Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Ancaman Yang Menakutkan

26. Ancaman Yang Menakutkan

***

'Terkadang hidup itu menakutkan untuk orang-orang yang tak pernah mendapatkan cinta.'

- Adira Ariani-



Kamma menghentikan taxi yang dia tumpangi di depan rumah mewah di depannya. Cowok itu turun dengan cool, satpam dan beberapa pengawal yang menjaga rumah itu menunduk hormat dengan atas kedatangan Kamma. Bagi seseorang, mungkin itu terkesan wow, karena menjadi Tuan rumah. Tapi ... tidak untuk cowok itu.

Kamma memandang sengit rumah yang sudah 1 tahun dia tinggali. Rumah yang dulunya bahagia, sekarang berubah menjadi suram bersama dengan kehitaman hati pemilik rumah itu sendiri.

Kamma menghela nafas sejenak, sebelum langkah kembali terjun masuk ke dalam rumah. Kehadirannya kembali di sambut dengan beberapa pembantu di rumahnya, salah satunya Bi Sarti—pembantu yang cukup lama di rumah ini. Dia juga pembantu yang sering keluar masuk ke dalam Apartemen Kamma.

"Tuan muda, Papa anda sudah menunggu di dalam." Kamma mengangguk mengerti. Tangannya menggapai ganggang pintu, lalu menariknya hingga terbuka. Cowok itu melangkah santai masuk ke ruangan tanpa tau malu sedikit pun.

Tatapannya berhenti melihat Bunda nya tengah meletakkan satu buah bunga di tengah-tengah meja makan. Kamma benar-benar tak menyangka kehadirannya di sambut seperti ini. Bunda nya benar-benar wanita yang luar biasa, walaupun dirinya sejahat itu meninggalkan rumah.

"Bunda—" Kamma membuka suara, menyadarkan wanita itu bahwa dia sudah tiba.

Wanita yang dipanggil itu menoleh dan terkejut dengan kehadiran Kamma yang tiba-tiba menyambutnya. Wanita itu buru-buru mendekat dan memeluknya dengan kerinduan yang mendalam. Kamma membalas pelukan itu, lalu melonggarkan pelukan untuk mencium dahi wanita itu tulus.

"Bunda senang, akhirnya kamu kembali lagi. Ini Bunda sudah siapin makanan kesukaan kamu, buah juga ada."

Kamma menatap sendu Bundanya. "Harusnya, Bunda nggak perlu siapin semua ini. Aku pulang cuma lihat kalian saja. Nggak lebih dari itu."

Wanita itu menggeleng tidak masalah, dia menarik tangan Kamma untuk duduk di kursi kosong biasanya diisi olehnya sebelum pergi dari rumah.

Kamma memperhatikan tingkah Bundanya yang tampak semangat.

"Bunda panggil Reo dulu, ya." Tanpa persetujuan dirinya, wanita itu melangkah pergi meninggalkan Kamma sendiri di sana.

Dalam kesendirian, Kamma tersenyum dalam diam. Dia benar-benar senang  melihat Bundanya tersenyum. Senyum itu—membuat Kamma ingin memberikan rasa bahagia untuk wanita itu. Tapi ... apa?! Dia hanya bocah SMP yang masih belum bisa memberikan sesuatu yang mampu untuk Bundanya. Salah satunya uang, ya ... benda itu sangat mampu mengubah seseorang dari baik ke arah kekejaman.

"Ternyata kamu sudah datang."

Suara itu ... suara Papanya—pria brengsek sialan yang sangat dibenci. Lihatlah senyuman itu, senyuman seolah menantangnya untuk bergerak maju ke deoan.

Kamma mengepal tangannya di balik bawah meja. Senyuman sinis terpatri di bibirnya setelah itu.

"Makasih, Pa. Anda sudah repot-repot sekali menyambutku dengan hidangan seperti ini."

Pria itu menatap datar Kamma dengan tangan bersedekap di depan dada. "Humm, tentu. Karena kamu adalah pewaris perusahaan setelah ini."

Kamma menatap bingung sekaligus kaget dengan ucapan Papa nya. "Maksudmu apa?!"

"Aku tau, kamu nggak sebodoh itu. Setelah masa saya habis, kamu harus mengelola perusahaan saya, Kamma."

Kamma sontak berdiri dari duduk. Wajahnya menjadi kesal dua kali lipat melihat pria tua yang ada di depannya. "Harusnya, bukan ke gue-lo kasih, tapi ke anak simpanan lo di luar sana tuh!"

"Kamma—"

Kamma menoleh, dia melihat Bundanya serta adek bungsunya-Reo berdiri di sana. Sepertinya ... perkataan terkesan tajam itu berhasil di dengar oleh mereka.

Papanya pun tampak murka melihat ketidak setujuan Kamma dalam mengelola bisnisnya suatu hari. "Kamu harus mau! kalau tidak, cewek itu yang jadi sasarannya."

Deg

Kamma kembali menoleh ke arah Papanya. Wajahnya kian menghunus tatapan yang mungkin mengancam peperangan nantinya. Entah kenapa, di luar sepertinya guntur mulai bersahutan menandakan di langit juga ada peperangan hebat di sana. "Jadi lo ngancam gue?!"

*


"Aaaa! Kakak!" Adira berteriak histeris di kamarnya, saat lampu di rumahnya padam. Tatapannya menggelap tanpa penerangan sama sekali dan itu membuat kian ketakutan.  Kaki bergetar hebat tak mampu melangkah sama sekali. Adira merasa mati rasa dibuatnya, kakinya ikut menjadi lumpuh dalam hal mendadak seperti ini. Hujan mulai turun dengan deras membasahi tanah yang semula sudah kering.

Adira terduduk di bawah ranjang, dengan wajah ditutupi dengan kedua tangan. Wajahnya kembali mendongak, di kala sebuah penerangan datang dari cahaya lampu senter ponsel Bima. Cowok itu menatap khawatir  Adira yang tampak takut.

Adira mendapat kesempatan itu bangun dari posisi duduk dan berlari memeluk Bima. Tangisnya sontak mengeras di dalam pelukan kakaknya. Adira tak dapat membayangkan kalau dirinya hidup dalam kesendirian dan kegelapan. Pasti sangat-sangat menakutkan.

"Kakak ... takut," isak Adira di dalam pelukan Bima.

Bima menepuk punggung gadis itu lembut, seolah-olah itu membantu meredakan ketakutannya. "Nggak apa-apa, Ra. Ada gue di sini."

Kata-kata Bima barusan mengingat dirinya tentang kejadian di UKS, di mana Kamma berucap nenenangkannya seperti itu. Adira semakin menangis, dirinya semakin memeluk Bima.

Bima menarik tangan Adira untuk duduk di sisi kasur, lalu cowok itu kembali memeluknya seperti sebelumnya. Hingga, beberapa menit berlalu, lampu yang padam kembali hidup. Adira yang merasa sudah tenang pun melepaskan pelukan.

"Kak, jangan bilang itu lagi."

Bima mengerut kening tak mengerti. "Bilang apa?"

Adira kembali berucap dan menirukan perkataan Bima barusan.

"Memang kenapa? Ada yang salah dengan kata-kata itu?" tanya Bima tak mengerti.

"Salah lah. Soalnya Kamma pernah ngomong gitu, jadi aku keingat dia."

Bima mendengar itu terkekeh. "Cie ... berati secara tidak langsung lo lagi kangen sama dia, tuh."

"Heh?!"

***

KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!!

28 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro