Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Pulang

Bagas turun dari mobil bersama Nawang. Mereka telah sampai disebuah desa terpencil di kecamatan Kalibening, Banjarnegara.

"Kamu ternyata orang kaya ya Gas," sinis Nawang.

"Hehehe. Sayangnya semua ini bukan punyaku. Ini milik eyang kakungku."

Bagas dan Nawang berjalan menuju gerbang sebuah rumah besar bergaya kuno.

Saat sampai di gerbang, Wanto tergopoh-gopoh membuka gerbangnya.

"Ya Allah Den, ayo masuk. Juragan kakung pasti seneng." Wanto tergopoh menghampiri Bagas dan membawakan barang-barangnya.

Saat akan melangkahi pintu, Bagas tertegun sesaat kemudian menapakkan kakinya pada rumah yang penuh kenangan akan luka pada diri Bagas.

"Bagas!" teriak seseorang.

"Hohoho, gak nyangka kamu balik ke sini Gas." Sapa Budi kakak sepupu Bagas yang berusia tiga puluh tahun. Satu tahun lebih tua dari Bagas yang kini usianya menginjak dua puluh sembilan tahun.

"Mas Bagas, Bowo kangen sama Mas Bagas," ucap Bowo yang dua tahun lebih muda dari Bagas dan memeluknya.

Seorang wanita cantik mendorong kursi roda dimana seorang pria muda berusia tiga puluh dua tahun duduk di atasnya. Kedua matanya menatap Bagas penuh kerinduan. Bagas memilih mengalihkan tatapannya daripada harus bersiborok dengan mata si wanita cantik itu. Seruni istri Bisma.

"Selamat datang, Gas. Selamat datang kembali saudaraku," ucap Bisma tersenyum lebar.

"Akhirnya kamu pulang. Dasar anak kurang ajar. Kamu mirip Mas Bagus. Pembangkang!" sinis seorang wanita berusia sekitar 45 tahunan.

"Jangan bilang begitu Dik Betty, selamat datang Bagas. Wah kamu memang putera Mas Bagus. Wajahmu mirip sekali dengannya. Pantas Bapak begitu kangen padamu," ucap seorang wanita usia 50 Tahunan.

"Sangat mirip bahkan sifat pembangkang Mas Bagus menurun sama anaknya, Yuu Binna," sahut sang adik.

"Apa kalian akan ribut terus di sini?!" bentak sebuah suara yang terkesan dingin dan diktator. Wanita sepuh ini berpenampilan seperti priyayi keraton memakai kebaya hitam dengan rambut disanggul rapi. Matanya tajam, wajahnya dingin dan angkuh. Usianya sekitar 70 Tahunan.

Namanya Bestari Atmaja istri dari Binawan Atmaja. Mereka adalah kakek nenek Bagas dari pihak ayah.

"Kamu pulang," ucap juragan puteri angkuh.

"Iya Eyang.l," sahut Bagas dingin.

"Siapa wanita itu?" Juragan puteri menunjuk ke arah Nawang.

"Dia Nawang. Istri saya."

"Dasar! Kamu sama seperti ayah kamu. Grusa grusu. Gak sabaran. Heran ayah dan anak sukanya sama orang kampungan. Kere."

Nawang yang mendengarnya sedikit tersinggung.

"Huh! Dasar nenek sihir. Gila nih, nenek tua. Kayaknya hidupku di sini bakal lebih susah. Apes bener hidupku," batin Nawang.

"Memangnya apa salahnya kalau Nawang cuma orang kampung atau ibuku juga orang kampung. Yang jelas mereka bukan orang yang hidupnya suka numpang sama keluarga istrinya atau punya istri simpanan dimana-mana," sindir Bagas telak.

"Kamu ...! Dasar cucu kurang ajar. Kalau bukan permintaan Mas Binawan mana sudi saya mengijinkan kamu masuk rumah ini."

"Dan kalau bukan karena Eyang Kakung mana sudi saya menginjakkan kaki di rumah ini."

Juragan putri meninggalkan ruang tamu dengan kesal dan amarah. Hatinya kesal bukan main. Rasa marah, terhina tapi kerinduan akan putra satu-satunya sangat besar. Mau tak mau harus ia akui, jika Bagas sungguh duplikat puteranya. Dan itu membuat dia semakin rindu akan puteranya.

Sedangkan yang lain memilih meninggalkan ruang tamu mengikuti juragan puteri.

Bagas menghela nafasnya. Nawang masih tetap diam tak tahu harus berbuat apa.

"Den," panggil Mbah Maman.

"Iya Mbah."

"Sudah ditunggu di kamar juragan kakung. Sama Den Nawang juga udah ditunggu."

"Baik, Ayo ikut aku." Bagas menarik telapak tangan Nawang dan menggenggamnya. Nawang tertegun sebentar sebelum ikut menggenggam tangan Bagas.

****

Bagas menatap sosok kurus didepannya. Pria sepuh berusia 75 tahun. Pria tua itupun menatap Bagas dengan penuh air mata.

"Bagas, cucuku. Kamu pulang?"

Tak kuasa Bagas menatap tubuh renta itu. Ia pun mendekatinya dan menggenggam tangan kanan eyang kakungnya. Menciumnya dengan penuh kasih. Tangan inilah yang 19 tahun lalu mengulurkan tangannya untuk pertama kali kepada Bagas saat ia baru saja kehilangan ibunya.

"Iya Eyang. Bagas pulang."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro