Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Duo Serigala

Kami kini duduk bersisian di naungan sebatang pohon.

"Rasanya baru sekarang aku melihatmu lagi, Ir. Ada apa?"

"Ceritanya panjang, Kak."

"Hei, aku ini bukan orang lain bagimu, kan? Ceritakan saja."

"Kakak pasti nggak bakal percaya."

Ia memandangku baik-baik. "Aku hanya tidak menyangka akan menjumpai lagi salah seorang dari kaum kita di sini, dalam wilayah manusia--terutama dalam wujud aslinya. Kaum Kanin tidak pernah berbuat seperti itu."

"Huh! Itu karena Kak Renova memang dikaruniai kemampuan mengenali mana serigala jelmaan dan mana yang natural. Bagi orang lain, tak ada bedanya; dan kurasa tidak ada yang janggal jika serigala berkeliaran malam-malam."

"Ah, terserah kamu sajalah. Yang penting aku sudah mengenalimu sebagaimana adanya. Tujuanmu toh bisa saja ditebak siapa pun."

"Ho, menarik. Coba tebak saja, kalau gitu."

"Coba ya... kamu belum lama meninggalkan kota manusia itu dalam wujud ini, berarti kamu tidak ingin ada yang mengetahui apalagi mengikutimu. Irdim yang kukenal bukan anak yang terlalu antusias jika tiba waktunya berburu, jadi kamu sekarang pasti sedang mencari sesuatu--atau seseorang--yang bukan mangsa, sebelum tidak sengaja bertemu denganku. Nah, apa kira-kira yang kamu cari itu?"

"Tidak tahu. Coba saja tebak," sahutku, lantas tersenyum nakal.

"Wah, ini lebih sulit. Secara siklus, kamu belum waktunya cari pasangan, jadi tidak mungkin kau sengaja mencariku..."

"Eh?! Ng-nggak mungkin juga lah, Kak! Enak saja..."

"Berarti, seseorang yang sedang kau cari ini ada hubungannya denganku. Jelas bukan keluargaku; sarang mereka ribuan kilometer dari sini--jadi, tinggal seorang lagi."

"Kamu buang-buang waktu, Nova," suara lain mengejutkanku. "Bocah itu mencariku."

Aku lebih dulu mengenali sosok yang baru muncul itu. Sudah seharusnya.

"Kak Azdim!"

"Kau mencariku, Ir," ulangnya. "Pertanyaannya adalah, untuk apa?"

...

Kakak menjumpaiku tanpa memperlihatkan kesan apa pun terhadap pengalaman masa lalunya, jadi aku juga sempat bingung bagaimana hendak menanggapinya.

Skenario mana yang sebaiknya kugunakan...?

"Irdim!"

"I-iya, Kak."

"Kamu repot-repot keluar malam dan setelah sampai di sini hanya mau pandang-pandangan begini?"

Menerima kata-katanya, aku menunduk.

"Azdim, jangan kasar-kasar padanya lah," Kak Renova menenangkan. "Menemui kita di sini dalam wujud tadi, tentulah itu berarti dia sudah berhasil melampaui cekcok yang tidak menyenangkan dengan para manusia. Kalau kamu sekarang menyambutnya seperti ini, bukankah sama saja menyia-nyiakan usahanya."

"Berhasil keluar dari sana hidup-hidup dengan menemukan alasan yang tepat setelah sampai di sini, itu dua hal yang berbeda, Nova. Anak ini," ia menangkupkan sebelah tangan di bahuku, dari belakang, "sudah pernah melihatku pergi dari rumah. Mungkin saja sekarang dia mau memintaku kembali--bukan begitu, Ir?"

Mau tak mau, aku mengakuinya. "Apakah... hal itu masih bikin Kakak kesal? Pendapat Ayah yang membuatmu kabur itu..."

Ia mengedip. "Dengar. Aku tak tahu, dan tidak ingin tahu, apa yang membuatmu datang jauh-jauh ke negeri para manusia ini; tapi jika kau mau menceramahiku soal pelarianku--"

"Aku tidak bilang begitu, Kak."

"Apa Ayah juga yang memintamu menyuruhku kembali?!"

"Tidak sepatah pun. Beliau hanya mengutusku menjadi pemimpin delegasi klan kita untuk bermitra dengan klan manusia ini, Osmania. Sekarang ini negosiasi itu buntu lantaran ternyata sultan mereka menghendaki berunding dengan perwakilan pihak supernatural terkuat."

Kakakku tampak tertarik. "Yang mana itu?"

"Vladista."

"Oh..."

"Jadi, sederhananya, aku sekarang nganggur. Ayah hanya mengizinkan delegasi kami pulang jika kemitraan dengan klan ini tercapai, dan itu nggak mungkin sebelum utusan Vladista datang."

"Dari sekian banyak klan manusia lain, kenapa dia memilih bermitra dengan yang satu ini..." gumam Kak Renova.

"Jadi, di sinilah aku. Soal membujuk Kak Azdim, itu sepenuhnya ideku sendiri."

Usai mendengar uraianku, Kak Azdim mengalihkan pandangan.

"Kamu masih terlalu muda untuk menjadi alat permainan Ayah, Ir."

"Astaga, Kak! Sudah kubilang--"

"...itu idemu sendiri. Aku tahu. Tapi, pikirkanlah: kalau aku kembali, Ayah akan kembali memaksaku menerima posisi Alpha, atau bahkan menghukumku dengan cara lama lantaran telah berani membangkang perintah beliau."

"Bahkan setelah sepuluh tahun?"

"Ayah bukan orang yang mudah lupa jika sudah menyangkut politik. Sudahlah, kamu sama sekali bukan tandingan beliau dalam soal itu. Aku tidak mau kembali sampai turunan Paduka Thursa IV merampungkan pemerintahannya--"

Sampai sini, kakakku tertegun dan berpaling dengan tegang.

"--aku terlalu banyak bicara."

Ia lantas segera berubah menjadi serigala, dan berlari menjauh.

"Ah! Azdim, tunggu!!"

Kak Renova menyusulnya dalam wujud yang sama, meninggalkanku bimbang sendirian bersama desir angin malam.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro