Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

FF(4) ● Drama Baru

Bagusnya sampul menjadi pacuan untuk orang-orang menilai.
Membiarkan sisi jelek yang mereka lihat menjadi opini.
Tanpa berpikir mungkin itu akan sedikit menyakiti.

°°°°°

KEADAAN kantin semakin sesak. Penuh dengan orang-orang yang hilir mudik mencari tempat. Namun, hal itu tidak memudarkan senyum miring yang terukir di bibir tipis Linzy. Netranya jatuh pada pintu masuk kantin, baru saja seorang perempuan bersama teman di sampingnya berjalan melewati pintu kaca itu. Melangkah cepat ke arah meja pojok.

Perempuan itu melewati mejanya, memaksa senyum miring Linzy kian terangkat. Wajah emosi di sana terlihat lebih jelas. Tepat meja pojok, langkahnya terhenti.

Di tempatnya terduduk, Linzy akan disajikan drama kedua sepasang kekasih itu. Ya ... setidaknya kedongkolan Linzy akan terbayar sedikit hari ini.

Keramaian akan canda tawa di setiap meja. Dan suara para penjaja makanan di kantin. Seperti teredam secara mendadak. Perhatian mereka semua teralihkan, kompak menoleh ke pojok kantin.

Tidak ada yang bersuara. Hanya wajah shock yang mereka tunjukkan, ketika melihat Laras—perempuan yang berstatus sebagai pacar Zion—menyiram jus jeruk ke pacarnya sendiri dari atas kepala.

Terkejut, tentu saja. Bingung jangan ditanya. Seluruh populasi kantin enggan membuka suara, menjatuhkan seluruh ketidakkepercayaan mereka pada apa yang ditontonnya sekarang. Terlebih dua orang yang duduk di meja yang sama dengan Zion.

Laras meletakan gelas kaca tadi di meja dengan sekali hentakan. Korban yang menjadi tontonan satu kantin terdiam semata. Merasakan tetes demi tetes air jus jatuh mengalir dari helaian rambutnya. Tersadar, Zion bangkit berdiri, menatap sang pacar.

"Lo apa-apaan sih, La! Lo gila, nyiram gue kayak gini!" bentak Zion tanpa sadar, dia menyentuh rambut basahnya. Noda orange mengotori bagian bahu seragam putihnya. "Maksud lo apa?!"

Arven dan Regha, kedua cowok yang ada di meja yang sama, memilih tidak ikut campur. Mendiamkan diri dibanding terlibat di perdebatan antara sepasang kekasih itu.

"Maksud lo apa?" Laras mengulang ucapan Zion penuh penekanan. Matanya mulai memerah. "Seharusnya gue yang nanya kayak gitu!" Si perempuan kalap. "Maksud lo apa ngelakuin itu ke gue?!"

"Gue ngelakuin apa?" Zion tidak mengerti sedikit pun. Otaknya berusaha memproses kesalahan yang mungkin dilakukannya. Namun, dia tidak berhasil menemukan.

Kesimpulannya hanya ada dua. Memang Zion tidak memiliki kesalahan atau otaknya terlalu lemot untuk mencerna.

"Lo nggak tau apa yang lo lakuin?!" Laras terlihat semakin ingin meledak. Dia mengeluarkan ponsel dari saku rok abu-abu selututnya. Menggulir layar sedikit kasar dan setelahnya dia meletakkan ponselnya di atas meja. Menimbulkan bunyi gebrakan.

"Lo liat!" titah Laras menunjuk ponselnya di meja.

Sedikit penasaran, Regha dan Arven serentak melirik layar ponsel Laras. Dentingan detik setelahnya, mereka membeku bersamaan. Sebelum menatap sahabat mereka dengan tatapan sulit diartikan.

Tak pelak, seluruh sendi Zion seolah terputus tanpa bisa direncanakan. Irisnya membulat. Dia terdiam di pijakannya. Sebelum pandangannya jatuh pada meja yang berada di depannya, tempat ketiga perempuan itu.

Pemandangan pertama yang Zion lihat ialah; wajah penuh ejekan Linzy dan senyum jahat yang terukir di bibir si perempuan.

Sialan. Tanpa berpikir dua kali, Zion sangat tahu siapa yang sudah mengirim foto itu pada Laras.

"Lo bisa jelasin, Yon?! Cewek ini siapa?!" Suara penuh hentakan itu, menggerakan kepala Zion kembali pada perempuannya. "Jelas banget ini bukan gue! Karena liburan kemarin gue nggak jalan sama lo!"

Bibir Zion terkatup rapat, sama sekali enggan untuk terbuka. Salah satu tangannya pun tenggelam di saku celana. Dia melirik perempuan yang berdiri di sebelah Laras.

Perempuan yang dilirik pun menggeleng. Bibirnya sudah terlihat pucat.

Senyum manis Zion mengukir di wajah. "Cewek itu ada di sebelah lo!"

Ucapan Zion mengundang netra Laras untuk membulat. Terkejut sekaligus tak percaya. Dia menoleh ke perempuan di sebelah, yang tak lain ialah temannya sendiri, Cindy.

Refleks tangan Laras mengambil kembali ponselnya. Lebih memfokuskan diri dan menatap dengan jelas perempuan yang berada di rangkulan Zion. Setelahnya indra penglihatannya benar-benar melebar tak sesuai ukuran.

"Jadi selama ini lo main belakang sama cowok gue?!" Laras membentak. Sedang Cindy semakin pucat tak terkira. Dia hanya sanggup menggeleng.

"Gue nggak main belakang sama Cindy," ucap Zion menarik pandangan Laras kembali. "Itu salah lo. Dua hari lalu gue udah ngajak lo jalan. Tapi lo malah nolak. Dan kebetulan Cindy nge-line gue, ngajak jalan, karena nggak enak nolak ya udah gue terima."

Santainya Zion menjawab, menggantungkan hening di sekelilingnya.

Ketiga perempuan yang memang tengah ikut menonton drama lebay itu tak bisa berkata, seakan tak percaya. Lebih lagi Retta, dia mematung dibuatnya. Kemana perginya Zion yang konyol di mata Retta? Bukan Zion brengsek seperti itu?

"Kenapa Zion ngomong gitu?" tanya Retta.

"Kenapa lo heran?" Linzy justru balik bertanya. "Bukannya gue pernah ngasih tau lo kalo Zion itu brengsek!"

"Ya, gue kira lo ngomong gitu karena lo benci Zion. Jadi gue anggap omongan lo cuma bercanda," ucap Retta pelan.

"Buat apa gue ngomong kalo nggak ada buktinya," dengus Linzy. "Itu kenyataan, dia emang brengsek."

Retta agak terkejut dengan nada suara Linzy. "Lo jangan ngomong gitu, Zi. Mungkin ada..."

"Mungkin ada apa, Ta?" Linzy sengaja memotong. Sorot kebencian jelas terpancar di iris kelabunya. "Lo itu nggak tau apapun. Gue tanya sama lo, Ta. Lo sekolah di sini baru berapa lama sih?" Retta tidak bisa menjawab. "Baru lima bulan, bukan? Jadi lo nggak tau sifat asli Zion."

"Bentar deh," Shena mengintrupsi perdebatan dua temannya. "Gue kira Laras bakalan langgeng sama Zion, karena dari semua mantannya dia yang paling lama sama Zion. Mereka pacaran selama sebulan. Iya kan?"

"Sebulan lo bilang lama?" tanya Retta heran.

"Ya, itu menurut perhitungan masa pacaran Zion, Ta. Karena biasanya masa pacaran Zion cuma bertahan selama seminggu," jelas Shena tak acuh.

"Seminggu?!" Retta terbelalak.

Obrolan penggosipan mereka dipaksa dihentikan, saat ketiga perempuan itu dikagetkan oleh bunyi tamparan yang menggema.

Serentak semua mata membulat tak terkira, memandang Laras yang mendaratkan tangannya di pipi Zion.

"LO BRENGSEK, YON!" teriak Laras. "Kita putus!"

Kata 'putus' seharusnya bisa melunturkan senyum manis Zion di wajah. Namun, mungkin itu hanya untuk orang lain, bukan seseorang yang selalu bercanda seperti Zion. Dia mengangguk, sambil mengelus pipi, bekas tamparan.

"Oke, kita putus," balas Zion, kian melebarkan senyum manis, menampilkan dagunya yang terbelah.

Tatapan luka yang tersirat pada iris Laras seolah tak tertahankan lagi. Jiwanya tak kuat menopang rasa pilu yang menebar luas. Terlebih tatapan dari seluruh pasang mata di kantin. Berbalik pergi, Laras hanya melirik Zion sekilas. Sontak Cindy mengikuti Laras dari belakang, terlihat berusaha untuk menjelaskan ke temannya itu.

Drama itu selesai. Sebagian orang kembali ke kegiatannya masing-masing. Meski masih ada beberapa orang yang membicarakannya. Namun, mereka tak mau ambil pusing, semua orang mengenal tabiat Zion; konyol, absurd, jail dan satu lagi suka mempermainkan banyak perempuan.

"Gimana tamparannya, Yon?" Regha bertanya.

Senyum konyol Zion tersemat kembali, seolah tatapan tajam tadi hanya imajinasi orang-orang. "Lo udah tau rasanya ditampar, Gha. Terus ngapain nanya lagi?"

Bola mata Regha bergerak malas. "Gue emang pernah ditampar, tapi cuma sama satu cewek. Nggak kayak lo yang ditampar banyak cewek."

Ketus, tentu saja. Zion hanya tersenyum lebar menanggapinya.

"Itu emang pantes bukan?" Arven berujar, tapi tatapannya tak teralihkan dari makalah di tangan. "Cowok brengsek kayak lo pantes dapet itu!"

Refleks tubuh Zion tercondong ke arah Arven. Regha ikut berdiri, mengantisipasi sesuatu yang mungkin akan terjadi di antara kedua sahabatnya. Namun, perkiraan Regha salah, Zion justru mengeluarkan senyum manisnya. Sedang Arven menaikkan kedua alis.

"Thanks lho pujiannya," Senyum Zion melebar di wajah.

"Sama-sama." Arven berujar dingin.

Zion menenggakkan tubuhnya kembali. Memandang kedua sahabatnya. "Gue tinggal bentar, harus ada yang gue selesain," ucapnya berlalu pergi dari meja mereka.

Serempak Regha dan Arven menaikkan kedua alis. Kala melihat langkah Zion mendekati meja Linzy bersama kedua temannya.

Dipaksa menghentikan obrolan Linzy bersama temannya, melihat tubuh jangkung Zion yang menjulang di samping meja mereka. Tangan Zion mengambil alih pergelangan tangan Linzy. Meski pelan, namun itu tetap terlihat memaksa.

"Ikut gue!"

TBC(30-04-18)
     Falsity♡

●●●●●

Kritik dan saran jangan lupa comment ya :)

Danke


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro