Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Nggak Perlu Malu

18. Nggak Perlu Malu

***


'Lo terlalu sempurna di hidup gue.'

-Adira Ariani-





Adira memasukkan buku-bukunya di dalam tas. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Waktunya untuk pulang, sebelum ketahuan oleh Mamanya.

Akhir-akhir ini dia lumayan sudah mengerti dengan beberapa soal yang sebelumnya dianggap  sulit. Adira menatap layar ponsel yang berkedip-kedip karena sebuah telepon. Tangan lentiknya yang sibuk memasukkan alat tulis berhenti.

Adira menggulir tombol hijau angkat, lalu menempelkannya ke telinga.

"DIRAAA!"

Adira berdesis kesal, saat suara Bima tiba-tiba datang mengejutkan gendang  telinganya. Kepalanya dengan refleks menjauh dari ponsel. Setelah itu, tangannya beralih mengusap telinga yang terasa berdengung.

"Apaan sih, kak! Sakit telinga aku tau! Memang kakak mau, adek cantik seperti aku ini tuli gara-gara suara setan kakak, ha!?" ujar Adira dengan wajah cemberut.

"Nggak peduli gue, sekarang lo di mana!? Ini sudah jam lima, jangan larut pacaran, ingat waktu!"

"Siapa yang pacaran? Aku belajar kok, lagian bentar lagi ini mau pulang. Sudah selesai juga." Adira berucap kesal, wajahnya kian dongkol karena Bima berpikir bahwa dirinya berpacaran dengan Kamma. Padahal, semua itu tak benar sama sekali. Mereka hanya sekadar teman, tidak lebih.

Adira akui, Kamma memang baik. Siapa yang tak bersyukur jika memiliki cowok seperti Kamma. Paket lengkap—sulit untuk ditolak dengan mata. Tapi ... sayang, hati Adira lebih dulu menyukai Tama yang sampai saat ini jarang dia temui. Ah, mengingat Tama. Dirinya jadi kangen dengan kejadian saat awal mereka bertemu.

Adira menggeleng kepala cepat. Kenapa di saat seperti ini, dirinya malah memikirkan cowok misterius itu? Benar-benar merepotkan saja.

"Pokoknya jangan ke mana-mana. 5 menit dari sekarang, lo harus sampai ke rumah."

"Heh! Mana bisa gitu! 5 menit mana cukup buat lokasi saat ini. Kakak pikir ini rumah tinggal nyebrang aja gitu? Pakai acara 5 menit," sungut Adira tak habis pikir dengan ucapan Bima barusan.

Tanpa memperpanjang masalah, Adira mematikan telepon. Lalu, memasukkan kembali buku tersisa ke dalam tas.

"Sudah siap?"

Sebuah suara datang dari belakang Adira. Itu adalah suara Kamma, Adira mengangguk sebagai jawaban. Dengan gerakan cepat, Adira menggendong tas barunya ke pundak, lalu mendekat ke arah Kamma berdiri.

"Ayo!"

***

Adira turun dari sepeda Kamma. Sebuah senyuman terlukis di bibirnya. Setelah perjalanan panjang, akhirnya mereka sampai juga di rumah Adira.

"Ini rumah lo?" tanya Kamma memastikan.

"Iya, mau mampir dulu, nggak?" tanya Adira basa basi. Adira tidak ingin di cap gadis yang tak baik, karena membiarkan Kamma mengantarkannya bolak balik dari sekolah hingga rumah.

Kamma menggeleng pelan. "Nggak perlu, ini juga mau hujan. Nanti gue nggak bisa pulang lagi kalau kelamaan."

Adira mengangguk mengerti. Wajahnya terangkat memandang langit yang gelap. Ternyata benar, cuaca sedang tidak baik-baik saja sekarang. "Oh, iya, aku baru sadar. Makasih Kamma buat hari ini. Lo teman cowok terbaik gue. Makasih ya, sudah mau berteman dengan gue."

Kamma tersenyum, tangannya terangkat mengusap puncak kepala Adira lembut. "Nggak masalah, Dirdir. Gue senang di sisi lo. Jadi—jangan merasa sendiri. Lo mungkin, nggak punya banyak teman. Tapi ... lo bisa mengandalkan gue."

Adira seketika merasa terharu. Baru kali ini dia mendapat kata-kata itu, ternyata ... tak semua cowok itu jahat. Tak semua cowok berlaku semena-mena pada cewek. Dan ... dirinya merasakan itu dari Kamma.

Baru saja, dirinya ingin menjawab ucapan Kamma. Tapi ... suara Bima sudab lebih dulu menghentikan pergerakan mulutnya yang ingin terbuka.

"Wih, adek gue baru pulang ternyata." Bima mendekat, dengan tangan terlipat di depan dada. Keningnya seketika mengerut melihat sosok Kamma yang ada. "Lo siapa? Barusan adek gue lo bawa ke mana!?"

"Ih, kak! Jangan gitu ke Kamma. Dia teman belajar kelompok aku. Iya 'kan, Kam?" ucap Adira mencoba menghentikan tatapan tajam Bima pada Kamma.

Kamma menatap bingung, ucapan Adira yang mengatakan bahwa mereka belajar kelompok.

Wajah Adira yang memelas, membuatnya mengerti bahwa gadis itu hanya beralasan saja. Agar saudaranya ini tak mengetahui akan tekadnya yang belajar tambahan bukan sekadar belajar biasa.

"Iya, Bang. Bener apa yang dikatakan Dira," balas Kamma mengiyakan ucapan Adira, agar cowok itu percaya.

Adira tersenyum senang dalam hati. Ternyata  kepekaan Kamma ada untungnya saat ini. Jadi ... dirinya tak perlu repot-repot ketahuan berbohong pada keluarganya.

"Alasan aja lo pasti." Bima menatap malas Adira. Wajah cowok itu masih tampak kurang percaya dengan apa yang dikatakan gadis itu. "Lo Kamma? cowok nyebelin yang diceritain adek gue?"

Deg

Adira melotot kesal, mendengar ungkapan Bima yang terlalu jujur. Ingin sekali Adira menenggelamkan diri, agar tidak malu saat ini.

Rasa malunya, semakin bertambah dua kali lipat saat mendengar tawa Kamma. Adira mencoba untuk melirik ke arah cowok itu, tapi—ternyata cowok itu juga menatapnya.

"Kakak, apa sih! Bikin malu aja!" kesalnya dengan kaki yang sengaja di hentak-hentakkan.

"Eleh, nggak perlu malu. Lo udah malu-maluin sejak lahir," jawab Bima dengan aura mengejek.

'Ish, kak Bima kampret!' umpat Adira dalam hati. Wajahnya makin malu dan kesal.

"Oh iya, Kam. Ayo masuk dulu, minum-minum aja dulu!" ajak Bima santai. "Lo, nggak sopan banget, Dir. Ada teman nggak di ajak masuk."

Adira melongo. Kenapa juga dirinya di salahkan?

"Dira nggak salah, Bang. Gue aja yang nggak mau, lagian udah mau hujan nih."

"Nah, itu. Karena udah mau hujan, duduk dulu di sini. Tunggu hujannya sampai selesai." Dengan akrab Bima merangkul bahu Kamma bak seorang teman.

Adira menghela nafas heran. "Kak Bima! Nunggu sampai kapan? Kalau nggak berhenti gimana?!"

"Ya, gampang. Minta aja Kamma tidur di sini," ucap Bima semakin tidak tau diri. "Udah, Kam. Nggak perlu malu-malu, masuk dan anggap rumah sendiri." Bima mengambil alih sepeda yang ada di tangan Kamma, lalu membawa masuk ke dalam garasi.

Adira tak punya pilihan lagi. Wajahnya terlihat prihatin dengan keadaan Kamma yang tak bisa pulang. "Maaf ya, Kam."

Kamma tersenyum. "Nggak apa-apa. Gue senang ketemu sama Abang lo kok. Yaudah, ayo kita masuk. Udah gerimis juga ini."

Adira mengangguk setuju. "Iya, ayo!"

KOMEN NEXT DI SINI! BIAR UPDATENYA CEPAT!

23 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro