Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cari Gara-gara

"Sebelum pembahasan ini dimulai," ujar Zechs, "sebaiknya Ibu tahu bahwa aku belum tentu akan menyetujuinya."

"Artinya, Ibu hanya harus lebih gencar meyakinkanmu," tutur Venelana santai, sejenak menyingkirkan cangkir tehnya. "Nah, alasan pertama dan yang paling penting, seperti kubilang tadi, yaitu bahwa dalam Vladista sendiri saat ini kita masih memiliki wilayah yang dapat dikatakan berhutang budi akibat subsidi kita, namanya Lyria. Jika tindakan dari kita cukup cepat, dapat saja legiun reguler kita segera mendarat di sana sebelum kaum vampir menyadarinya."

"Sejak kapan Ibu mulai tertarik membahas pergerakan militer?"

"Sudahlah. Berikutnya, alasan kedua--adalah posisimu. Tidak seperti kita, kaum vampir belum memiliki pemimpin tertinggi untuk seluruh kaum itu; selama ini mereka tunduk pada Vladista lantaran yakin klan itulah yang terkuat. Jika kita bisa menundukkan mereka, tentu lebih mudah memperluas pengaruh. Kamu mengerti?"

"Hmm."

"Lantas, alasan ketiga. Akibat aneka pemberontakan internal mereka, Vladista telah dibuat tidak sempat memikirkan pembenahan ulang tim valet utama mereka; keadaannya sekarang masih terpencar. Di sisi lain, kita masih memiliki tim Rias yang beranggota lengkap dan dapat dipanggil kapan saja, serta sudah kenyang pengalaman tempur setelah beragam misi mereka. Ini kesempatan bagus."

Zechs mengangkat sebelah tangan, meminta lawan bicaranya berhenti sejenak.

"Bagaimana pendapat Ayah soal ini?"

Ibunya menggerakkan bahu. "Ia belum bisa kuyakinkan."

"Dengan alasan apa?"

"Bahwa keadaan klan ini masih harus dibenahi, dan sebagainya."

"Dan berapa lama hal ini akan berlangsung? Tentu tidak bisa dalam satu-dua bulan saja, menilik tingkat kerusakannya. Selama itu pemerintah Vladista pasti--kecuali mereka sebodoh yang Ibu harapkan--pasti mereka mengambil tindakan dan memberangus habis Lyria. Sangat wajar.

"Apa lagi yang Ibu harapkan? Posisiku sebagai raja kaum jin, yang akan memungkinkanku memerintahkan mobilisasi legiun lintas klan dalam kaum kita, untuk kemudian berhadapan dengan Vladista? Sekali mereka kembali bersatu, kemampuan tempur serta moril pasukannya juga akan meningkat lagi; dan mereka akan kembali menjelma menjadi kekuatan tempur yang hebat dengan wilayah pengaruh yang masih sangat luas--belum lagi jika kemudian mereka memanggil bantuan juga dari klan-klan sekutunya, dan itu lebih beragam dari yang mampu kita tanggung. Apa Ibu sudah memikirkan sejauh itu? Kurasa tidak. Dan satu hal lagi..."

Venelana mengernyit selagi putranya membisikkan kalimat ini dengan aura sarat wibawa:

"Jika pasukan reguler Vladista sudah menjadi sekuat itu, tim Rias sekalipun tidak akan bertahan lama. Ibu mengerti? Ayah sudah menyatakannya, dan pendapat beliau dalam hal ini lebih masuk akal. Aku sepakat, kita memang perlu terlebih dulu memperbaiki internal kita sebelum berani memikirkan langkah liar seperti itu."

Keheningan merambat ke ruang itu, lambat-laun kian terasa menyesakkan.

Nyaris tak kentara, Venelana tersenyum sendiri.

"Ya ampun..."

Lantas ia tertawa geli.

"Tak kusangka kamu juga masih bisa jadi senaif itu, Zechs. Padahal sudah jadi raja..."

"Apa...?"

"Siapa juga yang mengatakan kamu harus menyerang mereka sekarang, saat ini juga? Tentu saja tidak; kamu harus melalui tahap-tahapnya. Benahi dulu internal, negosiasi dengan pemimpin beragam klan jin lain seperti Phenex dan Sitri, baru gerakkan mereka semua."

"Ujung-ujungnya perang juga, kan."

"Setidaknya kesempatan menangnya bakal lebih tinggi."

"Berarti, Ibu setuju subsidi terhadap Lyria dihentikan?"

"Lho, bukankah tadi kamu yang menyarankan itu? Lagipula," Venelana menggerakkan bahu, "aku juga tidak tertarik menghamburkan uang. Justru ayahmu yang sedang melakukan itu. Kalau memang hendak perang, lebih baik dilakukan secara jantan. Melalui pintu depan... paham maksudku, kan?"

Sir Zechs mengembuskan nafas.

"Kalau bisa, sebenarnya aku tak tertarik berperang melawan mereka, asal Ibu tahu."

"Aku tahu," tutur wanita itu lembut, nyaris menggoda, sedikit mengingatkan putranya akan masa ketika beliau melakukan hal yang nyaris serupa terhadap ayahnya, "tapi ingat saja, Zechs, di semesta ini tidak ada sesuatu yang abadi, termasuk perdamaian." Ia berbalik, lantas bertutur tanpa menoleh.

"Kau boleh menemui keluargamu sekarang."

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro