Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Silaturahmi

Ushio Okazaki dengan riang bercampur takjub memandang kue tart besar di depannya, yang dihias wajah salah satu mainan dangou kesukaan ibunya (serta dirinya). Di kue itu terdapat pula lilin-lilin '10', penanda usianya saat ini.

Di sekelilingnya, orang-tua serta kakak-kakaknya berdiri mengitari meja kue, sama-sama menyanyikan "Happy Birthday". Bahkan, dua tamu istimewa dari ibu-kota itu, Ishtar dan Narva, kembali hadir.

Bagi Ushio, dua orang itu juga sudah ia anggap kakak sendiri.

"Buat permohonan sebelum tiup lilinnya, ya," saran kakaknya yang ketiga, Saichi.

Gadis kecil itu mengangguk dan kembali memandang nyala api lilin yang bergoyang pelan.

Rasanya baru kemarin ia berhasil sembuh dari demamnya, lantas diajak naik kereta api untuk piknik ke utara--tepatnya ke padang bunga itu, sesuai keinginannya.

Usai acara itu, keluarga Tomoya mampir ke rumah Shino Okazaki, nenek sang kepala keluarga. Di sana telah menunggu Naoyuki dan Atsuko Okazaki, kakek-nenek AISU bersaudara dari pihak ayah.

Sejak saat itu, begitulah panggilan akrab putra-putri Tomoya dalam keluarganya--panggilan yang merupakan gabungan nama-nama mereka: Azumi, Iruha, Saichi dan Ushio. Namun, 'AISU' sendiri dapat pula diartikan sebagai 'Es'; hubungan yang kadang menyejukkan, kadang justru membekukan.

Ushio telah mengalaminya sendiri.

Ketika mengetahui ada panggilan baru seperti itu, Ishtar dan Narva juga tidak keberatan menirunya. Malahan, sekarang mereka ikut-ikutan memanggil sosok belia yang baru saja meniup padam api lilin ulang-tahunnya itu sebagai 'Shio-chan' layaknya saudara-saudarinya yang lain.

Tampaknya Ushio sukses menjadi sosok adik kesayangan mereka semua.

Sambil menikmati potongan kue masing-masing, Tomoya selaku kepala keluarga kembali mengucapkan terima kasih atas perkenan kedua sosok taruna dalam keluarga Vladista itu untuk hadir.

"Tak apa," sahut Ishtar. "Daripada begitu, kenapa si Akio dan Sanae itu malah tidak hadir?"

Mereka adalah kakek-nenek AISU dari pihak ibu.

"Oh, katanya beliau berdua sedang banyak pesanan, maka mohon izin untuk tidak datang. Sebagai gantinya, mereka secara spesial membuatkan kue yang saat ini sedang sama-sama kita santap."

"Oh, begitu. Rupanya mertuamu punya toko roti. Enak juga. Sudah porsinya besar, gratis lagi..."

"Hus... Ishtar..."

Arva menyodok pelan rusuk kawannya. Nagisa, sang nyonya rumah, tersenyum simpul.

"Kenapa sih, Va? Benar kan? Kue ukuran begini, mahal kalau beli di luaran."

"Kami sangat berterima kasih atas pujiannya," tutur Nagisa. "Waktu hendak piknik dulu, kami juga dibekali roti banyak sekali."

"Oh ya, Nagisa-san."

"Ada apa?"

"Anu... waktu kami datang, kamu bilang kami boleh menginap seminggu. Apakah tidak akan merepotkan?"

"Tidak apa. Sudah agak lama kalian tidak mengunjungi kami, jadi saya duga kalian ingin tahu banyak hal dalam kesempatan ini. Lagipula, bukankah ketika itu Ishtar-san sendiri yang mengatakan demikian, waktu pertama kali kemari..."

"Ya ampun. Kamu masih ingat saja soal itu... Gimana, Va?"

"Memangnya kita punya kerjaan lain yang mendesak akhir-akhir ini?"

"Tapi, kalau seminggu..."

"Begini saja," Tomoya menengahi. "Dari pihak kami, kami siap menampung Anda berdua selama seminggu. Jika kurang dari itu, tidak masalah; namun jika lebih, akan merupakan kehormatan tersendiri bagi kami. Bukankah selama Anda berdua juga memiliki begitu banyak urusan? Silakan anggap kunjungan ke tempat kami ini sebagai suatu liburan."

"Benar, aku setuju," sahut Narva bersemangat. "Yang belum memutuskan tinggal si Ish nih. Lagian..." ia berbisik sambil menggamit lengan kawannya itu, "kali ini kita nggak datang bareng Nurmen ataupun pengawal lain. Waktu pamit mau ke sini, kamu juga udah bilang mau refreshing, kan."

Ishtar berdecak. "Bilang aja kamu masih mau pelesir ke pasar-pasar sini."

Muka Narva seketika memerah. Ia tak berani membantah lagi selama sisa pembicaraan itu.

"Ya sudah," Ishtar berujar pada keluarga itu, "kami akan memanfaatkan kebaikan kalian ini. Selama kami di sini, mohon bantuannya ya." Ia merendahkan pandangan sejenak.

"Terima kasih banyak!"

Meski tidak terlalu kentara, Azumi Okazaki-lah yang saat itu menyahut paling lantang.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro