Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[Sin 18]

Lagi, gelas yang bertengger cantik di lemari kaca diambil secara kasar lalu dibanting. Bunyi pecahan yang menggelegar menjadi kepuasan tersendiri bagi Doni setelah menahan amarah yang meletup-letup. Salah dua asisten rumah tangga lantas tergopoh-gopoh menghampiri, mencegah tuannya untuk mengulangi perbuatannya, juga berniat membersihkan lantai. Namun, yang Doni lakukan hanya menggertak dan menyuruh mereka enyah jauh-jauh dari pandangannya. Ia bahkan kembali melempar benda apa pun di sampingnya ke sembarang arah.

Sam dan Luis masih bergeming atas keterkejutan yang tidak dapat dihindari. Beberapa kali mereka tersentak, tetapi memilih diam daripada harus berurusan dengan tempramen Doni yang makin menjadi-jadi. Kadang, sahabatnya itu tak segan bermain tangan bila terpancing dengan pandangan yang berbeda. Untuk sekarang, menetap di mode aman lebih utama dari segalanya.

"Sialan! Bisa-bisanya anak kelas lo berkhianat kayak gini," ucapnya setelah sedikit tenang lalu duduk di sofa tengah.

"Mereka nggak punya pilihan lain." Sam berusaha menenangkan dengan menjawab sehalus mungkin.

Luis mendekat dan menawarkan segelas air putih yang ada di nakas dekatnya. "Kita belum punya solusi dan mereka dikasih deadline sedekat itu. Ini nggak bisa dihindari, Don."

"Ck! Sial emang!"

Doni mengacak rambut lalu mencengkeramnya kuat-kuat. Ia kembali mengingat diskusinya dengan siswa kelas Sam-Luis saat pulang sekolah. Tadi, ia langsung menuju ke sana setelah diberi kabar tentang apa yang Ari lakukan, termasuk tawarannya untuk mengakhiri permainan ini.

"Sori, Don. Ini terlalu berisiko," ungkap siswa berambut klimis dan berkacamata yang bersandar di dinding sisi kiri.

"Dikerjain gini aja kalian udah mau nyerah? Payah."

"Terus solusi lo apa? Image kita bisa berantakan kalau video itu tersebar. Nilai ujian udah nggak guna lagi kalau itu terjadi."

"Bener, awalnya kita mau-mau aja karena kalian nawarin bocoran soal ujian yang cuma dikasih ke anak notable. Kita percaya karena kelas sebelah yang yakinin, dulu kalian bener-bener netapin janji dan ngasih itu. Tapi, kalau sekarang nasibnya gini, mending gue belajar siang-malam aja."

"Banget. Viral di media sosial dengan kasus beginian nggak lucu sama sekali. Gue mundur."

Satu per satu siswa menyampaikan suaranya dan keluar kelas. Mereka hanya diberi kesempatan sampai senja menghilang untuk bekerja sama dengan Ari. Mata Doni seketika terbelalak, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Orang yang semula tak tahu diri dan mengiakan apa pun hanya untuk setumpuk duplikat soal, kini melangkah ke sisi berlawanan, ke arah yang lebih memalukan lagi. Ia pun menggebrak meja dan meraih kerah Sam tanpa alasan. Lelaki yang tak tahu-menahu atas kesalahannya itu refleks mengangkat tangan dan memalingkan wajah.

"Lo bantuin mikir, dong? Bujuk mereka buat bungkam!"

Sam menggeleng dengan mata terpejam. "Gue nggak bisa."

"Sam!"

"Gue nggak bisa!"

Hening. Gertakan itu menjadi penutup kepergian siswa terakhir, menyisakan tiga lelaki yang sama-sama terpaku di tempat. Kalah, Doni pun melepas cengkeramannya lalu mendorong Sam begitu saja hingga membuat sahabatnya itu terjatuh. Luis segera mendekat lalu membantu berdiri.

"Lo tau, andai gue nggak nganggep lo sebagai temen, gue udah iyain tawaran Ari buat ngakuin ini semua," terang Sam jujur dengan penuh penekanan.

Luis lantas menepuk-nepuk punggung kawan di sampingnya yang terus bergetar, berusaha menenangkan. Lain dengan Doni yang justru berbalik badan dan duduk di salah satu bangku bagian depan. Sam dengan napas kembang-kempis dan alis yang bertaut masih menatap sinis, seolah ingin menelan Doni hidup-hidup agar masalah cepat selesai. Sayang, raut teduh yang menampakkan rasa bersalah itu menyurutkan kebengisannya.

"Gue dan Luis nggak lakuin itu, kita nggak mengkhianati lo, karena kita nggak mau lo kena sendirian. Mau se-nggak suka apa gue sama lo, masalah ini tetap ulah kita bersama, Don. Jadi, stop, nggak usah ngamuk-ngamuk karena anak kelas milih ngaku ke Ari. Kita bisa cari cara lain."

"Sori."

Hanya itu yang bisa Doni katakan. Sekali. Cukup sekali. Setelahnya, mereka menyudahi pembahasan itu dan keluar kelas.

Sebenarnya, rumah ini bukan pilihan yang tepat, mengingat ayah Doni sebentar lagi pulang dan mereka pasti dihajar habis-habisan. Namun, akan lebih berantakan lagi jika orang tua Sam dan Luis tahu kalau putranya mengambil risiko untuk mengekspos keburukan mereka di media sosial--di saat mereka memiliki pilihan untuk menghindarinya. Ketiganya pun merenung di kamar tamu yang terletak di pojok lantai dasar.

"Lihat! Dia beneran ngunggah video yang di kelas tadi."

Secepat kilat Doni merebut ponsel Luis dan melihat rekaman kamera yang disebutkan oleh sahabatnya. Ini kali pertama ia melihat video tersebut. Sial, batin lelaki itu saat mendapati hanya muka mereka bertiga yang dipaparkan secara nyata--tanpa sensor. Ari sungguh tidak sedang bermain-main dan ia cukup gelagapan menghadapinya.

"Gue nggak ngerti lagi sama pemikiran dia. Seniat itu install kamera di kelas cuma buat ngawasin kita?" Luis menghela napas dan menggeleng pelan.

Sam mengangguk. "Secara nggak langsung, kita udah ikut ngebantuin dia di rencana ini. Dia tau cara mancing kita setelah masalah notable naik."

"Bajingan licik emang. Mainnya bawa dunia luar," ucap Doni sambil memukul pinggiran sofa yang cukup keras.

"Gila, kolom komentarnya! Rate card gue auto jatuh kalau gini caranya."

"Dasar!" Sam memukul kepala Luis dari belakang. "Sempet-sempetnya lo mikirin duit."

"Aw! Itu harga diri gue ke Mama, Sam."

Tidak ada tanggapan dari Doni. Ia sangat fokus membaca satu per satu respons yang muncul di video amatir dari akun yang sama dengan pengunggah dokumen noteable. Hanya perlu waktu sekian menit, postingan itu menjadi topik terhangat. Banyak orang yang mengunggah ulang dan menyebarkannya. Semua makin runyam setelah tagar yang tak terduga turut menyeruak.

#AdaApadenganSMAKemuning

"Mulai banyak yang ngeraguin press release kemarin. Sekarang lo juga terus-terusan di-mention sama mereka, Don."

Masih sama, Doni tak berkutik. Kalimat-kalimat yang mempertanyakan permohonan maafnya waktu lalu mulai bermunculan. Meme-meme kocak yang bertuliskan potongan ucapannya juga bertebaran. Lama-lama populasi orang yang percaya kebohongan pernyataan notable kian meningkat. Lelaki itu pun mematikan layar, lalu beranjak meninggalkan ruangan menuju ruang tamu.

Sam dan Luis segera mengikuti. Namun, langkah mereka terhenti setelah melihat Doni keluar untuk menyambut kepulangan ayahnya. Lelaki itu dengan berani berdiri tegap di ambang pintu dengan tangan bertaut di belakang. Seperti yang telah diduga, Pram lekas menarik Doni lalu mendorongnya hingga menabrak dinding. Sontak Luis terperanjat dan mencengkeram lengan Sam kuat-kuat.

"Bagus, kamu di rumah, jadi Papa bisa langsung menghajarmu!"

Doni tak membalas apa pun. Justru, ia tersenyum dan mengangguk, seolah pasrah jika sang ayah benar-benar memukulnya. Merasa ditantang, Pram pun melayangkan pukulannya di rahang kanan-kiri Doni bergantian. Sam dan Luis yang melihat hal itu hanya bisa berpegangan dan mundur perlahan sampai tidak dapat ditemukan.

"Papa sudah bilang hati-hati, tapi apa yang kamu lakukan sekarang, hah? Lebih baik kamu membunuh orang lagi daripada menghancurkan karier Papa seperti ini!"

Pram kemudian menduduki putranya lalu mengangkat dagu lelaki itu. Ia menatapnya lekat, sebelum akhirnya kembali menampar Doni cukup keras. Luis yang tak tahan lagi dengan suara-suara itu lekas mengambil ponsel dan menyalakan kamera.

"Kamu tau, berapa banyak yang harus Papa keluarkan untuk mengatasi hal ini? Dasar anak nggak berguna!"

Untuk terakhir kali, Pran meraih kerah Doni lalu menghempasnya sampai membentur lantai. Kemudian ia merapikan jasnya dan berjalan meninggalkan ruang tamu. Saat melewati Sam dan Luis yang sibuk menunduk, menyembunyikan wajah mereka, ia berhenti dan menoleh ke kedua lelaki itu.

"Besok, orang tua kalian akan sama susahnya dengan Om. Jadi, turuti apa pun kata mereka."

"I-iya, Om," jawab Sam dan Luis kompak.

Setelah Pram benar-benar hilang dari pandangan, mereka berlari menghampiri Doni dan membantu sahabatnya itu untuk duduk. Sam refleks berjaga di belakang dan membiarkan Doni bersandar di pundaknya, sedangkan Luis hanya memegangi kaki Doni yang gemetaran.

"Gue nggak akan nanya lo apa-apa atau enggak," ucap Sam.

"Makasih." Doni tersenyum tipis.

"Setelah ini, kira-kira apa yang mereka lakuin?" Luis bertanya lalu menggigit bibir.

"Coba cek hape lo. Nyokap lo ngomong sesuatu atau enggak." Sam yang paling bisa berpikir jernih mulai bersuara. Sesekali ia melirik Doni yang masih mengernyit, menahan sakit.

"Shit, dia nelpon berkali-kali malah," umpat Luis saat melihat puluhan notifikasi panggilan tak terjawab. Salahnya sendiri yang mengaktifkan mode diam tanpa getar sampai tak tahu apa-apa.

"Ada chat?"

Luis segera membuka media sosialnya lalu mengangguk. "Iya, ada."

"Bagus. Minta mama lo buat jemput ke sini."

"Lo gila, ya, Sam? Gue masih pengin uang jajan."

"Ck, dengerin dulu."

Seketika Luis dan Doni menyimak. Sam pun menghela napas dan menyampaikan logikanya pada mereka. Dua lelaki yang otaknya lumayan kosong itu saling tatap lalu manggut-manggut. Mereka langsung mengiakan tanpa bertanya apa-apa lagi.

"Kalau gitu, gue telpon dia dulu."

"Iya. Di dalem aja. Gue nggak yakin di luar aman. Kayaknya, bentar lagi wartawan bakal ngawasin rumah ini."

"Oke."

DAY 20
23 Januari 2022
1400 Kata

Akhirnya sampai sini juga ✨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro