Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pihak Kedua

"Ayolah, Kak Azu... kurang seperempat, nih..."

"Kenapa nggak dikerjain sebelum berangkat, sih?"

"Maaf. Makanannya kemarin enak banget sih."

"Dih, kamu ini ya, makan terus. Makan tuh PR!"

"Idihh, Kak Azu galak amat..."

"Eeh, jangan dekat-dekat gitu 'napa?! Malu kan dilihat orang..."

Iruha manyun. "Mana, masih sepi tuh."

Piknik ke padang bunga itu, pertama kalinya yang diikuti seluruh anggota keluarga Okazaki, sudah berakhir dengan beragam kesan. Sekarang mereka kembali dilempar ke arah rutinitas. Salah satunya, bagi Iruha, adalah fakta pahit bahwa ia belum tuntas menyelesaikan PR untuk jam pelajaran pertama hari itu.

"Uuh... jadi beneran nih, Kakak gak mau bantuin?"

Azumi berdecak kesal. "Kamu pikir untuk apa kita bela-belain berangkat jam enam--dua jam lebih awal dari normalnya? Masih ngantuk, tahu, cuci muka aja belum kelar. Mama juga, tadi sampai pasang muka masam gara-gara kita minta bikinin sarapan lebih awal selagi beliau juga nyiapin bekal untuk Ushio... Pokoknya nanti jangan ganggu aku selama kau menyalinnya, oke?"

"Yay! Makasih, nii-sa-- Adaw~"

"Lain kali, Iru, be-re-sin du-lu sebelum molor! Ngerti?"

"Aah, dwibanwing kwesediaan itu, cwubitan ini gak adwa apa-apanya, nwi-sama... Lanjwut..."

"Re-rela amat~"

***

"Eh, mereka lagi..."

"Duo Okazaki itu ya? Rajin amat hari ini..."

"Si Iruha kenapa ya, pegangin pipi gitu?"

"Paling bikin kakaknya kesal lagi, biasa lah."

"Iya ya. Mana bisa pemakan-segala kayak dia itu sakit gigi."

Rumor suram yang didengar sepintas lalu itu ditanggapi Azumi dengan memasang raut seolah matanya kena perasan air jeruk.

"Petugas piket aja sampai iri..." Lagian, si Iru kenapa malah cengar-cengir...

"Yo, Azumi, Iruha!"

Salah seorang siswa lain menyapa di ambang pintu kelas yang masih sepi.

Lantaran pipinya masih senat-senut, Iruha hanya menanggapi dengan lambaian beriring senyum miris.

"Oh, Koshiro ya. Hari ini bukan jadwalmu piket, kan?" tanya Azumi tak acuh sambil terus menuju bangkunya, mengerling sekilas ke adiknya tepat di belakangnya.

"Nggak ada salahnya, kan, datang awal? Biar aku ketularan rajinnya Azumi-sama!"

"Sori... lagi nggak ada minat dengar humor receh... Met tidur, Iru..."

"...eh? Hah?"

Anak baru itu, Koshiro Iza, bengong sendiri, memandangi bergantian bangku dua orang yang sama-sama dikaguminya dalam hal berbeda.

***

Keberadaan sekolah khusus manusia yang juga akan berada dalam penanganan penuh mereka dalam wilayah vampir, sebenarnya sempat pula menjadi perbincangan hangat di kalangan petinggi aneka klan supernatural lain. Pro-kontra muncul. Yang pro berpendapat langkah semacam itu sudah menjadi satu paket yang mesti ada jika kaum supernatural memang serius hendak menoleransi keberadaan distrik-distrik manusia dalam naungannya--yaitu sebagai bagian pemenuhan sistem pendidikan buat manusia.

Bagi yang kontra, syaratnya tidak cukup hanya itu. Para manusia pernah berada dalam posisi sebagai bawahan vampir; menurut golongan kedua ini, mereka seharusnya tetap seperti itu. Segala jenis wahana 'pendidikan', mereka anggap sarang potensial tempat penyemaian benih-benih pemberontakan, mengingat betapa para manusia (menurut mereka) amat menyukai beragam jenis intrik. Kehancuran negara-negara besar manusia pada masa lampau sudah cukup membuktikan hal itu.

Menurut yang kontra, tidak diperlukan adanya istilah 'pengembangan peradaban manusia'. Kaum itu telah mendapat satu kali kesempatan, dan gagal memanfaatkannya.

Dalam satu dan lain hal, kedua kalangan ini bertujuan sama: melindungi keutuhan dan kelangsungan aneka ras supernatural. Cara merekalah yang berbeda--dan pendapat kedua kubu ini, setidaknya di semesta yang ini, tidak dapat selalu dipuaskan.

Para Okazaki bersaudara dapat dikatakan beruntung lantaran pihak yang pro terhadap kebijakan pendidikan dalam Vladista ini masih dominan.

***

Saat jam istirahat, suasana hati Azumi sudah cukup tenang. Bahkan sebelum gema dentang bel mereda, Koshiro Iza mengunjungi bangkunya.

"Yo, Azu-san! Gimana? Apa udah siap dengerin 'tema receh'?"

"Memangnya kau pernah punya bahasan yang cukup serius untuk kuperhatikan, Koshiro?"

"Ehm! Aku bukannya mau terlihat sok bijak di depanmu sih, Azu-san... cuma mau cerita sedikit tentang masalah pribadi, itu juga kalau kau mau dengerin... anu, syukur-syukur kasih saran juga. Aku beneran lagi suntuk nih."

"Kedengarannya menarik. Masalah seperti apa itu? Apakah rahasia?"

"Duh, kamu ini... kalau iya, buat apa aku repot-repot cerita?"

"Ya sudahlah--mumpung lagi nggak banyak orang di sini juga. Ceritakanlah."

"Begini, ini soal para vampir... dan masalah yang mereka timbulkan."

Azumi menopang dagu. "Kayak gimana itu?"

"Menurut orang-tuaku, aturan kaum ini terlalu berbelit-belit."

"Mau gimana lagi. Kalian kan tinggal di wilayah mereka. Kalau tidak mau, pindah saja. Repot amat. Malah, sudah bagus kita semua dilindungi oleh mereka dan diberi keleluasaan seperti ini."

"Ah, jika memang bisa sesederhana itu, dan jika saja ayahku berprinsip seperti kalian, penyelesaian masalah ini bakal lebih mudah."

"Lantas, apa yang bikin kamu bingung?"

"Ya masalah pikiran tadi itu lho. Benar katamu, dalam hal itu para vampir memang telah berjasa besar pada kita, apalagi menilik kecerobohan kaum manusia dulu yang saling berperang sana-sini sampai beragam negara kita hancur sendiri--"

"Oi oi, kau ini jadinya mau curhat apa bahas politik sih? Tema terakhir berat banget, bukan aku ahlinya."

"Dua-duanya kuanggap berkaitan. Aku ingin bisa berpikir sepertimu, bahwa kita ini semestinya berterima kasih pada mereka... tapi, pola pikir di lingkunganku amat bertolak belakang. Rasa terima kasih dianggap tanda penghambaan; toleransi dianggap kelemahan; saling menyapa antar ras dianggap tabu. Mereka masih berpikiran kuno, menurutku, bahwa karena wilayah ini pernah masuk bagian dari negara yang murni dikendalikan manusia, seterusnya harus begitu; jangan sampai ada ras lain yang mencemarinya... paham maksudku kan?"

Azumi menggumam. "Pasti berat bagimu."

"Tapi gimana pun, mereka itu keluargaku. Menurutku mereka perlu disadarkan juga... bagaimana menurut Azu-san?"

"Ya, lakukanlah sejauh kau mampu, Shiro-kun. Kurasa aku juga nggak bakal suka kalau harus bersitegang dengan temanku sendiri."

Pemuda itu beranjak keluar kelas.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro