
Riak
Sejak tadi pria itu (nalar manusia akan menggambarkannya sebagai berusia sekitar 50-an) enggan berpindah dari buku tebal yang digelutinya. Buku tentang sejarah coven maupun klannya, yang ditulisnya sendiri. Ia, dan menurutnya hanya generasinya, yang bisa menceritakan narasi itu dengan kejelasan yang cukup mengagumkan.
Tentu saja, ibunya juga masih mengalami langsung masa-masa tak pasti itu. Beliau lahir dan tumbuh dalam naungannya; tetapi, keadaan saat itu belum mengizinkannya untuk berkisah seperti sekarang. Dalam untaian huruf di perkamen buram, ditulis berteman nyala pelita di tengah malam, terukir perjuangan; dan banyak lagi. Erian hanya sempat mencerapnya sebagian.
Tidak pula sekarang, setelah turunannya sendiri berkembang hingga empat grad, pria itu merasa cukup bijak untuk berkehendak memutar-balik sejarah. Kesempatan untuk itu pernah, masih, terbuka lebar.
Mungkinkah ini pencapaian terbaiknya?
Ibunya adalah salah seorang putri pendiri coven, adik orang yang pernah demikian tersohor sebagai Grimm I. Anak kedua, berada pada giliran berikutnya dalam mewarisi tahta. Dan Erian, adalah putra orang itu.
Klaimnya dulu terpaksa tertunda akibat kelahiran Areena. Bocah manusia itu. Meski begitu ia anak sulung Grimm, dan secara aturan lebih berhak mewarisi.
Aturan pewarisan yang digariskan sang leluhur, Urdin, tidak membedakan jenis kelamin maupun asal ras seorang anak dalam pewarisan klan; yang penting adalah urutannya.
Itulah bagaimana Erian, seorang vampir yang terlahir sebagai putra anak kedua sang leluhur, harus menerima kekuasaan sepupunya yang seorang manusia namun menikmati posisi sebagai putra sulung anak pertama--dan, sejauh ini ia bahagia dengan hasilnya. Klan dan coven ini sudah cukup bahagia saat diperintah pamannya, Grimm; jika itu dapat berlanjut lebih lama lagi lantaran turunannya kini memegang kendali, dan Erian dapat ikut menikmatinya, mengapa tidak memberi Magnar kesempatan?
Buku ini, Erian yakin, akan menjadi karya terbaiknya. Sebuah perjalanan masa dari generasi kedua Vladista, untuk siapa pun yang mau membacanya. Pada usia ini, tak ada waktu untuk bermain dengan tahta. Tiga generasi di bawahnya juga sudah ia wanti-wanti agar tidak mencobanya sepeninggalnya.
Tengah malam kian menjelang. Erian beranjak mengambil sebotol anggur yang sudah dihangatkan dekat perapian ruang tempatnya berada. Benar-benar tipe kehidupan yang ideal.
***
"Bagaimana bisa begini..."
Irdim mengertakkan gigi. Geregetan. Kecewa. Tak tahu harus bagaimana selanjutnya.
Ia kira percobaan 'terapi' yang hendak dilakukan secara langsung pada Ishtar bakal setidaknya membuatnya diakui sebagai yang pertama kali mau mencobanya—kesempatan yang mungkin tidak akan pernah ada lagi. Pangeran Vladista, dipertahankan selonggar itu, dan semuanya gagal gara-gara kedatangan vampir wanita yang disebabkan satu bisikan tepat sasaran dari anak lain yang selama ini ia kira temannya!
Kini rupanya tindakan ceroboh itu, selain akhirnya gagal, juga menyebabkan orang-tuanya mendapat surat panggilan untuk menghadap ke markas klan di Istana Baniar. Untuk menerima hukuman atau penghargaan?
"Uh... padahal masa Ketua Thursa sudah lama berakhir..."
Thursa.
Bahkan saat ini, nama itu masih mengundang kontroversi di kalangan para werewolf klan Kanin. Ada yang menganggapnya berjasa lantaran menjaga keutuhan dan kelangsungan Kanin dari gempuran dan penguasaan total oleh Vladista—situasi yang bakal melengkapi kemenangan mereka di utara saat itu.
Di kubu yang berseberangan, Thursa dianggap sosok boneka, pembeo yang menurut pada Vladista hanya karena pernah menjadi sahabat masa kecil Areena. Lebih lanjut, pendukung gagasan ini menyayangkan hasil akhir peristiwa yang mereka sebut Insiden Thuras.
Ketika itu, seusai suatu sesi diskusi tengah malam, Brista I hendak berpamitan. Thursa yang masih menjadi bawahan Ragastha serta nyonya rumah malam itu mengantar tamunya hingga pintu keluar rumahnya yang terletak dekat bibir sebuah tebing. Sengaja Brista tidak segera terbang pergi, hendak berbasa-basi dulu dengan nyonya rumah yang masih muda itu.
Namun...
Entah dari mana dan kenapa, saat itu salah seekor werewolf bawahan Thursa yang telah berwujud serigala, menerjang maju ke arah tamu vampir itu. Brista yang terpana bahkan tak sempat berpikir untuk menghindar.
Tanpa bisa dicegah taring sang werewolf menghunjam dalam ke selaput tebal salah satu sayap Brista yang baru mulai terkembang, mengoyaknya, membuatnya memekik kesakitan hingga kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke tanah cadas di bawah sana.
Orang-orang pihak oposisi mendiang Thursa di Kanin saat ini sangat menyayangkan mengapa segera setelah itu, selagi ada kesempatan besar, Thursa tidak segera membunuh sang ratu Vladista sekalian. Dengan demikian mereka tak perlu jadi bawahan hingga beberapa generasi seperti sekarang.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro