Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tips

Barangkali sebagai lanjutan perayaan tempo hari, kali ini ayahku, Grimm II, berinisiatif mengadakan family dinner. Nenek Ilishtar juga diundang, serta tentu saja tiga dari sekian keponakanku: Ishtar, Narva dan Elsar. Nama terakhir didampingi ibunya, Hesia, dan mereka hadir sebagai perwakilan Keluarga Urdean; tepatnya dari turunan Marishka, moyangku.

Menjaga hubungan baik antar cabang Keluarga itu penting, salah satunya lewat acara seperti ini. Lagipula, meski tidak sampai ikut ke garis depan, cabang Keluarga Urdean telah cukup berjasa dengan tidak ikut memancing dalam air keruh selagi aktivitas para dalang makar sedang ganas-ganasnya.

Kesunyian selama menunggu hidangan disajikan ini lambat laun malah membuatku ingin bicara.

"Vanya. Kenapa semurung itu?" Nenek menegurku. "Nggak tabu kok kalau mau bicara, selama belum mulai makan."

"I... iya, anu, sebenarnya..."

"Kenapa kamu ini?"

Semua pandangan kini tertuju padaku.

"Yah, karena apa yang hendak saya bicarakan ini tidak dipunyai semua orang yang hadir di sini, jadi..."

"Kamu bahkan belum mengatakan permasalahannya!"

"Mohon maaf... Ini mengenai anggota tim valet saya."

Mendengarnya, Ishtar mendongak memandangku.

"Kalau valet, dalam setahun aku akan memilikinya juga, Bi," katanya ringan. "Ceritakan saja, barangkali bisa kubantu lagi?"

Yah, memang dia pernah mencoba membantuku satu kali sih. Tapi untuk yang ini...

"Tidak juga, Ish. Permasalahannya... jauh lebih rumit dari itu."

"Tapi daripada Bibi diam-diaman begini?"

"Ia benar," tegas Nenek. "Ceritakanlah."

Setelah memandang satu persatu para peserta family dinner itu, termasuk Ayah dan Kak Kron, mulai kukisahkan kembalinya nyaris separuh anggota tim valet-ku--juga mengenai surat dengan pengirim atas nama Ursa beserta isi pesannya.

Si Ish lagi-lagi memandangku.

"Nama itu... aku nggak salah dengar, kan?"

"Eh? Maksud kamu...?"

"Apa Bibi barusan menyebut nama 'Ursa'?"

"Benar."

"Ada apa, Ishtar?" kali ini Nenek yang menanyainya. "Kamu kenal sama nama itu?"

"Rasanya saya memang pernah mendengarnya, Ilishtar-sama. Ketika masih awal di Akademi Crescentium... Oh ya! Ia teman sekelas saya, juga orang yang sempat membuat saya disuspensi setelah sesi latihan dengan pedang bambu..."

"Benarkah?" aku tersentak, setengah bangkit dari tempat duduk. "Apa dia dari Klan Darian?"

"Iya, Bi. Tapi, bagaimana bisa Bibi dapat pesan itu?"

"Diantar oleh pelayan ke ruanganku, seperti biasa. Lantas, saat kutanyai para anggota valet-ku yang kembali, salah satunya mengaku pernah bertugas di wilayah Darian."

"Tapi dia tidak sampai bertemu Ursa?"

"Dia bilang tidak mengenalnya."

"Tidak mengherankan," seloroh Kak Kron. "Dia toh cuma pelayan biasa; punya urusan apa dia sampai berani menemui Ursa? Dari namanya, dan bagaimana ia bisa sekolah di Crescentium, kukira anak itu bukan dari wangsa biasa--benar, Ish?"

"Aku juga merasa begitu, Pa."

"Lantas?" Nenek Ilishtar tampak belum sepenuhnya puas, "apa isi pesan dari si Ursa ini?"

"Ia mengaku mengetahui posisi terkini satu dari empat sisa anggota valet yang belum saya temukan; yang sayangnya belum sempat saya tindaklanjuti."

"Hmm, barangkali ia sampai punya jaringan mata-mata pribadi. Hebat juga."

"Semua klan punya keistimewaan sendiri-sendiri, Kron," tutur Grimm II datar. "Tidak perlu iri begitu."

"Si-siapa bilang..."

"Jadi, maumu bagaimana, Vanya?" tagih Nenek lagi. "Siapa pun valet-mu itu mengaku pernah bekerja di wilayah Darian tapi tidak mengenal Ursa. Di sisi lain, Ishtar ternyata kenal dia. Lantas bagaimana kedua hal ini dapat membantumu sehubungan dengan pesan tadi?"

Kurendahkan pandangan beberapa saat. Berpikir.

"Ishtar, setelah acara ini tolong temui Bibi. Kurasa kita perlu bicara berdua lagi."

"Siap, Bi," ia nyengir lebar.

"Dasar kamu ini... jual mahal waktu ditanya, rupanya simpulannya sesederhana itu."

"Ah..."

Dari nada beliau saja aku belum yakin apakah Nenek Ilishtar kecewa, kesal, atau justru juga sedang bercanda dengan cara beliau sendiri. Saat aku mendongak pun tidak dapat kutemukan kesan apa pun dari ekspresinya; tetap tenang dengan mata terpejam. Tetap menanti sajian.

Memang patut diakui, kelihaian para vampir grad atas dalam menyembunyikan emosi ini...

Sajian itu datang sepuluh menit kemudian.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro