Analisa
*POV: Millicas
"Halo, semuanya. Namaku Millicas Gremory. Senang berkenalan dengan kalian semua. Aku kemari untuk melakukan sedikit observasi!"
Saat ini aku berada di ruang tamu kediaman Keluarga Hyodou, tempat seluruh anggota tim Kak Rias sedang berkumpul.
Ehm... rasanya bakal kagok juga jika terang-terangan menyebut identitas bibiku di dimensi seberang ini, jadi setelah sempat berbicara berdua saja dengannya di ambang pintu depan tadi, kuputuskan memanggilnya 'Kak' saja selama percakapan selanjutnya. Beliau setuju.
Saat ini, usai memperkenalkan diri di depan kakak-kakak anggota tim beliau (yang semuanya tampak cukup terkesan), Kak Rias melangkah ke belakangku dan sambil memegang sebelah bahuku, menjelaskan lebih lanjut.
"Begitulah. Selama beberapa hari ini dia akan tinggal bersama keluarga ini, jadi tolong jaga baik-baik ya."
"Observasi, ya..." ujar salah seorang. "Observasi seperti apa?"
Ooh! Sang Kaisar Naga Merah sendiri yang bertanya! Tuan rumah, pula...
"Observasi kehidupan kaum kita di dimensi seberang!" sahutku.
Lagi-lagi, mereka semua tampak terkesan.
***
"Maaf menunggu. Ini tehmu, Millicas-kun, dengan tambahan dua sendok gula seperti biasa."
"Ah, maaf merepotkan, Kak Akeno, dan terima kasih..."
Kak Akeno yang menyajikan teh ini ialah yang paling dulu kukenal, sebab ia yang pertama kali bergabung dengan tim valet bibiku.
Karena itu pula, ia menjadi satu-satunya yang memanggil namaku secara berbeda.
Setelah kuhabiskan separuh teh itu dengan sesapan pelan, kembali kuamati mereka semua satu persatu sebelum seorang gadis berambut pirang panjang berwajah imut menarik perhatianku.
"Ah, kalau tak salah, kamu Kak Asia, ya? Senang bertemu!"
"A-astaga..." ia seketika tersipu, "ba-bagaimana ini, Ise-san! Aku dipanggil 'Kakak' oleh anaknya Sir Zechs-sama..."
"Ku-kurasa kamu harus menerimanya saja, Asia."
"Benar. Kudengar Asia itu salah seorang valet penggawa bidak Menteri yang memiliki kemampuan healing mengagumkan, juga kesayangannya Kak Rias; jadi boleh kan kupanggil 'Kakak' juga?" sahutku diiringi senyum simpul.
"Aah, saya jadi malu~"
Walaupun bilang begitu, tampaknya ia amat gembira...
"Kalau begitu, Millicas-sama, bagaimana pendapatmu tentang dia ini?"
Kini Kak Issei mengarahkan perhatianku pada seorang gadis lain berambut ungu yang dipotong pendek layaknya anak lelaki.
"Oh, kalau Kak Zenovia ini... salah seorang Ksatria pengguna Pedang Suci, bukan? Kau tampak begitu mengagumkan waktu menebas musuh dalam Rating Game--pokoknya, kekuatan yang luar biasa!"
"U fu fu... Anda juga sudah tahu sejauh itu, ternyata..."
"Tetapi, menurutku, semestinya aneka trait senjatamu itu masih bisa dikembangkan lagi lho. Misalnya..."
Menurut Kak Issei ketika kutanya setelahnya, penjelasanku terhadap aneka trait pedang Kak Zenovia, berlangsung hingga setengah jam.
"Mo-mohon maaf! Selanjutnya saya akan berusaha lebih keras lagi..."
...antara malu dan gengsi. Kukira seperti itu kondisi Kak Zenovia, jika disuruh menggambarkannya setelah menerima petuahku...
Aduh, harusnya aku yang minta maaf, Kak...
"Permisi..."
Seorang wanita berambut keperakan berdeham.
"Saya rasa ini adalah saat pertama kita bertemu. Saya penggawa bidak Menteri tim ini selain Asia-chan, dan biasanya dipanggil Rossweisse."
Hmm... Mawar Putih.
"Oh, Rossweisse-san ya. Kaa-sama juga sudah pernah cerita. Menurut beliau kamu ini orangnya mandiri dan tahu tempat belanja barang murah..."
"Aduh, sampai Grayfia-sama juga memiliki kesan demikian tentang saya... tetapi, terima kasih atas julukan tersebut!"
Begitulah sekelumit perbincangan yang telah lama kunantikan, dengan rekan-rekan Kaisar Naga Merah. Setelahnya, aku bahkan juga diperkenalkan pada orang tua Kak Issei dan malam itu tidur sekamar bersama bibiku--barangkali untuk pertama kalinya.
***
Malam yang sama, di dimensi Vikr.
Di salah satu puncak menara Istana Vladista, sesosok orang berdiri menerawang purnama. Menanti sesuatu.
Senja tadi terjadi perayaan besar yang sekarang sudah lama bubar, mensyukuri bersatunya kembali Vladista dalam naungan satu panji. Pencapaian yang belum pernah terjadi lagi sejak masa mendiang ketua pertama, Urdin.
Para dalang upaya makar Coven Lyria berhasil diseret ke pengadilan tanpa pertempuran. Tiga dihukum mati. Sisanya dilepaskan setelah mengikrarkan sumpah setia. Semua berkat jerih payah Azalrog, mantan valet mendiang Brista I.
"Rupanya bukan hanya beliau saja yang menakutkan..."
Suara pekik rajawali di kejauhan membuyarkan lamunan Erissa II. Segera direntangkan sebelah tangannya yang terkepal dan terselimut sarung tangan tebal, menyambut pembawa pesan yang kembali.
Namun rajawali itu tidak mendarat di sana, melainkan di lantai teras menara--dan segera berubah menjadi sosok lain.
"Ah! Ternyata kamu, Kuzka..."
"Suatu kehormatan dapat berjumpa kembali, Putri Vanya," ujar si pembawa pesan tanpa mengangkat pandangan.
"Sampaikan pesanmu."
"Majikan saya beserta kedua rekannya sudah bergerak kemari."
Vanya tersenyum cerah.
"Begitu. Rupanya sudah waktunya..."
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro