Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mereka yang Setia

*POV: Irdim

JDHAM!!

"Brengsek!!"

Hingga gema teriakan itu, yang sempat membuat lututku lemas, mereda, sesaat tak berani kupandang wajah kakakku.

"Keterlaluan si Irdeas itu... Keterlaluan!!!"

Kak Renova yang biasanya langsung bertindak untuk menenangkan pun, kali ini sepertinya kelu.

"Kak... Az... dim..."

Aku menyela dengan takut-takut, dan sebagai gantinya menerima tatapan yang masih sarat kemurkaan.

"Apa?!"

"Tolong... tenang... dulu..."

Serius, kukira aku hampir ngompol.

Dada kakakku turun naik, mukanya merah, tatapannya tajam membara. Menahan murka di puncaknya benar-benar bukan perkara mudah baginya...

"Huh... uh...!!"

Dalam kabin itu, yang sudah kami ubah jadi sarang baru kami bertiga, kini Kak Azdim perlahan berlutut di depan meja yang baru beberapa menit lalu digebraknya. Syukurlah furnitur itu hanya retak di satu sisi, meski cukup lebar juga.

"Nova..."

Kak Renova segera merangkulnya sambil berlutut juga.

"Aku mengerti... istirahatlah dulu, biar kami yang siapin sajian malam ini."

Perlahan kakakku melepas rangkulan itu, berdiri, lantas dengan gontai menuju salah satu ranjang; namun ia belum mau berbaring, hanya menatap nanar langit-langit.

Sangat jarang kulihat Kakak marah sampai sebegitu. Setelah ini, dan hanya jika kondisinya sudah membaik, kami harus mulai membicarakan langkah selanjutnya. Tapi untuk saat ini, Kak Renova menyuruhku membantu menyiapkan sup sayuran.

"Memang keterlaluan..." Kak Renova berujar selagi menunggu sup itu matang.

Penyebabnya seperti ini. Tadi sore, seorang kurir yang mengaku dari Istana Baniar menemui Kak Renova yang kebetulan lagi bersih-bersih sarang, membawa segulung pesan. Persis ketika Kak Renova hendak mulai membacanya, Kak Azdim datang dari hutan. Jadinya, Kak Renova minta kurir itu menunggu dulu hingga Kak Azdim juga mengetahui isi pesannya.

Pesan itu singkat saja: ayah kami, Irdeas, setelah sekian tahun berkedudukan sebagai perdana menteri Kanin, kini sebagai raja memerintahkan para putranya datang menghadap ke Baniar paling lambat satu minggu sejak tanggal diterimanya pesan.

Hampir saja Kak Azdim membunuh kurir itu, jika saja tidak segera kami tenangkan dan ingatkan bahwa ia hanya utusan.

Paduka Thursa IV tentu telah disingkirkan. Pembersihan kalangan pendukung beliau, para Thursite, tinggal menunggu waktu.

Dugaanku, Ayah takkan peduli kalaupun nantinya juga bakal harus memberantas para Ragasthean--selama ia bisa berkuasa.

Kakak tentu juga berpikir begitu; dan dalam posisi sekarang, jika ia menolak datang menghadap, sama saja berkhianat. Begitulah aturan tak tertulis kaum kami.

Tetapi, jika menolak, dengan apa nantinya kami hendak melawan pasukan pemerintah yang baru? Anggota kumpulan Kak Azdim yang sekarang baru tiga orang... Semarah apa pun, dia pasti sadar hal itu.

Apa kami harus kembali kabur?

Atau sebaiknya menyerah?

Paling tidak, aku amat bersyukur dahulu memilih mengikuti saran Kak Azdim untuk bergabung...

"Menurutku ya..." Kak Renova berujar pelan selagi kami duduk lesehan menyantap hidangan itu di depan ranjang Kak Azdim, "kita harus kabur. Malam ini juga. Kita harus menempatkan diri sejauh mungkin dari pasukan Irdeas, jika memang tak sanggup melawannya langsung."

Kakakku tidak segera menyahut.

"Kemudian apa?"

"Ada pilihan lagi. Kita bisa mencari dan mengumpulkan para lycan Loner yang terpencar dalam wilayah baru yang kita temukan itu, kemudian mencoba membentuk kumpulan baru sekali lagi; atau menjalani kehidupan secara nomaden, hanya kita bertiga."

"Dua-duanya ada keuntungan dan risikonya," tukasku. "Jika kabur, kemungkinan besar kita akan kembali merambah wilayah klan lain, sebab dapat dikatakan seluruh Kanin ini sudah berada dalam kuasa Irdeas; dan kita belum tahu bakal seperti apa sambutan masyarakat klan lain yang akan kita datangi."

"Cih... Kalau begini terus, klan ini juga akan kian terseret ke dalam pengaruh kalangan Scarletta, atau malah Darkesh... tapi ya, kan masih banyak klan lycan selain Kanin, dengan panutan warna yang juga berbeda. Selama ini kita terlalu memperhatikan wilayah barat saja sih..."

"Eh... jadi, tidak cukup hanya kabur saja; kita juga akan kabur ke wilayah yang berbeda--ke timur atau selatan, misalnya?"

"Antara itu, atau mencoba mencari klan lycan selain Kanin di wilayah barat ini. Itu jika kita tidak mau selamanya jadi suruhan Irdeas."

"Ah... mengenai upaya bikin kumpulan baru, kayaknya aku ada ide, Kak Azdim."

"Katakan."

"Bukankah ada tempat-tempat di mana para Loner biasa berkumpul? Kita datangi salah satu tempat itu, dan tawarkan siapa saja yang mau gabung dengan kumpulan kita. Ini bisa dilakukan sambil jalan; jadi ketika kita akhirnya dapat menemukan tempat yang cukup pantas untuk lokasi sarang baru, ada kemungkinan bahwa saat itu kita juga sudah punya cukup anggota untuk memulai kumpulan sendiri. Gimana?"

"Hmm... tidak buruk, meski sayang juga harus ninggalin sarang ini yang udah kita tata sendiri nyaris dari awal..."

"Gimana pun, ini kan dulu rumahnya Egliz. Mari kita doakan saja dia..."

Malam itu, kami menikmati sajian terakhir di sarang sejati pertama. Sarat kenangan.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro