Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[DP10 - Terluka Sendirian]

Aku membereskan meja yang penuh tumpukan pekerjaan saat sudut mataku menangkap sosok Aditya yang sedang berjalan menghampiri. Sudah dua minggu lewat sejak hari itu, dan dia belum menanyakan soal Dhika sama sekali. Dalam hati aku bersyukur karenanya. Aditya benar-benar tahu kapan waktu yang tepat untuk bertanya.

"Hei." Dia berhenti di depan mejaku. "Bagaimana kabarmu?"

"Lumayan, terima kasih sudah bertanya." Aku tersenyum.

"Kamu mau makan bareng? Kebetulan sudah jam istirahat."

Setelah menimbang-nimbang—dan diimingi akan ditraktir—akhirnya aku mengiyakan. Aditya mengajakku makan di kafe dekat kantor. Kafe bernuansa modern dengan sentuhan alam di sana-sini terasa nyaman—bunga-bunga serta tanaman yang digantung di dekat dinding membuat tempat ini terasa segar.

Melihat bunga membuatku teringat akan perkataan Aditya waktu itu. Vas bunga.... Dhito sudah bercerita padaku mengenai Dhika. Yang menemukan rumah pada hal yang kami berdua benci setengah mati—hal yang ingin kami jauhkan darinya. Sejauh itulah kami dari dia—sejauh itulah dia sudah berhasil lari. Aku hanya tidak yakin apakah kami bisa mengejarnya.

"Dhika baik-baik saja?" tanya Aditya, sesudah kami memesan makanan—dia yang memilih, aku hanya ikut. "Dia nggak terlibat masalah lain kan?"

Aku tersenyum seraya menggeleng. "Terima kasih atas bantuanmu. Jika tidak ada kamu, saya nggak tau harus ngapain."

"Kita sekarang di luar kantor, kamu nggak harus terlalu formal denganku." Aditya menyeringai. "Santai, kamu bisa minta bantuanku kapanpun."

"Kebiasaan," aku tertawa. "Tetap saja, say—eh, aku—nggak enak kalau terusan meminta bantuanmu."

"Nggak ada salahnya kok minta bantuan kalau kamu merasa nggak sanggup. Jangan merasa nggak enak. Kamu nggak bisa melewatinya sendirian."

Aku terdiam. Aditya memang benar. Hanya saja... mungkin egoku yang terlalu besar. Dhika adalah tanggung jawabku, dan selamanya jadi kewajibanku untuk menolongnya. Tanpa aku menyadari bahwa Dhito pun ingin ikut membantuku. Juga Aditya. Aku hanya merasa ini semua tanggung jawabku penuh karena aku merasa gagal menjadi kakak Dhika.

Sejak dia hadir di dunia ini, hanya aku sosok yang bisa dia anggap ibu, kakak, dan panutannya. Dhito tentu masih terlalu kecil untuk itu—dia baru dua tahun saat Dhika lahir. Akulah yang merawatnya saat Ayah menyibukkan diri. Akulah yang mengurus mereka berdua sejak mereka kecil—aku jadi merasa bersalah jika mereka tidak berhasil memenuhi ekspektasi masyarakat.

Aku akui, aku masih banyak kesalahan. Tapi melihat Dhika tumbuh menjadi seperti ini, aku merasa gagal membesarkannya.

"Dhira."

Tampaknya sedari tadi aku melamun. Aku menggumam sambil mendongak, bertemu persis dengan sorot Aditya yang lembut dan paham. Sorot yang menelusup ke dalam diriku dan tahu persis apa yang sedang kurasakan, kupikirkan. Untuk sejenak, kami berdua saling menatap, sampai aku merasa jengah dan menundukkan kepalaku.

"Biarkan aku menolongmu," ujarnya tanpa ragu. "Aku tau kamu tau, Ra, aku nggak akan membantah. Aku memang menyukaimu. Karena itu, kamu pasti paham kenapa aku melakukan ini. Biarkan aku membantumu. Sebagai rekan kerja atau teman—apapun yang kamu mau. Biarkan aku menolongmu."

Aku membalas pandangannya, lalu menghela napas. "Kamu tau pasti kamu hanya akan terluka. Orang yang membereskan vas yang pecah pasti akan terluka...."

"Setidaknya, kamu nggak akan terluka sendirian."

Setelahnya, pesanan kami datang. Aditya mengalihkan tatapannya pada pelayan yang menghampiri kami. Aku terpaku. Aditya... seberapa besar, sesungguhnya, rasa sukanya padaku? Merelakan diri ikut terluka hanya demi membantuku kembali utuh bukan pengorbanan yang kecil....

Dia tidak lagi membahas soal itu. Kami membicarakan hal-hal kecil hingga urusan kantor. Dan lambat laun, aku menyadari bahwa dia salah. Kurasa, dia bahkan sudah tidak sekadar menyukaiku.

Aku hanya tidak tahu bagaimana harus membalas rasa itu.



a/n

sorry for updating in the most unusual time--like, most of you must be on the school today--tapi yaudah deh he he yang penting apdet.

p.s. itu "say" maksudnya "saya", bukan "sayang" yha :)))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro