Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Mau ke mana, Hmm?

8. Mau ke mana, Hmm?

'Hidup kadang di atas, kadang di bawah tanah. Kalau hidupku cuma ada di hatimu, berati aku sedang jatuh cinta.'

***



"Kak Bima! Anterin aku ke sekolah!" teriak Adira di depan pintu kamar Bima yang sudah terbuka lebar.

Bima tak menyahut, masih santai berbaring di atas kasur. Cowok itu seolah tuli, membuat Adira merasa gemas sendiri.

Ingin sekali Adira mengumpat, tapi dia sadar citra baiknya bisa saja hilang hanya gara-gara lidah sendiri. Adira membuang nafas kesal, berjalan mendekat ke arah Bima. Dengan jahat, gadis itu menarik kuat bantal yang ada di bawah kepala Bima.

Tidak berhasil.

Padahal kepala Bima sudah terbanting keras di atas kasur, tapi ... cowok itu tetap tak sadarkan diri.

"Kak Bima! Sekolah!" teriak Adira lagi. Kali ini berbeda, dia berteriak keras di telinga cowok itu.

Bima refleks bangun, matanya menatap nyalang ke arah Adira. Namun, Adira tak takut sama sekali, dia malah menatap tajam balik Bima.

"Apa?! Mau marah? Ini sudah pagi kak! Harusnya kakak bersyukur karena aku nggak merepotkan kakak, dengan tiap hari bolak balik ke kamar aku." Ya, memang pasalnya—Bima membangunkannya setiap pagi. Sekarang, entah kenapa? Tak ada hujan, tak ada petir, Adira bangun sendiri tanpa bantuan kakaknya. Apa yang terjadi sebenarnya?

"Masih mending, gue bolak balik ke kamar lo. Dari pada gendang telinga gue pecah karena suara lo." Bima mendelik ke arah jam wekker di atas meja. "Buset! Ini masih jam setengah enam, tuyul! Lo mau ajak gue ke sekolah jam segini! Enggak-enggak gue mau tidur!"

Dengan kesal, Bima kembali bergulat di atas kasur.

"Kak Bima! Bangun! Bangun!" Adira tak tinggal diam. Tangannya ikut handil memukul bantal milik Bima ke tubuh cowok itu.

Adira tak peduli, dia ingin pergi ke sekolah.

*


Adira menatap sekitarnya dengan raut waspada. Entah apa yang dilakukannya, gadis itu bagaikan maling yang menyelinap masuk ke dalam kelas. Yang jelas, ini bukan kelasnya.

Dengan perasaan deg-deg an, Adira membuka buku bersampul biru, dengan judul  'buku absensi kelas delapan 7.'

"Ahaaa! Jadi nama cowok sok keren ini namanya Agasa Atama. Humm ... keren sih, tapi nyebelin." Adira bergumam pelan, mengetahui nama kepanjangan dari Tama. Aneh saja, kalau namanya cuma Tama doang.

Adira buru-buru menutup buku absensi itu, lalu berlari keluar kelas. Bisa bahaya kalau orang lain menangkap basah dirinya di sana.

"Eh, bentar. Lagian ngapain aku gini? Apa untungnya aku cari nama dia?" Adira tersadar akan tingkahnya sendiri. "Aku kenapa, ya? Apa jangan-jangan ini yang dinamakan cinta?"

Adira menutup mulut nya tak percaya. Kepalanya sontak menggeleng-geleng, bagi Adira ini terlalu cepat untuk jatuh cinta.

"AAA! TIDAKK!"

"Lo kenapa, Ra?"

Adira terkejut. Menatap pemilik suara barusan. Itu Kamma. Kamma Onfarta, cowok ambisius di kelasnya. Di mana anak itu menjadi kebanggaan setiap Guru. Kehebatannya selain bisa matematika, fisika—dia juga bisa berbahasa inggris yang lumayan lancar.

"Ah, nggak apa-apa kok." Adira tersenyum kikuk.

Kamma menyentil dahi Adira pelan. "Ck, jangan sampai lo ketularan gila seperti anak kelas ini."

Adira mengusap dahi yang terasa sakit, gara-gara cowok ini. "Enggaknya, ya! Aku kalem."

Kamma hanya mangut-mangut. Dengan percaya diri, dia menepuk puncak kepala Adira. Seolah-olah yang ada dihadapannya, adalah anak kecil. "Bagus-bagus, ini baru Adira."

Adira mencebikkan bibir kesal. "Ish, lo juga anak kelas ini. Jadi—nggak menutup kemungkinan lo juga gila."

Kamma terkekeh mendengar itu. "Humm ... you're right. But, at least i'm better than them."

Adira mengerut kening. Apa-apaan ini orang? Berlagak pandai berbahasa inggris? Ayoklah, Adira sama sekali tak paham dengan ucapan cowok ini.

"Cie! Lagi ngomongin apa kalian berdua? Serius banget," ujar Nadya yang baru menampakkan diri di balik pintu kelas.

Kamma tak menjawab, dia malah berlalu menuju bangkunya. Sementara Adira hanya mengedik bahu acuh tak acuh. Bagaimana pun, itu bukan obrolan yang penting untuk Adira.

Tapi—siapa sangka Nadya justru semakin penasaran. Manusia titisan kembaran Ressa ini, malah bertanya-tanya dengan wajah penuh keingintahuan. "Baru kali ini gue lihat, lo ngobrol sama cowok. Apa jangan-jangan lo naksir juga sama Kamma?"

Adira sontak melototkan mata. Bagaimana bisa Nadya berpikir terlalu jauh seperti ini? Adira tekankan baik-baik, kalau dirinya bukan gadis yang mudah jatuh cinta begitu saja pada cowok.

"Enggak, ya! Lagian itu Si Kamma memang resek orangnya."

Nadya terkekeh. "Awas jatuh cinta, loh! Tapi, kalau dilihat Kamma cukup baik buat lo."

Adira mengerjabkan mata bingung. "Baik apanya?"

"Baik buat dimanfaatkan, ahahahaha!"

"Ish, yang benar saja!"

  ♡♡♡

Hari ini adalah jadwal mata pelajaran olahraga. Bertepatan, kelas delapan tujuh baru selesai, sekarang giliran kelas delapan delapan yang berganti sesi.

"Yeay! Hari ini kita praktek basket!" Nadya  yang menyukai olahraga basket bernafas senang. Beda sekali, dengan Adira yang bersungut-sungut membayangkan olahraga ini.

Mungkin, di bagian olahraga teori tulis nilainya cukup tinggi di kelas. Tapi ... tidak untuk olahraga praktek. Kekuatannya seketika melemah di bagian itu. Adira tidak suka olahraga. Apapun itu permainan nya, baik voli, basket, bulu tangkis, lari. Ah, semuanya tak bisa. Dia terlalu bodoh di antara semua orang di sekolah ini.

"Ra, sabar. Lo pasti bisa!" Ressa menepuk bahu Adira memberi semangat.

"Huft, gimana bisa semangat, Res. Gue yakin, gue kena ketawaan anak kelas." Semakin membayangkan itu. Perutnya terasa menjadi mules.

Ressa hanya terdiam sejenak. Wajahnya berubah bersinar, saat melihat Tama baru selesai olahraga—lebih tepatnya, baru selesai berganti pakaian. Di sisi kanan-kiri ada dua temannya.

Ressa berbisik pelan ke arah Nadya. Sementara, yang dibisiki hanya tersenyum misterius.

'Kok, perasaanku nggak enak, ya?'

Ternyata, tak salah, perasaan tak enak itu disambut dorongan kuat oleh Nadya. Tubuhnya terlalu ringan, berakhir bertabrakkan dengan Tama. Sementara Tama yang terkejut, refleks memeluk.

Deg

'Kyaa! Sialan! Nadya sialan!' Teriak Adira dalam dalam hati. Wajahnya memanas, ketika merasakan tangan Tama di pinggangnya.

Deg

Adira sontak melepaskan diri kasar. Menoleh ke arah Nadya dan Ressa, yang hanya cengengesan di tempat. Namun, detik berikutnya, mereka berdua malah melarikan diri.

'Teman nggak punya otak!' Umpat Adira kesal.

"Ahahaha, Tama ... kita duluan. Selesaikan urusan rumah tangga lo, sana!" Salah satu teman Tama berucap, lalu berjalan pergi meninggalkan Adira dengan Tama berdua.

"Anu ... aku juga pergi—"

Belum genap Adira melarikan diri, lengannya sudah duluan ditahan oleh Tama. "Mau ke mana, hmm?"

Deg

"Lo nggak niat minta maaf gitu?"

***

KOMENTAR NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!!

17 Juni 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro