
Bantuan
"Oh, begitu. Saranmu ditentangnya juga ya..."
Marishka bersimpuh di depan singgasana, tampak benar-benar ketakutan.
"Mohon maaf, Kanda! Sikap anak itu benar-benar menguras emosiku. Apa pun keputusan Kanda tentang dia, akan aku dukung! Bahkan jika harus mengusirnya dari klan..."
"Tidak."
"Eh...?"
"Kalau ayahnya jadi buangan, apa kamu pikir dengan begitu Ishtar masih layak jadi pewaris?"
"Tetapi... bukankah masih ada putranya Tishrena?"
"Tishrena, cucuku itu? Sikapnya sama saja seperti yang diambil turunan Kak Vlos; memilih tidak ikut campur dalam masalah pengelolaan klan ini. Realistis saja, saat ini si Magnar-lah yang pegang kendali--artinya, pemimpin berikutnya juga harus dari anaknya; dan anaknya bukan hanya Kron, kan? Ada Vanya."
"Memang benar, tetapi... Kanda, cara seperti ini akan menyebabkan kita menobatkan seorang maharani, sesuatu yang belum pernah terjadi sejak masa Ayah."
"Mengapa tidak. Vladista ini juga perlu penyegaran. Ia sudah banyak diubah pemimpin-pemimpin sebelumnya. Aku, misalnya, memerangi para manusia di dimensi ini hingga mencapai keadaan yang sekarang. Lagipula, tidak ada kan dari turunanmu maupun turunan adik-adikku yang lain yang ingin ikut pesta tahta?"
"Tidak, Kanda! Erian sudah kubuat paham benar soal itu. Ia takkan mengangkat senjata selama Kanda hidup."
"Selama aku hidup..." Grimm mengembuskan nafas, "dan aku bisa mati--maupun dibikin mati--kapan saja. Di tangan Magnar kita masih bisa berharap menjalani masa tua yang tenang begini, tapi siapa pun penggantinya akan menghadapi situasi yang berbeda. Baru setelah itu, kamu boleh membahas lagi soal Ishtar."
"Aku mengerti." Rishka kembali merendahkan pandangan.
"Baik, karena soal itu sudah beres, rasanya sudah saatnya kuhadapi Kron..."
Rishka buru-buru mendongak lagi. "Kanda! Apakah benar-benar bermaksud menandinginya dalam pertarungan?! Kumohon jangan..."
"Siapa bilang menghajarnya? Aku akan mendatanginya."
Muka Marishka menjadi makin pucat. "Me-mendatanginya tanpa pengawalan...?"
Grimm berbalik, tersenyum simpul. "Iya, karena terapi itu kan cuma bisa dilakukan di dimensinya..."
***
Aku bersama teman-teman sudah diizinkan melihat langsung kondisi Ishtar. Kami baru saja keluar dari kamarnya, tetapi rasanya aku bisa berbuat lebih dari ini...
Usai besuk, rombongan ternyata tidak langsung pulang. Pak Basra berbincang dulu dengan ayahnya Ishtar. Aku ikut dengerin sih, cuma sesekali masih memandang pintu kamar kawanku. Katanya dia mau menjalani terapi, tapi bukankah langkah itu perlu banyak biaya... Ada tidak ya cara menyembuhkannya lebih cepat...
Memikirkan soal itu sampai membuatku kebawa mimpi. Esoknya aku datang lagi sendirian ke rumah Ishtar. Ayahnya kembali menyambutku.
"Lho, kamu kan yang kemarin datang sama Pak Basra."
"Iya, karena saya khawatir juga sama Ishtar kalau kelamaan tidak masuk."
"Jangan khawatir, dia sudah diobati kok."
"Katanya Ishtar mau terapi ya, Pak? Pasti mahal biayanya."
"Iya, begitulah..."
"Apa boleh saya menjenguk Ishtar sekali lagi?"
"Sendiri saja? Boleh..."
Itulah gimana aku bisa memandang sosok berselimut itu lagi. Saat aku masuk, matanya masih terpejam.
"Ish..."
Belum ada jawaban.
"Ishtar, aku datang lagi nih..."
Mata itu membuka, menatapku kosong sejenak.
"Hai, Ir, maaf ya repot... Ada tugas gak tadi?"
Aku menggeleng. "Gimana keadaanmu?"
"Masih sakit... disuntik terus sih. Kemarin senja seorang kakek nyuruh aku duduk menghadap jendela sini sambil buka baju, menghadap langsung ke arah cahaya... kebayang kan rasanya, bagi vampir. Tapi lumayanlah, daripada kena suntik lagi. Sampai siang ini aja udah kena dua kali..."
"Demam kamu... masih tinggi?"
"Kayaknya nggak bakal bisa gerak..."
"Kalau gitu, mau kubantu dikit? Aku kan supernatural juga."
"Emang gimana? Kamu... bisa sembuhin tanpa suntik?"
"Semoga gitu. Begini, kau akan kugigit sedikit di lengan, sebentar saja, terus tunggu deh beberapa jam. Nanti kasih tahu aja gimana rasanya."
"Sakitnya kayak suntik dong."
"Nggak, yang ini cuma sebentar. Daripada kena cahaya matahari lagi pas belum waktunya?"
Ia tampak berpikir sebentar. "Iya sih..."
"Dan kamu udah tau kan kalau aku aslinya serigala, jadi barangkali dampak gigitanku nggak akan kayak kaummu... aku cuma mau bantu nyembuhin kamu sih. Gimana? Mau?"
"Boleh deh..."
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro