Restu
Rampung menenangkan istrinya, Zechs kini mencari putranya. Tadi anak itu bilang ia akan dapat ditemui di perpustakaan keluarga atau halaman belakang...
Kenapa memilih tempat seperti itu?
Sebab Millicas tahu di sana ada kolam ikan yang kubuatkan saat ia lahir, batin sang ayah.
Selain itu (yang ini belum sampai diketahui Zechs), kolam itu juga menjadi tempat pertemuan pertama Millicas dengan Pierre. Secara tak sengaja, tentunya.
Untuk kali ini, meski sudah dapat memperkirakan di mana putranya berada, Zechs sengaja melambatkan langkah. Masih gamang bagaimana menyampaikan hal sepeka ini ke Millicas.
Grayfia sudah mengatakan bahwa dalam kekalutannya ia telah tak sengaja menyinggung soal 'perang', dan kini Zechs tidak ingin memperumit persoalan.
"Aku juga masih harus memberitahukannya pada Rias..."
Selagi membayangkan roman adiknya, sebuah ide perlahan mampir ke benaknya; gagasan yang semakin dipikirkan semakin membuatnya tersenyum sendiri.
"...itu dia."
Sesuai dugaan, ia menemukan Millicas duduk di undakan tak jauh dari tepi kolam yang dipagari beberapa batu kali.
"Tou-sama. Sudah selesai diskusinya?"
Zechs mengangguk. "Dengan ibumu. Sekarang ada yang ingin kubicarakan denganmu."
"Silakan saja..."
Tanpa minat, anak itu kembali mengambil sebuah kerikil dan dilemparnya ke air, meninggalkan irama kecipak.
"Kamu... pernah bilang mau belajar tentang valetry, kan?"
"Iya. Kata Nenek, merencanakannya harus dari sekarang."
"Tim siapa yang ingin kamu tiru dan teladani?"
"Jelas saja, timnya Tou-sama. Meski jarang turun, aku yakin kualitas perorangannya nggak bisa diremehkan. Sayangnya, sehari-harinya aku cuma pernah melihat Ayah dan Kaa-sama saja. Belum pernah anggota lengkapnya."
Benar juga. Sudah cukup lama aku tak menampilkannya, ya.
"Millicas juga paham kan, risikonya kalau tim valet raja jin sembarangan dipertontonkan..."
Ia menggeleng. "Aku tetap ingin melihatnya lagi."
Ayah-anak itu berdiam diri beberapa lama.
"Bagaimana dengan timnya Rias? Mereka juga tidak sepenuhnya buruk, bukan?"
Mata Millicas berbinar.
"Ya, sama-sekali tidak buruk! Cuma... masih perlu dibenahi di sana-sini, kayaknya. Ah, kalau saja aku bisa memberi saran ke setiap orangnya..."
"Bisa saja."
Bocah itu mendongak, kembali bersemangat. "Maksud Tou-sama...?"
"Ya, bisa saja kamu mengunjungi mereka, jika kamu mau. Hitung-hitung sebagai pengganti ditinggal kedua kawan silumanmu dan Satome."
"Ah, tapi... mereka bertiga juga baik kok."
"Aku tahu, tapi itu saja tidak cukup. Sedikit sekali yang bisa dipelajari dari mereka, selain tata-krama sebagai pelayan atau cara pergaulan dengan teman. Millicas pasti sudah amat sering menjumpai yang demikian. Tapi kalau yang ini? Kesempatan langka berdialog langsung dengan tiap anggota tim Kaisar Naga Merah yang sedang begitu terkenal di Lilith dan sekitarnya... lagipula, akan sangat aneh jika kamu nanti ditanyai soal itu dan ternyata belum tahu. Rias kan keluarga dekatmu juga."
"Iya, ya... Tapi, mengunjungi Bibi Rias berarti menyeberang ke dimensi tempatnya berada. Berarti, aku akhirnya bakal diizinkan naik kereta pribadi antar-dimensi itu dong?! Yay!"
Zechs menggerakkan bahu. "Rasanya itu tidak bisa dihindari. Akan aneh juga kalau kamu muncul begitu saja lewat segel magis--tapi, ingat juga sopan santun bertamu ya."
"Baiklah! Terima kasih banyak, Tou-sama! Lantas, kapan Millicas boleh pergi?"
Ternyata begini mudah membujuknya... yah, namanya juga anak-anak.
"Tetapi, tidak hanya itu..."
"Oh, apa ada lagi yang harus dilakukan?!"
Kini Millicas sepenuhnya memperhatikan.
"Begitulah. Menemui Rias dan menanyai tiap anggota timnya kan gagasan dariku; nah, Millicas harusnya juga punya tujuan sendiri dalam kepergian ini. Itu sudah dipikirkan belum?"
Anak itu berpikir sejenak. "Ah, gimana kalau sekalian mencari-tahu bagaimana cara kaum kita beradaptasi di lingkungan manusia? Aku juga ingin tahu itu!"
"Boleh."
Di balik antusiasme putranya, Zechs tersenyum puas. Agendanya sendiri juga sedang berjalan sesuai rencana.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro