Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[DP20 - Epilog]

Aku terjaga di sebuah tempat yang terlihat seperti taman. Untuk sesaat aku tidak tahu di mana aku, lalu aku menyadari sesuatu—ini mimpi. Aku bermimpi.

Kutegakkan posisi tubuhku. Sedari tadi aku tidur di atas sebuah bangku. Di sebelahku, Dhika. Tampak jauh, jauh lebih sehat dari sebelumnya. Harapanku sedikit melonjak, namun ketika melihat bibirnya yang pucat, aku tahu, dia hanya sedang mengunjungiku.

"Kenapa lo nyuruh gue nggak minta maaf sih," gerutunya. "Terus gue harus ngomong apa?"

Aku antara ingin tertawa dan menangis, dan aku malah merangkulnya. "Nggak tau. Nggak peduli."

Dhika melepaskan diri dariku. "Udah ah. Katanya lo kangen. Makanya gue ke sini. Disuruh Bunda."

"Bunda baik banget kan?" Aku tersenyum. Sekilas, aku mengira ada semburat merah di pipi Dhika yang pucat. "Satu-satunya yang Bunda minta ke gue sebelum meninggal adalah ngejagain elo. Dan gue rasa gue gagal. Gue—"

"Aturan lo berlaku buat lo juga," potong Dhika. "Bunda. Dia itu malaikat."

Aku mengangguk. Senyumku masih belum bisa hilang. Melihat Dhika, ada sedikit rasa sesal kenapa aku tidak berhasil mendidiknya lebih baik—seperti mencegahnya agar tidak terjerumus masalah-masalah berat—tapi biar begitu, aku senang melihatnya lagi. Meski mungkin ini adalah kali terakhir.

"Gue banyak berandai," katanya. Menatap jauh ke depan.

"Sama." Aku menoleh padanya. "Tapi gue nggak ingin mikirin itu."

"Terus, mikirin apa?"

"Mikirin gimana lo udah buat gue ketawa, buat gue nangis. Tersenyum dan terluka. Lo mungkin banyak ngelakuin kesalahan, tapi tanpa elo, hidup gue kosong. Hitam-putih. Thanks to you, hidup gue bermakna. Dan berwarna, kayak pelangi."

Dhika tidak membalas untuk sekian lama. Dan aku membiarkannya. Aku ingin menikmati kebersamaanku dengan Dhika selagi aku sempat.

"Lo perlu move on," ujarnya datar. "Elo, Dhito, Ayah. Juga Ruben, Dhimas, dan yang lain. Tanpa gue. Gue akan selalu stuck di sini, tapi lo semua harus terus maju."

"Gue harap semua ini sesimpel itu."

"Lo lebih mampu dari yang lo kira, Kak." Dhika menoleh padaku. "Vas kita akan selalu retak. Nggak utuh karena gue udah nggak ada. Tapi lo masih bisa ngebenerin semuanya. Seenggaknya, walaupun nggak utuh, vas itu akan lebih kuat."

"Ini nggak semudah itu," sahutku seraya menggeleng. "Nggak, ini lebih susah karena lo nggak ada...."

Dhika memelukku lembut. "Lo bisa," bisiknya, mengelus punggungku. "Gue nggak akan bisa bantu elo, tapi lo pasti bisa."

Aku balas memeluknya. Erat. Aku tidak ingin melepasnya. "Aku sayang kamu, Dhik," ucapku lirih.

"Aku juga, Kak Dhira." Pelukannya sedikit lebih erat, dan samar, aku bisa merasakannya mengecup pipiku. "Aku juga."

Dan Dhika menghilang. Kali ini, untuk selamanya.




...

Yeay, Deadly Pleasure resmi tamat! :'D

Tapi gak aku nyalain dulu completed-nya karena masih akan ada dua extra part, so stay tune!

Terima kasih banyak buat kalian yang udah baca DP sambil berharap Dhika akan tobat. Sampai nangis saat akhirnya dia gak tobat dan malah... you know.... Aku sungguh terhormat karena kalian mau baca cerita ini, mau ngikutin dari TRD, dan mau nunggu sampai TsNT muncul. Kalian the best in the world, kalian udah bikin aku senyum-senyum sendiri sampai pengen nangis lagi pas baca comments kalian :")

Aku senang punya kalian. Thank you so much!

Dan btw maaf, aku gak bisa buat kayak TRD (ngasih dedikasi ke pembaca) karena pembaca DP pas cerita ini on-going lebih banyak :") jadi hadiah kalian ada di dua extra part dan satu kelanjutannya, yaitu There's No Tomorrow yang akan di-publish kira-kira tanggal 15. Tenang, nggak akan sesedih DP kok :") palingan rada angst (dan rada lebih pendek kayaknya).

Selamat menunggu!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro