Asongan Gadungan
Mendengar pengakuan dadakan ini, kedua orang di sisi luar lapak hanya bisa melongo.
"Me-mestra-senpai?! Di ibu kota Vladista ini... buka lapak? Hah? Hah?! Ayolah, tampar aku, ini pasti bohong..."
"Ara. Susah amat kalian percayanya... Maira!"
Si gadis asisten tadi seketika bersikap tegap.
"Siap."
"Penuhi keinginannya."
"Hah?! Eh, tu-tunggu, beneran mau ditampar?" Alugara menyela, ikut-ikutan panik. Reaksi majikannya lebih kacau lagi.
"Se-se-senpai...!"
"Kuhitung sampai tiga, percaya atau tidak," ketus gadis pemilik lapak. "Satu!"
"Ta-ta-tapii~ dilihat bagaimana pun..."
"Dua."
"P-percaya! Aku percaya!!"
"Bilangnya yang tulus. Dua setengah!"
Andin menelan ludah, buru-buru merendahkan pandangan.
"Aku percaya kalau yang sedang kulihat ini adalah Mestra Sadanastra-senpai dan familiar-nya, Maira..."
"...tiga."
PUK!
Si Putri Kuda mengernyit, merasakan hentakan ringan sebelah tangan seniornya itu di kepalanya.
"Eh...? A-aku benar, kan? Kenapa tetap kena?"
"O ho ho ho... seperti biasa, An, kamu ini masih mudah digertak ya."
Raut wajah Andin seketika memerah, ia menegakkan tubuh. Harga dirinya terusik, namun masih berpadu rasa kagok.
"Ka-kalau sama orang selain Mestra-sama, barangkali nggak begitu jadinya."
"Ah, sudah, jangan sungkan. Akui saja, ho ho ho~ Tapi, sudahlah. Lapakku sudah ditutup sekarang, berkat bantuan anak di sebelahmu itu; dan setelah melihatmu, kurasa aku juga mau menemui rekan-rekan yang lain juga. Tadi kudengar sekilas, kamu menyebut nama Kaigen si raksasa itu ya? Ada siapa lagi?"
"Saat ini hanya ada tiga orang rekan kita yang sudah berkumpul. Selain saya, ada Kaigen-sama serta Kouya-senpai."
"Oh, begitu.. berarti kalau aku bergabung pula, jadinya empat anggota ya. Sudah separuhnya... apalagi akhirnya aku bisa kembali bertemu si Kouya yang pernah minta bantuanku melobi Vanya agar menggiatkan perburuan sindikat penyelundup familiar itu. Menyenangkan sekali!"
"Eh... itu tentulah permasalahan antara kalian berdua saja. Saya tidak tahu sejauh itu."
"Antar aku menemui mereka."
Kali ini Andin sulit menyembunyikan keterkejutannya yang bercampur gembira.
"...apa Mestra-sama sungguh-sungguh hendak kembali bergabung?"
"Barusan sudah kukatakan, kan? Lapakku sudah tutup. Hari ini semua sisa dagangannya sudah tuntas kukembalikan, segala labanya sudah kukantongi--dan lagi, seorang rekanku sudah menghubungiku, jadi buat apa lagi aku bertahan sebagai pedagang di pinggiran kota begini? Maira! Kemasi barang-barang kita."
"Segera, Nona."
***
Seperti sudah mereka lakukan sebelumnya ketika menjumpai Kaigen di kabin kayunya, kali ini pun setiap anggota dalam tim valet Vanya yang mulai tersusun kembali itu memutuskan 'mewawancarai' Mestra di suatu kedai. Tempat seperti itu bisa dikatakan tepat untuk membicarakan berbagai hal tanpa khawatir diusik orang lain.
"Iya, memang sulit dipercaya," ujar Kaigen setelah mendengar penjelasan singkat mengenai rutinitas sang penggawa bidak Ratu sebelum ini, "bahwa valet berkedudukan setinggi dirimu ternyata malah memilih pekerjaan yang masih berlokasi dalam ibu kota, Mestra-san. Andin, aku dan Kouya, semuanya meninggalkan wilayah klan ini dan mencari pekerjaan di luar, dan hasilnya beda-beda tentu saja--tapi kamu! Astaga, kalau hanya hendak menyamar sebagai pedagang di daerah pasar ibu kota, tidakkah sebaiknya kamu tetap jadi valet saja sejak semula? Toh Putri juga pernah menjadi temanmu satu kelas; sekurangnya ia tidak akan menerima pengunduran dirimu semudah itu."
"Anggap saja aku tadinya hendak menguji seberapa cerdik para pengawal wilayah pusat klan ini dalam berurusan dengan imigran ilegal, pembunuh bayaran dan kalangan semacamnya." Mestra menopang dagu, "jadi aku menyamar untuk memastikan identitasku bisa segera diketahui atau tidak."
"Yah, dalam hal itu kau dapat dikatakan berhasil sih," tukas Kouya. "Putri saja, meski aku yakin beliau juga melakukan pencarian saksama terhadap daerah yang kau jadikan area persembunyianmu, nyatanya tidak berhasil menemukanmu. Jika iya, kami pasti juga sudah tahu."
"U fu fu, benar. Tapi efek sampingnya, aku jadi keasyikan sembunyi di sana--dan toh itu sama-sekali tidak merugikan kalian selama ini."
"Dan sekarang, kedokmu sudah terbongkar," tutur Andin, "apa hal ini akan memengaruhi keputusanmu, Mestra-senpai?"
"Oh, aku tidak keberatan, selama pembongkaran itu dilakukan rekanku sendiri. Mengenai apakah itu memengaruhi keputusanku? Kau sudah tahu jawabannya sebelum mereka berdua, An."
"Jadi, sepertinya tekadmu sudah mantap," Kaigen menyimpulkan.
Mestra mengangguk lambat-lambat. "Ada satu syarat. Aku juga sudah dengar bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, sebuah tim valet baru akan terbentuk. Aku hanya akan tetap menjadi anggota tim bersama kalian hingga itu terjadi. Ada yang keberatan?"
"Hal ini tentu tidak dapat kami jawab sekarang, Mestra. Jika memang kamu setuju bergabung, mari besok kita sama-sama menghadap Putri dan menyusun rencana baru. Jika sebaliknya, kau masih bisa pergi."
Setelah diam agak lama, Mestra berdiri dan mengulurkan tangan.
"Vladista."
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro