Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

FF(30) ● Rencana Latihan

Duh-duh udah bab 30 aja nih wkwkwk. Aku cuma tanya aja sih, kalian lebih suka up seminggu sekali apa cepet. Ayo direspon dundss :))

°

°

°

TIDAK ada yang lebih menyebalkan saat ponsel bergetar di tengah pelajaran, disaat dirinya tengah fokus pada setiap deretan kata yang sang guru jelaskan.

Rasanya Linzy ingin memusnahkan siapapun yang menambah kacau sistem otaknya.

Pelan, Linzy mengeluarkan ponselnya dari laci meja. Seharusnya dia tahu, melakukan ini sama saja menggantungkan nyawanya sendiri.

Malah bisa saja dia langsung diterkam oleh malaikat maut, alias Bu Ainun, karena bermain ponsel di tengah pelajaran. Situasi semakin memburuk sebab Linzy duduk tepat di depan dengan anak kesayangan sang guru—Retta.

Ingatkan Linzy jika dia akan membunuh orang yang membuatnya dalam masalah.

Setelah membuka ponsel secara diam-diam, Linzy sepatutnya tahu nyawanya terlalu penting untuk sebuah pesan dari makhluk absurd yang selalu mengganggunya.

Makhluk Astral: Jangan lupa hari ini latihan di rumah bunda gue :*

Makhluk Astral: Eh salah emot maksudnya ini :)

Linzy mendengkus disusul kepalanya yang menoleh ke bangku pojok. Tempat penyamun itu duduk di kursi baris kedua bersama Justin. Senyum cowok itu langsung menyambutnya.

Felinzy. L: Y

Setelah membalas, Linzy berpaling kembali ke depan. Mencoba mengerti penjelasan sang guru fisika walau otaknya seperti berasap saking lelahnya mencerna.

Makhluk Astral: Singkat banget mbak, huruf keyboard hpnya pada ilang ya?

Felinzy. L: Lo ganggu tau gak!!!!!

Makhluk Astral: Tambahin lagi tuh tanda serunya, biar chatnya gak singkat-singkat amat gitu🙈🙈

Karena malas membalas pesan line Zion dengan kata-kata, Linzy membalasnya dengan berbagai emot yang sering dipakainya. Asal saja tangannya memencet, tanpa melihat lagi dia langsung mengirim.

Dan mungkin itu adalah kesalahan besar.

Ketika ponselnya kembali bergetar, dia membuka roomchat-nya bersama Zion sambil menahan sabar. Sayangnya, kesabarannya justru menyurut berganti pada rasa terkejut luar biasa.

Dan tak sadar dia mengeluarkan sebuah makian. "HELL!"

Saking terkejutnya dia melupakan fakta jika satu kelas tengah fokus belajar. Kini, karena suaranya semua perhatian teralihkan padanya. Termasuk sang guru fisika—Bu Ainun—menatap Linzy seperti ingin menelannya bulat-bulat.

Lo bakalan mati abis ini, Zi!

"Kamu ngomong sesuatu Linzy?" inilah yang menjadi alasan Bu Ainun lebih menyeramkan dibanding malaikat maut. Suaranya itu memang lembut tapi tatapan dingin yang dilemparkan seolah membekukkan Linzy di tempat. "Atau kamu tidak suka sama cara belajar Ibu?"

Buru-buru, Linzy meletakan biang masalahnya yaitu; ponselnya ke kolong meja. "Tadi sa-saya ... itu, Bu. I-i-itu..." Aduh! Bagaimana dia menjelaskannya.

Dan disaat keadaan genting seperti ini, Tuhan menurunkan malaikat penyelamatnya. Retta, sahabatnya yang luar biasa.

"Maaf, Bu. Tadi sepatu Linzy gak sengaja keinjek sama saya."

Bu Ainun, menatap Retta, murid kesayangannya dengan tatapan penuh selidik. Membetulkan bingkai kacamatanya, guru fisika yang terkenal akan keganasannya itu akhirnya sebatas mengangguk. Mencoba percaya.

Sekarang Linzy bisa bernapas lega. Dia menoleh dan menatap Retta dengan gumaman pelan. "Thanks."

"Lo kenapa sih emang?" Retta bertanya pelan sambil mencatat soal yang mulai Bu Ainun tuliskan di papan tulis.

Sebenarnya keinginan Linzy sekarang adalah menghapus pesan yang sudah kekirim ke Zion tapi jelas hal itu mustahil karena Zion sudah membalasnya dengan pesan yang membuat Linzy naik pitam.

Agak malas dia mengambil kembali ponselnya, diserahkan ke arah Retta diam-diam dan pelan, tanpa menimbulkan kecurigaan dari guru di depan.

Retta menerima dan langsung menatap layar yang sudah terhubung dengan roomchat Linzy bersama Zion. Mata cokelatnya terbelalak membaca yang ada di sana.

Felinzy L:😡😬😠😤😠👹🔫🔪💣💑💏

Makhluk Astral:💏💏💏

"Ini lo yang ngirim emotnya?" Retta menatap Linzy tak percaya.

Linzy ingin menyangkal. Tapi memang itu kenyataannya. "Gak sengaja kepencet!" ucapnya sambil mendengkus sebal.

Sambil memberikan kembali ponselnya, jelas Retta menahan tawa. Jika Linzy tidak ingin melampiaskan amarahnya pada pelaku asli penyebab kedongkolannya. Dia tidak segan akan menginjak sepatu Retta sekarang.

Bisa-bisanya Retta menertawakan dirinya karena emot salah pencet sialan itu!

Sekali lagi, kepala Linzy menoleh ke bangku pojok. Pelototan dan aura permusuhannya hanya dibalas dengan senyuman andalan cowok itu. Dan jangan lupa kedipan sebelah mata yang lelaki absurd itu berikan.

Sialan emang Zion!

°°°°

Terkadang sesuatu yang diharapkan tidak selalu mengikuti keinginan. Disaat Linzy ingin memperlambat waktu pulang dan berlama-lama duduk di kursi walau tak mengerti penjelasan dari guru, bel sialan yang malas didengarnya itu berkumandang di seantero sekolah.

Anak lain bersorak gembira, tidak seperti Linzy yang memasang wajah nelangsa. Gimana dia tidak malas pulang, jika hari ini dia akan latihan bersama Zion. Lebih parahnya adalah Zion mengajaknya latihan di rumah bundanya.

Ah bagaimana ini...

Dia tidak pernah bertemu orang tua teman kelasnya secara dekat. Sekadar bertemu di acara sekolah atau pengambilan nilai semester , ya tentu kecuali kedua sahabatnya. Jadi sudah bisa kebayang bagaimana keadaan tak mengenakan itu nantinya.

Baru saja perempuan pirang itu selesai memasukkan bukunya ke tas ketika Zion menghampiri dan berdiri di depan mejanya.

Zion bukan saja menarik perhatian Linzy tapi juga Retta dan Shena.

"Mau latihan lagi?" Retta yang bertanya.

Zion mengangguk mantap.

"Kalian jadi sering berdua," Shena yang duduk tepat di bangku belakang Retta, ikut serta. Nada suaranya itu lho yang membuat Linzy ingin menyumpal buku ke mulutnya. "Ada apa-apa gak nih?"

"Apa-apa mah gak ada," jawab Zion santai. "Adanya opa-opa sama oma-oma."

"Dih gak nyambung lo!" Shena jadi sewot. "Gue nanya apa, lo jawab apa!"

"Makanya kalo ngomong yang jelas, Shen." Zion malah sok menasehati. "Lo kebanyakan gaul sama Ricky sih. Otak lo jadi ikut sengklek!"

Tidak seperti Linzy yang memasang wajah masah bodoh, Retta malah ingin tertawa melihat perdebatan tidak jelas ini.

"Ricky gak sengklek ya!" ucap Shena membela. Ricky yang masih berada di kelas, mengernyit mendengar namanya dibawa-bawa. "Yang otaknya geser tuh lo!"

"Cieee ngebelain, lo berdua udah jadian nih?!"

"Apa sih!" pipi Shena bersemu.

Pada Shena kelihatan malu-malu, Zion bukannya berhenti malah makin menjadi. "Ky, lo sama Shena udah jadian?"

Dengan santainya Ricky, sang ketua kelas, membalas sambil senyum. "Belom. Shena bilang dia gak mau ninggalin Linzy jadi jomblo sendirian!"

Jika Linzy rasanya ingin membunuh Ricky sekarang. Beda lagi pada gerombolan Zion, ketiganya malah tertawa. Beruntung kelas sudah sepi, tinggal Linzy dengan kedua sahabatnya dan Zion bersama dua makhluk absurd itu.

"Ini jadi latihan gak? Kalo gak pulang aja deh gue!" Linzy angkat suara sambil memasang wajah sedatar mungkin. Mengontrol emosinya yang ingin meledak.

"Jadi-lah, baperan banget lo dari kemarin, mintanya pulang mulu." Lelaki di depannya mencibir, baju seragam putihnya tertutup jaket denim yang selalu cowok itu pakai. "Sekali-kali mintanya nginap gitu."

Refleks Linzy memukul bahu Zion yang direspon tawa renyah cowok itu. "Bercanda gue, ya udah ayo."

Seperti yang memang cowok itu selalu lakukan empat hari lalu saat menemani Linzy keluar dari kesendirian di rumah, lelaki itu tanpa canggung meraih tangan Linzy. Yang berbeda kali ini adalah ada kedua sahabatnya dan Ricky-Justin.

Linzy tertegun apalagi kedua sahabatnya.

Ditambah Justin. "Gas terus, Yon jangan kasih rem kalo boleh oli-nya yang mahalan dikit biar cepet muternya. Gue tunggu lo bisa jinakkin singa betina modelan kayak Linzy!"

Tentu ucapan Justin dan Ricky membuatnya kesal. Ditepisnya kasar tangan Zion. "Sori, gue bukan nenek-nenek tua yang butuh gandengan lo pas nyebrang!" Bersama ucapan kasar itu, Linzy langsung berderap keluar kelas.

Senyum Zion mengulas sebelum menyusul langkah perempuan itu.

°°°°

"Cewek bitches lo udah tau gak kalo kita latihan hari ini?"

Zion mengurung niatnya untuk memakai helm. Ditatap Linzy yang sudah berdiri di samping motornya memasang wajah kesal.

"Tenang aja, udah gue suntik jinak supaya gak menggonggong lagi dia." Zion berkata santai. Tanpa peduli Linzy yang memelotot. "Ayo cepetan keburu sore!"

"Gue serius, Yon!" Linzy menghentak kakinya kesal. "Gue nggak mau ya nyari masalah sama Cindy, pacar drama queen lo itu!"

Zion memasang wajah geli sambil mencondongkan tubuh ke tangki bensin motor sport-nya. "Lo baru aja ngatain Cindy di depan cowoknya lho." Lelaki itu mengingatkan.

"Kenapa emangnya?" Linzy melipat kedua tangannya di dada. "Lo mau marah? Atau lo mau aduin gue ke dia. Sorry to say, but I don't care!"

"Lo beruntung karena mulut gue gak seember itu," Zion terkekeh. "Ayo naik, gue nggak mau di sini sampe kaki seribu selesai ngitung kakinya."

Garing banget! Linzy mencibir. Meski dia akhirnya mengikuti keinginan laki-laki itu.

Setelah mencari posisi duduk yang pas di jok motor, Linzy berpegangan pada tas Zion yang bertengger di tengah antara mereka. Deru motor cowok itu meraung sebelum mengegas menuju jalan raya.

Kendaraan lain menyambutnya. Beberapa mobil disalip Zion dengan gerakan santai tidak terburu-buru seperti beberapa hari lalu. Ini yang membuat Linzy bisa bernapas lega, setidaknya jantungnya tidak harus bekerja ekstra.

Selama perjalanan Linzy tidak berbicara. Hening itu memeluk keduanya, meski diawal Zion berusaha mengajaknya mengobrol, yang tak diacuhkannya. Bagaimana bisa dia merespon ucapan cowok itu jika yang menjadi pembahasan adalah hal absurd yang malas dia dengar.

Contohnya seperti pertanyaan; "Zi, kenapa kaki bebek ada dua?" atau, "Zi, kenapa suara kambing itu mbeek, bukan mwooo kayak sapi, padahal sama-sama makan rumput?"

"Zi, coba nengok ke kiri dah?" dan begonya Linzy mengikuti. "Cieee anak kucing gue nurut." Selain memukul kepala belakang Zion, tentu tak ada lagi yang Linzy lakukan.

Otak cowok itu memang butuh diservis!

Pada langit sore yang tampak sendu, Linzy terlena. Kelabu menghias di sana, menghalangi sinar mentari menyinari cakrawala. Tunggu saja saat rintik hujan jatuh dan membasahi jalan kota.

Terlalu dibuat kagum akan ciptaan Tuhan, sampai dia tersentak sekaligus terdorong ke depan karena motor Zion yang berhenti tiba-tiba.

Beruntung tas cowok itu menjadi penghalang dada Linzy menubruk punggungnya. Kalau tidak Zion akan habis saat ini. Tapi, dia tetap kesal jadinya.

"LO SENGAJA YA NGEREM MENDADAK GITU!" teriak Linzy emosi. Zion di depannya tidak bereaksi apapun didetik pertama. Tapi perlahan kepalanya menoleh pada Linzy didetik kelima, menatapnya horror.

Suasana seperti berubah mencekam, seolah ada sesuatu yang tak diinginkan datang di waktu yang salah.

"Lo kenapa sih?!" Linzy mendadak takut. Pikiran tak mengenakan mulai berlarian di kepalanya. "Jangan bilang lo ... nabrak orang?!"

Gelengan Zion tentu berhasil mendatangkan kelegaan Linzy. Sialnya, dia jadi kesal karena ekspresi Zion berhasil memancing ketakutannya tadi.

"Terus kenapa tampang lo kayak orang oon gitu?!"

"Motor gue..." cicit Zion. "... bensinya abis," lanjutnya sambil menyengir.

"WHAT!" Linzy tidak bisa mengontrol lagi suaranya karena kaget luar biasa. "Lo bercanda kan?!"

Apa yang lebih mengerikan dibanding gelengan dan ekspresi serius Zion sekarang?

Linzy tidak tahu harus berkata apa. Mulutnya terbuka, tapi kalimat juga tak kunjung keluar. Ekspresinya sudah seperti orang tolol yang mendapatkan berita tentang alien ternyata tinggal di bumi.

"BEGO LO!" refleks Linzy mengumpat sekaligus memukul pundak Zion berulang kali dengan kasar. "Kenapa lo bego banget sih?! Otak lo kemana emangnya?!"

"Otak gue di kepala-lah." Disaat begini, Zion masih saja membalas ucapannya. Dia berusaha mengelak dari pukulan Linzy yang tak henti. Malah sepertinya makin membabi buta karena balasannya tadi. "AMPUN, Zi! Sakit punggung gue lama-lama!"

"Lagian lo tolol banget sih! Emang dari tadi lo gak liat jarum bensin motor lo yang udah mau sekarat?!" Satu pukulan bersamaan dengan pertanyaan itu, Linzy akhirnya berhenti memukul Zion.

Bukan karena kasian cowok itu sudah kesakitan. Tapi jelas Linzy tidak ingin terlihat seperti pacar yang marah-marah karena tahu cowoknya selingkuh. Apalagi di pinggir jalan seperti ini, bisa jadi tontonan orang-orang Linzy jadinya.

Zion melepas helm, mengacak-acak rambutnya yang memang berantakan. "Gue sebenernya udah tau kalo bensinnya mau sekarat," itu pengakuan yang otomatis membuat Linzy ingin menjambak rambut cowok itu sampai botak. "Tapi gue pikir bensin segitu cukup buat sampe rumah."

"Tapi ternyata..." Linzy menahan gertakan gigi yang seakan ingin merobek lidahnya itu saking gregetan. "Gak cukup kan?! Tadi kita udah lewatin dua pom bensin, Yon. Dan lo bukannya berhenti malah lanjut di keadaan bensin lo yang udah sekarat. Lo bener-bener cowok bego yang gue kenal tau gak!"

Lelaki berjaket denim itu menggembungkan pipi. Raut yang bagi cewek lain histeris karena terlalu imut, sayangnya perut Linzy mendadak bergejolak ingin mual.

Jika emosi dilawan emosi pasti percikan api akan timbul dan membakar mereka. Dan jelas Linzy tidak akan melakukan itu walau di keadaan marah sekali pun.

"Terus ini gimana?!" tanya Linzy akhirnya. Berupaya mengusir kekesalan yang tak kunjung mereda.

"Ya terpaksa ngedorong sampe pom bensin yang dekat sini."

"Dorong?!" Mata Linzy membeliak lebar. "Bensinnya emang abis total, sampe gak bisa jalan?!"

Kepala Zion mengangguk patah-patah seakan siap untuk menerima amukan Linzy sekali lagi.

Entah apa yang bisa Linzy katakan. Otaknya mati total, hanya ada kekesalan yang ingin sekali dilampiaskan. Tapi sekuat mungkin berusaha diredam. Ditarik napasnya panjang-panjang, sebelum dibuang dengan amat perlahan.

"Lo nggak usah ngedorong kalo emang gak mau," Itu Zion yang masih menolehkan kepalanya ke arah belakang, menatap Linzy dengan sungguh-sungguh. "Maksud gue, lo bisa tetep duduk di atas motor dan gue yang ngedorong. Gue takut lo capek kalo jalan, lumayan jauh juga jarak pom bensinnya dari sini."

"Eh enggak-nggak," seru Linzy beririingan dengan kakinya cepat-cepat turun dari motor. Berdiri tepat di trotoar. "Nggak mau gue! Masa lo ngedorong dan gue cuma duduk manis di atas motor. Gue jalan kaki aja, tapi gue gak dorong motor lo ya. Lo sendiri aja!"

Lama lelaki itu terdiam, tapi didetik sepuluh senyum miring yang seakan meledek terulas tipis di sana. "Ah ... entah kenapa ucapan lo agak sweet gitu, Zi."

What! Linzy melongo.

"Gue tau kenapa lo gak mau duduk di atas motor dan ngebiarin gue ngedorong. Lo gak mau gue capek kan? Iya kan?"

Apa sih?! Linzy jadi kesal lagi mendengar tingkat kepercayaan cowok itu.

"Plis ya, Yon! Lo jangan sering-sering ngehayal kayak gitu, nanti lo gak bisa bedain mana mimpi mana dunia nyata!"

Justru Zion tergelak. Sudah dibuat tidak percaya oleh respon cowok itu, ditambah Linzy merasakan usapan lembut di kepalanya. Sialnya, dia membeku di pijakan.

"Kayak lo, gue pikir lo sebatas mimpi yang nggak akan jadi nyata."

Sempurna! Linzy benar-benar membeku bersama lidahnya yang tidak bisa bersuara. Bagaimana sorot lembut dan ucapan tenang yang cowok itu ujarkan mematikan segala sistem tubuh yang bekerja menjalankan tugasnya.

"Yon..."

"Keren gak tuh kata-kata?" Zion memotong keinginan Linzy berkata yang diusahakannya susah payah. "Gue nemu di gugel kata-katanya. Keren kan?"

Seharusnya memang dari awal Linzy tidak usah menaruh kepercayaan terlalu tinggi jika akan dijatuhkan seperti ini.

"Lo tuh!" Linzy memukul pipi kiri Zion pelan.

Bodoh, tentu saja, Linzy berpikir terlalu jauh akan perkataan Zion tadi. Sangat bodoh lebih tepatnya karena dia berpikir Zion memiliki perasaan kepadanya.

Zion menyukainya? batin Linzy seolah menertawakan kesimpulan di otaknya. Itu tidak mungkin!

Sampai kapan pun juga di antara mereka hanya ada perdebatan dan pertengkaran, bukan sesuatu yang akan melibatkan perasaan.

●●●●●    

Itu bener nemu kata-katanya dari gugel Yon? Bukan kode :v

Bab selanjutnya Linzy ketemu Bunda Friska *spoiler*
Ada yang nunggu gak nih?

Makasih yang udah selalu mampir :*
Linzy pengin kissbye, eh udah frustasi duluan sama Zion wkwkwkkw

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro