FF(24) ● Awal diakhir?
Divote ya sayang-sayangkuh :*
°
°
°
Terkadang aku lelah berpura-pura, yang padahal melihatmu dari kejauhan saja, berhasil membuat jantungku berdegup tak terkira.
°°°
KEPUTUSAN sudah diambil kalau boleh digaris bawahi biar jelas, jika Linzy berhenti mencari tahu apapun mengenai Zion. Rasa penasaran dan segala pertanyaan itu akan dia buang jauh-jauh.
Tenang, Linzy bukan kepikiran dengan ucapan Regha kemarin lusa, yang katanya dari rasa penasaran ujung-ujungnya suka. Astaga! Mulut Regha memang harus disumpal kaus kaki.
Untuk apa dia memikirkan perkataan tidak jelas itu?
Menyukai Zion?
Harus Linzy tekankan jika hal itu tidak akan pernah ada di kamus besar miliknya.
Di kalender hari ini tercoret merah—hari libur nasional. Bebas untuk banyak orang tapi Linzy merasa terkurung oleh sunyi.
Walau tanggal merah sekali pun rumah Linzy tidak ada siapapun selain dirinya dan para pekerja di rumah. Itu menyedihkan bukan?
Jadi untuk menghibur dirinya sendiri, Linzy pergi ke minimarket di luar arena kompleks perumahannya. Di sana, berbagai makanan dia ambil. Dari snack keripik jagung berukuran besar, dua batang cokelat, wafer berbagai rasa.
Keranjang belanjanya sudah hampir penuh, bahkan belum ditambah dengan beberapa kaleng soda dan botol aneka merek teh yang diambil.
"Yang gue tau makanan hamster itu kuaci."
Tangan Linzy yang terjulur hendak meraih yogurt di lemari pendingin terhenti. Dia menoleh ke belakang, tapi hanya ada rak makanan yang menghalangi seseorang yang berbicara tadi.
Linzy menuntaskan niat awal untuk mengambil yogurt dan menaruhnya di dalam keranjang. Disusul suara yang mengeluarkan kalimat sebelumnya.
"Gue ke minimarket buat nyari makanan manusia, bukan hewan!"
Linzy diam, kakinya seperti dipaku ke lantai. Sial, dia mengenal suara itu.
"Kenapa lo gak nyari sendiri aja sih, Tin? Makanya kalau belum bisa ngurus diri sendiri nggak usah sok ngerawat hewan peliharaan!"
Berusaha untuk tidak ambil pusing orang yang sudah memenuhi kepalanya sekarang, Linzy beranjak keluar dari himpitan rak makanan, bersamaan dengan langkah kaki yang mendekat dan suara yang lebih jelas terdengar.
"Ribet lo dog, gue harus nyari petshop dimana? Udah kasih kuaci aja dari warung Nek—"
Tepat di luar sisi rak makanan dan minuman, kaki Linzy berhenti terayun, pun orang yang berada satu langkah di depannya. Mulutnya seketika terkatup.
Terpaku pada pertemuan yang tak terduga, keduanya menatap satu sama lain tanpa bicara. Sampai didetik ke lima, yang lelaki membuka suara.
"Lo di sini?" Yang lelaki jelas terkejut, tapi Linzy sama sekali tidak kaget, karena pertama kali mendengar suara tadi saja, alam bawah Linzy langsung sadar suara siapa itu.
Suara Zion. Lelaki itu ada di sini.
"Mm." Linzy mengangguk. Melihat telepon masih tertempel di telinga Zion, lebih lagi dia bisa mendengar suara Justin di ujung telepon. Tapi sadisnya, Zion tidak merespon lalu mematikan sepihak.
"Lo kok bisa di sini?" kerut dahi Zion masih heran.
Linzy memindahkan posisi keranjangnya ke tangan kiri. "Emang gue gak boleh di sini?"
Lalu Zion tersenyum penuh makna. "Lo nge-stalk gue ya?"
Sebatas mendengkus, Linzy tidak heran lagi dengan tingkat kepercayaan Zion yang selalu di atas rata-rata.
"Mungkin lo yang malah nge-stalk gue," Linzy berujar sinis. "Kompleks perumahan gue dideket sini, jadi bisa ditebak siapa yang ngikutin siapa."
Senyum Zion terulas kecil. "Gue nggak sengaja mampir karena mau beli ini." Lalu menunjukkan kaleng kopi bermerek di tangan.
Karena kalau lama-lama berdiri di dekat Zion, Linzy bisa darah tinggi. Perempuan yang memakai jumpsuit pendek itu memilih berlalu menuju kasir.
Sialnya di belakang Zion mengikuti. Baru lima langkah, dan kesabaran Linzy terkuras. Dia berbalik.
"Lo mau ngapain sih?!"
Untungnya Zion tepat waktu menahan langkahnya berhenti. Kalau tidak, adegan tabrak-menabrak tidak terhindarkan lagi.
"Mau bayarlah," ujarnya sambil sekali lagi menunjukkan kaleng di tangannya.
Kepala Linzy terasa ingin pecah. Ingin menikmati hari liburnya, malah terganggu oleh makhluk astral ini.
Abaikan saja dia, Zi!
Hanya ada satu orang yang berdiri di dekat kasir. Dari postur tubuhnya, bisa ditebak perempuan itu anak kuliahan. Linzy berdiri di belakangnya, mengantri. Sialnya Zion menjulang di balik bahu Linzy, dan itu sangat mengganggu!
Yang lelaki berbisik, "Mending gue duluan, Zi. Makanan lo itu banyak, sedang gue cuma satu. Jadi lo gak kelamaan nunggunya."
Tidak ada respon, sebatas delikan tajam yang Linzy berikan.
Giliran Linzy. Mbak kasir di depannya mengeluarkan seluruh isi dari keranjang. Lalu entah apa yang akan Zion lakukan, dia tidak lagi berdiri di belakang Linzy dan pindah berdiri di sampingnya.
Nih orang mau ngapain sih?!
"Mbak," panggilan Zion sejenak menghentikan si penjaga kasir melakukan pekerjaannya. Dia menoleh pada Zion dan lelaki itu meneruskan kalimat. "Punya saya gabung aja sama punya cewek ini, nanti saya yang bayar semuanya."
Linzy tidak pernah menyangka soal ini. Dia hendak protes dan memaki Zion karena kekesalan yang sudah tidak terbendung. Tapi niatnya terkurung oleh perkataan Mbak kasir di depannya.
"Oh jadi Mas pacarnya Mbak ini?"
Linzy memelotot. Tapi bodohnya, penjaga kasir itu sudah langsung mengambil kesimpulan, melihat bibir Zion yang membentuk senyum.
"Pantes Mbaknya keliatan ngambek gitu, lagi kesal sama pacarnya ya Mbak?"
Mulut Linzy sudah siap melayangkan penolakan. Tapi lagi-lagi tertahan karena Zion yang membuka mulut.
"Dia emang sering ngambek, Mbak. Untung sayang..." Diakhir kata, Zion memberikan senyuman pada Linzy.
Perempuan yang menjadi topik mendesis, emosinya kian menanjak naik. Kalau hari ini Zion memang berniat untuk mengganggu dan memancing rasa kesalnya, maka Linzy ucapkan selamat. Karena lelaki itu berhasil mendapatkannya!
Si Mbak kasir tertawa lalu memindahkan tatapannya pada Linzy. "Jangan sering ngambek, Mbak. Nanti pacarnya diambil orang lo."
Di sebelahnya Zion menunduk, kelihatan menahan tawa yang ingin meledak. Linzy hanya diam, tapi jelas tangannya sudah terkepal siap menonjok. Lihat nanti kalau mereka sudah keluar dari minimarket.
Zion akan habis di tangan Linzy!
°°°°
Ini waktunya untuk mengeluarkan segala kekesalannya. Pintu minimarket tertarik dari dalam, mengeluarkan dua sosok yang sejak tadi tertahan karena melakukan transaksi dan juga mendengar celotehan mbak kasir tanpa henti.
Kuping Linzy sudah panas, siap melayangkan protes di dekat motor Zion terparkir. Sayangnya, semua protesan Linzy terikat di ujung lidah karena kalimat yang lelaki keluarkan.
"Lo mau nemenin gue gak hari ini?"
Linzy menganga. Kalimat lelaki berpakaian kaos abu-abu biasa dengan jeans sobek dilutut itu tidak pernah disangka. Menepis keterkejutan, Linzy menatap Zion tidak percaya.
"Lo gila hah?! Setelah buat gue emosi tadi, lo malah minta gue untuk nemenin lo?!"
Zion mengangkat bahu tak acuh, sementara tangannya bergerak membuka penutup kaleng kopi yang dibelinya tadi. "Ya kali aja lo mau nemenin gue cari makanan hamsternya Justin, kasian udah gak makan dua hari."
Wajar tidak, jika alasan Zion mengajak Linzy untuk menemaninya itu membuat dia terperangah. Lelaki itu hanya meminta ditemani untuk mencari makanan hamster? HAMSTER?!
Benar-benar gila nih cowok?!
"Lo waras, Yon?" wajah Linzy datar kala bertanya. "Buat apa gue nemenin lo nyari makanan hamster? Peduli juga nggak, gue sama hamster-nya Justin."
Tidak diberi kesempatan Zion untuk membalas ucapannya, lebih dulu Linzy mengeluarkan dua lembar uang bewarna merah dari tas selempangnya lalu mendorongnya ke arah si cowok.
"Nih," Kaleng kopi yang hendak ditegak berhenti di bibir Zion. "Gue nggak mau berutang sama lo, dan gue nggak pernah minta lo bayarin makanan gue!" Melihat Zion masih bisu, yang perempuan menyodorkannya lebih dekat. "Ambil!"
"Kalo lo nemenin gue hari ini, lo gak perlu gantiin uang gue. Gimana?" ujar Zion santai sambil meneguk isi kalengnya sekali habis sebelum melemparnya ke tempat sampah. Dan mulusnya, kaleng itu berhasil masuk.
Linzy menggeleng lalu tertawa hambar. "Lo terlalu pede, Yon. Lo pikir di antara nemenin lo atau gantiin uang lo, gue bakalan milih yang pertama? Jelas gue lebih milih yang kedua!"
Bagai pedang kalimat Linzy menusuk. Zion diam tanpa kata, bahkan hingga perempuan ber-jumpsuit polkadot itu meletakkan uang tadi di atas jok motornya.
Yang perempuan menatapnya lalu hendak berbalik bersama satu kantung besar di tangannya, jika kesadaran Zion tidak kembali dan menarik tangan perempuan itu untuk menghadapnya lagi.
"Gue cuma butuh temen jalan." Senyum Zion mengembang, tangannya memegang pergelangan Linzy erat seakan enggan dilepaskan.
Hal yang sia-sia Linzy lakukan adalah menarik tangannya untuk terlepas. Bahkan kantung plastik digenggamannya bergerak kesana-kemari.
Dia menatap emosi cowok di depannya. "Lo butuh temen jalan? Cih! Kenapa lo gak ajak cewek lo itu!"
"Ngajak dia ribet, mending ngajak lo."
"Tapi gue nggak mau!" Linzy masih bersikeras.
"Cuma kali ini aja lo nemenin gue. Gue nggak tau petshop daerah sini ada dimana aja."
"Modus lo kebaca, Yon. Kenapa lo gak cari di google maps?!" Sekuat mungkin dia melepaskan diri dari cengkaraman Zion. Tapi hasilnya nihil. "Lepas, Yon!"
"Lo bener-bener gak mau?"
"IYA!" Api mulai berkobar di iris kelabunya. "Ribuan kali pun kalo lo nanya kayak tadi, jawaban gue bakalan sama!"
"Kalo gue nanya jutaan kali?" Zion makin menyebalkan.
"Ya tetep aja jawabannya gak akan berubah!" Usaha Linzy untuk melepaskan diri cukup besar. Sayangnya, tenaganya tidak cukup berhasil mengalahkan lelaki di depannya. "Lepas tangan gue, Yon!"
"Oke," senyum Zion mengembang, rontaan Linzy untuk melepaskan diri pun terhenti. Si lelaki membebaskan genggaman Linzy. "Gue nggak akan maksa," dia mengambil uang Linzy yang diletakan di atas jok motornya, menarik tangan Linzy, lalu mengembalikan uang milik perempuan itu. "Lo gak perlu gantiin uang gue."
Speechless. Satu kata yang mengambarkan keadaan Linzy kini. Diam tanpa ada pergerakan melihat Zion yang mulai menaiki motornya.
Sejak kapan Linzy merasa bimbang seperti ini? Pergulatan batin dan otaknya membuat Linzy bingung setengah mati. Kenapa dirinya merasa tak enak hati hanya karena penolakannya tadi?
"Nggak bisa gitu dong!" Sekian detik diam setelah meronta, membebaskan diri dari pergulatan batin sendiri, Linzy buka suara. "Gue nggak mau punya utang sama lo!"
Baru saja Zion hendak memakai jaket denimnya, diurungkan kembali niat itu. "Gue nggak anggap itu utang, anggap aja hari ini gue lagi traktir lo."
"Tapi masalahnya gue nggak bisa nganggep begitu!"
Linzy menarik napas, mengeluarkan perlahan. Sial. Linzy bingung harus bagaimana. Mungkin dia akan menyesal setengah mati karena memutuskan untuk mengikuti permintaan Zion.
Ingatkan Linzy jika dia masih waras karena mengatakan ini, "Fine! Gue ikut lo nyari makanan hamster-nya Titin!" Dengan raut merasa dikalahkan Linzy memandang Zion tajam. "Tapi inget kalo gue kepaksa, karena gue nggak mau berutang apapun sama lo!"
"Kalo kepaksa mending gak usah," Zion selesai memakai jaketnya, lalu hendak memakai helm putih di kepala.
"Iya-iya gue gak kepaksa!" Lagi, perempuan pirang itu menahan gerakan Zion. Linzy kalah telak kali ini.
Binar itu jelas tampak di mata Zion. Lebih dengan senyum yang melebar sempurna. Linzy tahu, Zion merasa dirinya menang karena bisa mengganggunya.
Zion turun dari motornya sekaligus mengangguk dan masih mengumbar senyum. "Oke kalo gitu, siniin belanjaan lo," tangan Zion terulur meminta Linzy menyerahkan kantung pastik di genggamannya.
"Buat apaan?!" Entah kenapa Linzy tidak pernah bisa berpikir positif dengan semua kelakuan Zion.
"Buat dititip di minimarket, gak mungkin dibawa-bawa, berat."
Linzy mendengkus kasar. Lalu sama kasarnya memberikan kantung plastik di tangannya pada Zion. Diterima kantung itu dengan senyum.
Dengan gesitnya dia langsung melangkah ke dalam minimarket, berbicara singkat dengan mbak kasir, kemudian tak lama berdiri di samping Linzy lagi dengan helm lain di tangannya.
"Ini," dia menyerahkan helm bewarna biru pada Linzy. "Gue cuma bawa satu helm, jadi tadi gue minjem helm mbak kasir tadi. Eh ternyata langsung dikasih, cuma dia bilang sesuatu ke gue ... lo mau tau nggak dia ngomong apa."
Meski kesal, Linzy ikut penasaran. "Apa emangnya?"
"Dia bilang 'Nih mas, jangan dibuat ngambek lagi pacarnya, kasian kalo cemberut terus, nanti ada keriputnya' gitu." Zion menjelaskan dengan santai, tanpa tahu kalau penjelasan tadi membuat Linzy ingin menggetok kepala cowok itu dengan helm.
Yang lelaki sudah menaiki motornya, menyiapkan footstep untuk Linzy. Memakai helm putih di kepala bersamaan dengan Linzy yang mulai naik bertumpu pada footstep dan bahunya.
Di balik helm, mati-matian Zion menahan senyum yang ingin melebar tak terkira.
Di sisi lain Linzy bingung harus berpegangan pada apa. Karena tidak mungkin dia memeluk pinggang lelaki itu. "Gue pegangan apaan nih?"
"Terserah lo."
Hanya kata itu, Zion sudah langsung mengegas motornya dan refleks yang perempuan mencengkeram jaket yang lelaki kenakan dan mengumpati Zion dalam hati.
●●●●●
Yee Zion maksa -____- untungnya gak ada tanduk yang muncul di kepala Linzy saking kesalnya wkwkwk.
Part berikutnya mungkin terkhusus untuk scene Linzy dan Zion. Siapin aja kesabaran ekstra buat liat mereka berdebat di sepanjang part :v
Playboy kesayangan Bunda Friska (Auto lagi males bikin gif, jadi foto aja wkwkw)
Makasih yang udah vote ataupun komen, dikecup jauh sama Zion pokoknya \(^O^)/
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro