Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kontemplasi

Dalam kesendirian di ruangannya, setelah memberikan perintah tegas pada penjaga pintu bahwa tidak seorang pun boleh menemuinya, Irdeas kembali mempertimbangkan aneka opsi yang kira-kira masih dapat ditempuhnya.

Bidak-bidakmu sudah habis... kata-kata itu masih menghantuinya.

Tidak heran. Setelah sepuluh tahun pelarian, akan sangat mengejutkan jika Azdim belum tuntas mempelajari permainannya.

Kini, sesuai kata-kata wakil utusannya, si Irdim pun rupanya juga sudah bergabung bersama kakaknya serta siapa pun yang bersamanya--jauh dalam wilayah Osmania.

Tentu saja, ia jadi tidak bisa mengirim tim pencari untuk melacak jejak mereka tanpa alasan bagus.

"Bodoh kau. Aku tidak menyuruhmu sejauh itu, sampai mau menemukan kakakmu segala..."

Begitu ia ingin menghardik, jika saja Irdim ikut kembali. Namun, sudah terlambat.

Bagaimana pun, karena misi diplomatik kali ini sudah selesai, Irdeas tinggal membuat laporan pada raja Kanin saat ini, Thursa IV.

"Tak perlu buru-buru... toh, kuasa Istana Baniar ini aku yang pegang."

Keadaan memang telah beranjak jauh dibanding masa mendiang Thursa I, lycan muda yang pada masanya dipilih Vladista sebagai 'wakil'nya di Kanin.

Dapat dikatakan, pemerintahan Thursa dan turunannya yang sekarang sudah mencapai grad keempat memang tidak pernah benar-benar mulus.

Penyebabnya: Thursa I dianggap gagal oleh sebagian kalangan untuk menghabisi Brista I yang saat itu terjatuh ke jurang setelah disergap lycan suruhan Ragastha, ratu Kanin saat itu. Oleh kalangan anti-Thursa, dia ini masih dianggap sebagai penguasa Kanin yang sah. Hari gugurnya ia dalam pertempuran setelah hampir 150 hari legiun Vladista (saat itu dipimpin Grimm I) mengepung Kastel Baniar, masih dikenang dan dirayakan oleh para 'Ragasthean'--julukan lain kalangan anti-Thursa.

Namun, setidaknya hingga masa Thursa III, kalangan pendukungnya ('Thursite') masih mampu mengatasi keadaan meski hampir selalu dibayangi perang saudara.

Di luar semua itu, kisah penobatan Thursa IV yang sekarang ini juga dapat dikatakan kurang lumrah.

Sebelumnya, leluhurnya--yakni Thursa II--telah memperkenalkan posisi baru yang disebut 'Alpha', setara pewaris klan. Pada masa Thursa III, yang pemerintahannya diwarnai dengan ancaman perang saudara yang kian marak antara kalangan Ragasthean dengan Thursite, posisi tersebut jadi kehilangan makna akibat sering diklaim sebagai salah satu penyebab utama perang. Selain itu, sang putra mahkota dikabarkan sempat terusir dari Istana Baniar.

Sang pangeran, dengan dukungan perdana menterinya saat itu, akhirnya berhasil kembali setelah lima tahun dalam pengasingan, kemudian dilantik sebagai Thursa IV; namun pada masa awal pemerintahannya justru memerintahkan eksekusi perdana menteri lamanya lantaran dianggap telah membuatnya terusir. Melalui permufakatan baru, Irdeas terpilih menempati posisinya yang sekarang.

Bagaimana dengan posisi Alpha?

Thursa IV rupanya tak tertarik mempertahankan sesuatu yang ia anggap merupakan penyebab perang, maka sempat berkehendak meniadakan posisi tersebut--namun Irdeas yang memiliki agenda sendiri berhasil membujuknya agar menunda pelaksanaannya.

Tentu saja, setelah dirinya sendiri berhasil meraih posisi setara perdana menteri, ia kini juga menginginkan posisi Alpha tersebut ditempati putra sulungnya, Azdim; tetapi sang raja belum sampai mengetahuinya.

Parahnya pula, si Azdim sekarang telah kabur ke Osmania. Sesaat sebelum pergi, anak itu bersikeras bahwa lantaran ayahnya telah repot-repot membujuk raja agar mempertahankan posisi Alpha, beliau semestinya juga merekomendasikan orang yang benar-benar layak menempatinya, yakni turunan sang raja.

Sampai situ, alasan Azdim masih cukup masuk nalar. Yang membuatnya terdengar sungguh konyol bagi sang ayah ialah bahwa si turunan yang begitu diagung-agungkan itu saat ini masih belajar merangkak.

Irdeas ingin agar posisi tersebut secepatnya diisi, namun Azdim bergeming, dan tidak ada yang mau mengalah.

"Ya ampun... hampir saja aku lupa. Masih ada dia."

Di masa sekarang, Irdeas memijit-mijit bagian batang hidungnya.

Selain harus menjalani tugas yang baginya sekadar formalitas, berupa melaporkan hasil misi diplomatik terkini pada Thursa IV, Irdeas juga perlu memikirkan bagaimana hendak menjelaskan bahwa si Irdim juga telah kabur pada istrinya, Alya; dan yang kedua ini, ia sadar benar, akan jauh lebih sulit.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro