Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

FF(5) ● Topeng Buruk

Topeng itu berguna untuk penyamaran. Entah untuk menutupi kebaikan atau ... keburukan.

°°°°°

TERIK sinar mentari siang tampak mengintip malu di balik awan putih. Langit biru membentang indah menghiasi. Suara kegaduhan jam istirahat masih setia menemani.

Di lorong kiri, menuju taman belakang dekat gudang, pergelangan tangan Linzy terikat penuh pada genggaman Zion. Padahal sejak tadi, Linzy berseru protes. Namun, diabaikan.

Tatapan dari beberapa orang yang dilewatinya jelas ingin tahu apa yang sedang terjadi di antara kedua orang-yang sering kali adu mulut dan bertengkar itu-jalan berdua di koridor. Lebih tepatnya, sang perempuan terlihat enggan mengikuti, tetapi si lelaki memaksa.

"Lepas, Yon!" pekik Linzy berusaha kuat menarik tangannya dari Zion.

Seolah tuli, Zion tak peduli. Genggamannya semakin kuat. Langkahnya pun terbilang cepat melangkah menuju taman belakang.

"Lepas, Yon! Kalo lo nggak lepas juga gue gigit tangan lo!" ancam Linzy penuh tekad.

Kepala Zion menoleh, memandang Linzy dengan pandangan meremehkan. "Kalo berani gigit aja!"

Sepertinya Zion lupa dia tengah berhadapan dengan siapa. "Lo nantang gue?!"

Tanpa menunggu lagi, Linzy melancarkan aksinya. Menggigit telapak tangan lelaki itu, yang sontak mendapat erangan Zion.

"Mampus!" ucap Linzy, melihat Zion yang mengaduh kesakitan sambil mengusap pergelangan bekas gigitan. Kesempatan itu Linzy ambil untuk menarik tangannya menjauh dari Zion.

"Anjir kena rabies gue langsung!" Zion memekik tertahan.

Iris Linzy membulat sepenuhnya. Dewi hatinya sudah terbakar oleh emosi. Tanpa ampun, Linzy menginjak kaki Zion kencang. Menimbulkan erangan Zion untuk kedua kalinya.

Kurang lengkap apalagi penderitaan Zion, tadi digigit sekarang diinjak pula!

"Lo sama-samain gue sama anjing, Hah?!" teriakan Linzy, menggerakan lebih banyak orang untuk memusatkan pandangannya kepada mereka berdua.

"Gue nggak ngomong gitu, lo sendiri yang ngomong." Senyum tersemat di wajah Zion.

Amarah kian membara, menutup seluruh akal sehat Linzy. "Lama-lama gue cakar lo!"

"Uh atut..." Zion memundurkan diri, berpura-pura ketakutan. Setelahnya dia tergelak. "Lo lama-lama kalo marah serem juga ya Zi, kayak banci yang sering mangkal di jembatan kalo dipanggil 'mas'."

Lelucon itu terdengar tidak lucu sama sekali. Malah memperparah kekesalan Linzy. Tanpa ada kata yang terlontar, Linzy memutar tubuh berniat pergi. Namun, Zion cukup cerdik ternyata, dia menarik kembali pergelangan tangannya. Hingga hampir membuat Linzy terjatuh di dada Zion. Untung saja refleksnya berguna, dia tidak jadi mendarat di sana.

"Urusan kita belum selesai!" Zion menarik tangan Linzy kembali. Perempuan di depannya terkejut. Dia meronta ingin dilepaskan.

"Lo ngapain narik tangan gue lagi sih!"

"Udah lo diam aja kenapa, berisik banget udah kayak emak-emak kehilangan Tupperware-nya!" balas Zion.

"Gue nggak bakalan diam aja ya! Ditarik-tarik cowok gila, absurd, playboy, mesum kayak lo!" Kurang lengkap apalagi julukan dari Linzy untuk Zion. Cowok itu menghela napas, berusaha untuk menahan sakit telinganya karena teriakkan Linzy.

"Kurang lengkap, Zi, seharusnya lo tambahin kata 'ganteng' di belakangnya!"

Di balik punggung Zion, Linzy menggerakkan mulutnya seakan ingin muntah mendengar kepedean cowok itu. "Taiklah najis!"

Kian banyak orang yang menaruh perhatiannya pada dua orang itu. Seolah tak peduli, ada beberapa orang yang terlihat mengabaikan. Mungkin mereka sudah terbiasa pada Linzy dan Zion yang selalu terlibat pertengkaran.

Namun, ada juga yang sudah berubah menjadi wartawan gosip--bersiap untuk menyebarkan seluruh bahan amatannya pada seluruh penanti setianya.

Tepat di dekat pintu gudang. Tempat yang berada di pojok taman tak terpakai. Langkah Zion terhenti, Linzy pun terpaksa mengikuti. Menghentikan langkahnya, meski begitu tangannya pun masih meronta untuk dilepaskan.

Sepi. Tidak ada orang berlalu lalang di hamparan rumput itu. Sejak Kepala Sekolah membangun taman kembali di bagian belakang dekat kantin bagian bawah, mengurangi banyaknya siswa untuk menginjakkan kaki ke taman samping gudang.

Para murid jelas lebih suka membuang-buang waktu di taman satunya lagi, karena sudah lebih nyaman dan memudahkan mereka untuk membeli makanan di kantin.

"Lepas tangan gue sekarang!" tarik Linzy, tidak perlu menggunakan tenaga, karena Zion pun memang hendak melepaskan genggamannya.

"Kenapa lo bawa gue ke sini?" tanya Linzy menyorot pada kesunyian di sekelilingnya.

Senyum terurai sempurna di wajah Zion. "Kenapa? Lo takut?" Dia justru balik bertanya. "Karena gue bawa ke tempat sepi kayak gini?"

Kedua lengan Linzy bergerak terlipat di bagian dada. Memandang Zion dengan emosi yang tertahan. "Lo nggak usah banyak omong. Lo mau ngapain ngajak gue ke sini?!"

Kekehan tak tertahankan, meluncur bebas dari bibir Zion. "Santai, Zi. Lo nggak bisa nyantai banget sih dari tadi, seharusnya kan yang marah-marah itu gue kenapa jadi kebalik."

Iris kelabu Linzy bergerak jengkel. "Gue nggak akan bisa santai kalo berhadapan sama makhluk astral kayak lo!"

Hela napas Zion kembali meluncur. Sabar Zion ... sabar ... ingat orang yang sabar akan mendapat ketampanan berkali-kali lipat.

"Gue juga nggak pengen basa-basi. Karena gue nggak suka makanan basi." Omongan Zion makin tidak jelas. "Lo yang ngirim foto itu, kan?"

Senyum Linzy terangkat, enggan peduli dengan tatapan gelap Zion yang berubah seperti elang. "Tanpa nanya pun lo udah tau jawabannya."

Kaki Zion bergerak mengikis jarak di antara mereka. Linzy sama sekali tidak merasa terintimidasi. Bahkan tatapannya pun tak gencar mengalihkan pandangan. Dia membalas tatapan Zion yang melekat erat.

"Kenapa lo ngelakuin itu?" tanya Zion.

Tawa hambar yang seakan menertawakan kebodohan lelaki di depannya, tak dapat Linzy tahan lagi. "Seharusnya lo gak perlu nanya lagi, karena gue yakin lo udah tau jawabannya."

Zion terkekeh. Sorot geli jelas terlukis di mata gelapnya. "Jadi karena dendam? Lo masih dendam sama gue karena kejadian dulu?"

Iris kelabu Linzy melebar seperti siap menerkam. "Lo nggak usah ngungkit itu!"

"Kenapa?" Zion bertanya, semakin menipiskan jarak. "Lo takut kalo..."

"Lo brengsek!" potong Linzy, sama sekali tidak ingin mendengar lanjutan lelaki itu.

"Brengsek?" pertanyaan lirih Zion seperti mengambang di udara.

"Ya, brengsek!" jawab Linzy makin kalap. Kebencian membara penuh di iris kelabunya. "Apa namanya cowok yang suka mainin cewek kalo bukan b-r-e-n-g-s-e-k. Cowok kayak lo itu nggak pantes hidup, Yon! Lebih baik mati!"

Zion tidak membalas ucapan Linzy membuat alisnya tertaut. Netra cowok itu sukar untuk dibaca maknanya.

Alis Linzy menukik lebih dalam karena justru mendapati senyum Zion yang terukir. Bukan emosi yang Linzy inginkan.

"Gue emang brengsek," dagu terbelah Zion nampak di sana lantaran senyum yang melengkung sempurna. "Seenggaknya gue ngaku, enggak kayak kebanyakan orang yang nutupin keburukan mereka dengan topeng sok baik."

Kaki Zion bergerak mundur, memberi ruang di antara mereka. Iris gelapnya menatap Linzy sejenak. Sebelum berbalik dan pergi. Meninggalkan Linzy yang terdiam tanpa kata.

TBC(08-05-18)
Falsity♡

●●●●

Maaf baru bisa update. Dari kemarin aku sibuk di organisasi sekolah. Harap maklum ya.

Semoga suka partnya :)

Danke❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro