, lalu mengeluarkannya.
Gadis itu menatap layar ponselnya, kemudian menyalahkannya. Dia sedikit terkekeh begitu mendapati jajaran pesan dari Takao.
[Hey! Kau dimana?]
[Balas pesanku!]
[Akashi menanyakan sesuatu tentangmu]
[St/n] mengerutkan alisnya begitu membaca pesan ketiga dari Takao. Dia mulai berpikir-pikir tentang apa saja yang Akashi tanyakan atau apapun yang ingin dia ketahui.
Jujur saja, gadis sadistic itu lebih suka jika ada seseorang menanyakan sesuatu tentangnya, agar langsung saja bertanya padanya. Bukan orang lain. Toh, pasti orang itu akan menjawabnya dengan jawaban-jawaban aneh. Mungkin dia lebih bersyukur jika jawabannya itu tentang kejelekannya dibandingkan dengan hal-hal baik tentangnya.
Karena jika Akashi mengetahui tentang keburukannya, maka gadis itu sendiri akan tahu perasaan Akashi yang sebenarnya pada gadis itu.
[St/n] men-scroll down layar ponselnya kembali. Dia kembali mendapat rentetan pesan lainnya dari Takao.
[Pertanyaannya semakin aneh, cepat kau datang ke atap!]
[Akashi menatapku aneh! Tolong aku!]
[PLEASE, SISTER!!!]
[Aku tidak tahan lagi! Sister!]
[St/n] hampir terlihat di anggap gila. Tentu saja! Bagaimana tidak? Dia hampir saja menitihkan air mata karena tertawa terlalu keras.
Bahkan pada setiap pesan yang gadis itu terima, tidak jarang terdapat emoji-emoji aneh seperti orang menyedihkan.
"Sepertinya Takao cukup kerepotan dengan hal ini," batin sang gadis, tampak senyuman di wajahnya.
"Maaf membuatmu menunggu, silahkan di ambil. Aku mentraktirmu."
[St/n] menolahkan pandangannya dari ponsel pada genggamannya kemudian meletakkannya di atas meja di depannya. Manik [e/c]nya kembali mendapati sosok pria bersurai baby blue sambil menyedot vanilla milkshake kesukaannya dan mengulurkan vanilla milkshake lainnya pada tangan kanannya.
[St/n] tersenyum ramah pada casper di depannya, kemudian menerima milkshake pemberian hantu bersahabat itu dan mengucapkan, "arigatou, Kuroko-kun."
"Domo."
Derrrt! Derrrt!
[St/n] langsung menoleh begitu mendengar suara getaran yang berasal dari ponselnya. Dia kembali melihat layar lockscreen pada ponselnya dan melihat pesan baru dari Takao.
Dalam sekali sergap. [St/n] langsung membuka pesan baru dari Takao itu.
[Selesai juga. Aku harap di saat-saat seperti ini kau datang!]
Dalam pesan itu, terdapat satu foto. Yup! Foto Takao dengan membentuk huruf V pada jari tangan kanannya yang ia letakkan di depan matanya. Sementara anggoda Generation of Miracles yang lainnya sedang duduk melingkar sambil tertawa-tawa.
Dan Akashi, duduk bersandar pada pagar pembatas di atap sambil membaca bukunya.
Namun tampak raut wajah bingung menghiasi paras manis gadis sadistic ini. Saat tengah melihat foto kiriman Takao dan melihat Akashi yang sedang—atau lebih tepatnya dia tidak membaca bukunya. Dia membiarkan buku di tangannya terbuka, namun maniknya entah kenapa fokus pada kamera.
"Apa mungkin Akashi-kun sadar, ya?" Batin [St/n].
[St/n] melepaskan sedotan dari mulut mungilnya, kemudian ia letakkan milkshake itu pada meja di depannya. Tak lama, gadis itu mempersiapkan dua ibu jarinya di atas keyboard pada layar ponsel touchscreen miliknya—mengetik pesan balasan untuk Takao.
"Lihat kembali foto yang kau kirim!"
[Kenapa? Memangnya ada yang aneh? Ahh! Apa aku terlalu tampan di foto itu?]
[St/n] kembali menghelakan nafasnya pelan, kemudian kembali menatap layar pada ponselnya.
"Akashi sadar jika kau memotret seperti itu." [St/n] menjawab.
[Kau benar! Bagaiman ini?! Help me, sister!]
[St/n] kembali tertawa begitu mendapat 'pesan terakhir' dari Takao. Bahkan, gadis itu menganggap hal ini menjadi kesenangannya tersendiri selain menjahili orang lain.
"Jadi... apa yang ingin kau tanyakan, [L/n]-san?"
[St/n] kembali memfokuskan pandangannya pada Kuroko yang ternyata sedari tadi tengah memperhatikan dirinya.
Gadis itu meletakkan kembali ponselnya, kemudian memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman. [St/n] menatap Kuroko lekat, kedua tangannya ia silangkan di atas meja, dan ia dekatkan wajahnya pada Kuroko. Sementara Kuroko menatap gadis sadistic di depannya itu bingung.
"Bukankah sudah kukatakan... sebelumnya?" Tanya [St/n] datar.
Kuroko melepaskan sedotan dari mulutnya dan meletakkannya di atas meja sambil sebentar memandanginya. Namun tak lama kemudian pandangan kembali melihat gadis di depannya.
"Sebenarnya..."
Kuroko mulai bercerita, bagaimana hal itu bisa terjadi pada Akashi. Pemicunya bukan hanya dari kematian ibunya yang mendadak dan tekanan dari ayahnya. Namun...
... dirinya tidak bisa menerima kekalahan yang 'hampir' itu pada saat melawan Murasakibara.
[St/n] ingat dengan Murasakibara. Karena baginya hanya dia yang terlihat berbeda. Mungkin karena tubuhnya yang bisa di katakan terlalu besar dan tinggi seperti sosok titan di anime yang pernah dia tonton sebelumnya.
Dan soal cerita lainnya, tentang yang pada akhirnya Akashi kalah dalam Winter Cup saat tahun pertamanya di SMA. Namun [St/n] cukup terkejut dengan apa yang di katakan Kuroko. Walaupun dia takut akan kekalahan, namun dia tetap kembali. Menjadi Akashi berkepribadian lembut dan murah senyum dan menerima kekalahannya pada akhirnya.
Tanpa sadar [St/n] mengembangkan senyumannya. Senyuman yang Kuroko bisa lihat juga. Bukan senyuman karena merasa entah apa, jijik, takut, atau lainnya.
Tapi senyuman...
"Arigatou Kuroko-kun, kau sudah menceritakannya."
... lembut dan menghangatkan.
Bahkan Kuroko hampir berdiam diri—mematung terkejut melihat wajah gadis sadistic yang tengah tersenyum ini.
"Iee... kalau aku boleh bertanya, kenapa kau mencari tahu soal ini?"
[St/n] yang tengah meneguk sisa vanilla milkshake miliknya menatap bingung Kuroko. Maniknya beberapa kali ia kerjap-kerjapkan.
Ia melepas sedotan dari mulutnya. Kemudian menaikkan kedua alisnya sambil menaikkan sebelah sudut bibirnya.
"Kenapa... ya? Mungkin karena aku penasaran, makannya aku bertanya. Atau mungkin...," [St/n] mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit cafetaria kampusnya sambil sedikit mem-pout-kan bibir mungilnya.
"Entahlah," lanjut [St/n].
Tanpa sadar Kuroko tetiba tersenyum. Sedikit namun pasti ia mengerti bagaimana sifat gadis sadistic yang sebenarnya ini.
Benar-benar... lembut.
Disisi lain, [St/n] sadar akan alasan Kuroko mengajaknya ke Cafetaria. Tentu saja menghindari telinga lain yang berkemungkinan bisa mendengar pembicaraan ini.
👑
Keesokan harinya. Seperti biasa, Takao kembali menarik paksa sepupunya untuk ikut dengannya. Toh, dia tidak ingin kejadian kemarin saat dia di tanya banyak hal tentang sepupunya dan di tatap mengintimidasi jikalau Takao tidak menjawabnya atau memberikan jawaban yang tak logis.
Ditambah lagi Takao tertangkap basah sedang selfie, atau lebih tepatnya mengambil gambar candid, dan hanya dia yang tengah dalam pose lebih baik
"Kau lebih dulu ke atap, aku akan menyusul nanti," ucap Takao. Pria bermanik eagle eyes itu melepaskan jeratan tangannya dari sepupunya itu.
[St/n] mengenduskan nafasnya malas. "Lalu kau mau kemana? Jangan sesekali kau berpikir untuk kabur, ya!" Ancam gadis itu.
Takao mendecakkan lidahnya sambil tertawa kecil. "Tentu tidak, aku akan membeli roti untukmu, dan kau juga. Jangan sesekali untuk tidak makan!"
[St/n] mendenguskan tawanya kemudian menatap Takao sambil tersenyum miring. "Terserah kau saja."
Takao mengangguk dan langsung berlari kecil menuju Cafetaria kampusnya. Sementara [St/n] yang masih mematung—memandangi kepergian Takao dan langsung berbalik. Menuju atap.
Kriiit!
Pintu atap terbuka. Begitu [St/n] menapakan kakinya di atap, gadis itu di sambut dengan tiupan angin yang cukup kencang. Surai [h/c]nya yang panjang tergerai itu bergoyang dengan lembut akibat dari tiupan angin yang berhembus dengan kelembutannya.
Gadis sadistic itu sampai di pinggir atap. Kedua tangannya ia silangkan di atas pembatas atap di sana. Matanya menatap pemandangan dari atas atap.
Bahkan sesekali kekehan gadis itu terdengar karena melihat tingkah lucu beberapa mahasiswa di bawah sana yang sedang bercanda ria. Bahkan tak jarang maniknya menatap lekat pasangan yang tengah berduaan sedang makan bersama atau sedang bercanda gurau.
Kriiit!
Pintu atap kembali berbunyi. Menandakan seseorang baru saja sampai di atap. [St/n] membalikkan tubuhnya dan menadapati sosok bersurai red pinkish berdiri tak jauh di belakangnya yang baru saja sampai di atap.
"Sepertinya yang lain sedikit terlambat," ucap [St/n].
Akashi melangkahkan kakinya mendekati sang gadis, sambil menyunggingkan senyumannya. Sementara sang gadis kembali memutar tubuhnya, menatap pemandangan dari atas.
"Jadi kau... sudah tahu semuanya?"
[St/n] yang mendengar pertanyaan langsung dari Akashi, melirikkan manik [e/c]nya. Kemudian dia menaikkan kedua alisnya sambil mengangguk-angguk kecil, "yaa... begitulah."
Akashi hanya ber-'oh' ria. Kemudian dirinya ikut memandang pemandangan dari atap kampus ini.
"Mungkin ini sedikit tidak sopan ditambah lagi karena kau juga tunanganku, tapi...," [St/n] memutar sedikit tubuhnya, hingga bertatapan langsung dengan Akashi yang berdiri tepat di sampingnya. Sementara Akashi yang mendengar ucapan yang masih di gantungi itu langsung menoleh dan menatap serius tunangannya itu.
[St/n] merapatkan bibir mungilnya kemudian tersenyum bak seorang gadis kecil yang imut. "Siapa... kau?" Tanya [St/n] kemudian.
Akashi menurunkan wajahnya sambil tersenyum lalu kembali menatap tunangan di depannya. Bahkan [St/n] sempat mendengar dengusan tawa kecil dari Akashi.
Akashi tersenyum. "Aku, dengan wajah ini dan tatapan seperti ini...," ucap Akashi, menggantungkan kalimatnya.
"... namaku Sejuuro Akashi, tunanganmu."
Selesai juga ya lord :" ukhhh... sumpah gue males banget ngetik :" but, akhirnya chapter 11 selesai juga :3 ~~~
Chapter berikutnya '-' reader bakal di jadiin menejer sementara :3 lalu... lalu... '-' reader bakal... euuuuh gue lupa :" udah deh liat ae nanti :v reader juga yang mau bantu gue bikin cerita bisa di tulis ide-nya di komentar :3 nanti gue tulis + tag kok X'D wkwkwk
Selesai membaca tinggalkan vote :3 silahkan berikan krisar di kolom komentar '3' betewe gue kena malasitisme jadi mungkin kedepannya bakal slow update or jadi hiatus :""" aap keun K-san yeuwww~
Terima Kasih _(:3 J )_
Neko Kurosaki
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro