Sang Pencari
Aku Kouya Satome, dan saat ini berada dalam wilayah asing.
Tidak kusangka, rupanya cukup mudah mendapatkan pekerjaan di sini... walau tidak dengan cara yang aku harapkan.
Untuk ukuran pengelana kesepian yang bekalnya hampir ludes, keberadaan awalku di kota yang kusinggahi ini berlangsung cukup lancar. Kukunjungi sebuah penginapan murah yang malam itu rupanya sedang ramai, kudatangi meja bartender, dan bilang aku akan tinggal di sana lima hari dengan sistem bayar harian. Dia setuju, dengan syarat barangkali kamar yang kutempati tidak akan selalu sama. Kutempati kamarku untuk malam itu, kutata barang-barangku dengan aneka kenangannya, dan segera melepas lelah. Tidak ada masalah.
Hari-hari sisa stay di sana kupakai jalan-jalan, menikmati suasana kota sekaligus mencari apa pun yang dapat dilakukan. Tentu, sambil terus berusaha mencari rekan-rekanku. Aku boleh gagal kuadrat di Gremory, tapi di sini setidaknya aku ingin menebus diri. Aku tidak mau Putri menghukumku, tapi untuk itu sekurangnya aku harus membuktikan diri tidak layak dihukum.
Baiklah, batinku saat itu, kira-kira pekerjaan macam apa yang bisa diraih oleh seorang 'mantan' valet yang tak asing dengan pertarungan dan telah mencapai level cukup tinggi hingga mampu menumbangkan Kaisar Naga Merah?
Jadi prajurit? Mungkin. Tapi, mana ada yang mau segampang itu terima orang luar? Lagian, itu berarti melanggar sumpah setiaku.
Bergabung dengan suatu guild dan jadi orang upahan, sambil cari rekan-rekanku? Bisa jadi. Aturan dalam tiap klan, meski sama-sama vampir, bisa berbeda.
Tapi, aku bahkan belum punya waktu menyelidiki profil seluruh guild di kota ini (kalau memang ada), dan sisa waktuku tinggal tiga hari. Setelahnya, beneran bokek. Buat sewa kamar juga nggak ada.
Kayaknya aku bakal perlu referensi. Siapa pun.
Untungnya, penginapanku ini ternyata tidak hanya ramai saat kudatangi. Sering kujumpai orang berbagai ras dari beragam kalangan, berkumpul membicarakan banyak hal di antara berbotol-botol bir, sake, arak, hingga yang cukup puas hanya dengan jus atau bahkan air tawar matang. Tapi mereka tetap mengobrol--itu yang penting.
Setelah tiga hari ini kuperhatikan, gadis berambut scarlet sebahu itu kembali datang dengan aura seperti biasa. Tidak pernah kulihat dia bawa senjata jenis apa pun, meski selalu mengenakan baju zirah dengan bagian dada datar tanpa lambang apa pun; begitu saja memasuki kedai penginapan dengan tatapan hangat yang mampu sejenak membius para begundal yang asyik minum-minum itu. Tak seorang pun mengganggunya, hanya mengikutinya dengan beraneka jenis pandangan hingga dia selesai memesan minuman pilihannya. Hampir selalu berupa jus sherry.
Sekali waktu, ia bahkan memilih duduk tepat di sebelahku, yang membuatku selama sisa hari itu menjadi sasaran tatapan yang seolah mengatakan, 'kau ganggu dia, mati kau'.
Sial. Dengan begitu, aku bahkan belum benar-benar sempat bertanya nama gadis itu. Tapi kali ini...
"Hei."
Sapaan itu. Sepatah sapaan itu membuat kedai berangsur sepi.
"Oi, apa aku barusan tidak salah dengar?"
"Iya, kayaknya si manis itu barusan bicara."
"Dia bilang apa?"
"'Hei', begitu katanya, ke bocah kampungan itu..."
Sial...
"Kau tampak tak asing..."
Seisi kedai, termasuk bartender, sekarang benar-benar serius mendengarkan seolah ini khotbah yang pantang disela sepatah pun.
"Eh... benarkah?" sahutku kikuk. Tolong Nona, jangan buat aku dipancung ramai-ramai...
"Un. Tak kusangka kita bisa jumpa di sini... Kouya-senpai."
DEG!!
Kutelan ludah. Kusimak sekali lagi wajah itu baik-baik. Kutelusuri...
"Tunggu... ka-kamu... Andin?!"
Suasana kedai yang tadi sesenyap kuburan, mendadak seperti kena lusinan ton bom nuklir.
"APAAA??!!!"
"BOCAH ITU DAN SI MANIS TERNYATA SALING KENAL, YA??!!"
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro