Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 16

1825 : cais
(n) (kl) tali kekang; kendali

ASRAMA putri SMA Unggulan Adiwangsa kini kembali ramai dengan sekelompok siswi yang baru saja kembali ke asrama mereka setelah liburan semester telah usai. Ragam suka duka mereka interpretasikan bersama kawanannya.

Meski terbilang jumlah murid di SMA ini cukup lebih sedikit, jika dibandingkan dengan sekolah reguler lainnya, tetapi seperti halnya yang terjadi di setiap sekolah, para murid akan cenderung membentuk sebuah circle pertemanan mereka sendiri.

Semenjak Kyra pindah ke Jakarta dan bertepatan dengan hari pembukaan PPDB di SMA Unggulan Adiwangsa yang memiliki sistem penerimaan yang lebih berbeda dari sekolah reguler lainnya. Dia bahkan baru mengetahui kalau SMA tersebut hanya menerima delapan puluh delapan siswa tiap angkatan. Makanya, Kyra mempersiapkan keperluan pendaftarannya dengan tergesa-gesa.

Bertepatan dengan hari tersebut, Kyra juga pertama kalinya menginjakkan kakinya di kediaman Bachtiar. Akalanka cenderung kaku dan tampak tidak nyaman berada di dekatnya. Alister sendiri, sudah terang-terangan mengibarkan bendera permusuhan padanya.

Syukur-syukur Kyra dapat melalui seleksi tiga tahap di PPDB yang menguji nilai akademiknya—karena dia bukan termasuk siswa unggulan yang pernah mengikuti Olimpiade Sains sebelumnya—kemudian ada ujian IQ tes hingga wawancara. Maka, dari sana dia bisa berkenalan dengan gadis berjilbab yang kini menjadi sahabat karib satu-satunya, Hana Hanifah.

Gadis yang berjilbab panjang berwarna putih-bersih, tersenyum cerah menyambutnya dengan ramah. Tuhan juga mempertemukan lagi mereka menjadi teman satu asrama. Karena, tiap ruang kamar di asrama, hanya akan menampung dua saja. 

“Kyra, aku kangen banget!” Hana menyambut kedatangannya yang agak telat dibandingkan siswa lain—karena ada drama panjang yang tidak ingin Kyra bagikan karena lumayan memalukan jika diingat-ingat—tetapi karena proses pembelajaran akan mulai efektif pada esok hari, keterlambatan menuju asrama hari ini, tidak dipermasalahkan.

Kyra menyambut uluran pelukan Hana dengan sama eratnya. “Aku juga kangen banget. Gimana liburannya, oke?” tanyanya sambil menguraikan pelukan mereka.

Jilbab yang dikenakan oleh Hana, disingkap ke samping. Dia duduk di sisi ranjang yang bertuliskan namanya, lalu menepuk-nepuk sisi sebelahnya agar Kyra mau duduk di sana. “Sini, sini, aku ceritain, deh, sama kamu. Seru banget, lho. Aku nggak sabar!”

Dan begitulah hari-hari mereka diisi dengan bertukar kabar keseharian yang dilakukan ketika liburan. Makanya, tidak heran bukan, jika Kyra memiliki stamina yang cukup untuk bercerita panjang lebar. Salah satu yang menyebabkannya itu, dikarenakan dirinya tertular oleh makhluk ekspresif macam Hana.

•oOo•

Selayaknya hari-hari permulaan dalam pembelajaran, setelah upacara berdurasi panjang—mereka harus merelakan tubuh yang jarang berolahraga—berjemur di bawah terik matahari dengan waktu yang cukup lama.

Rasa pegal yang berasal dari kaki yang mulai goyah keseimbangannya, bercampur dengan pekak karena bosan mendengarkan amanat pembina upacara yang tak jauh-jauh seperti kaset rusak yang kembali menuturkan amanat serupa di hari yang lalu-lalu saja.

“Sekian, yang dapat saya sampaikan. Semoga dengan hari baru dan semangat baru, kita juga dapat meraih prestasi baru. Jaya SMANSA*, bangkit Indonesia!” ujar wakil kepala sekolah di bidang akademik yang menjadi pembina upacara saat ini—menggantikan kepala sekolah yang katanya berhalangan hadir—mengepalkan tangannya di udara.

*SMANSA : SMA Unggulan Adiwangsa

Kemudian seruan tersebut disusul oleh sahutan dari para warga sekolah, termasuk Kyra yang mengucapkannya secara terpaksa akibat silau matahari yang mulai mengganggu indra penglihatannya.

“Jaya SMANSA, bangkit Indonesia!” seru murid dengan kompak.

Serangkaian upacara seremoni terus berlanjut, hingga akhirnya Kyra bisa bernapas lega kala waktu menunjukkan pukul setengah sembilan. Lama banget! Rasanya jika melebihi waktu barusan, Kyra sudah ikutan tumbang seperti teman-teman satu angkatannya dan dari pihak kakak kelasnya juga. Sehingga, tidak sedikit dari sepertiga siswi yang masih bertahan di lapangan upacara.

Letak kelas Kyra yang dijadwalkan mengikuti pembelajaran umum, seperti Pendidikan Pancasila, berada satu koridor dengan ruangan UKS, tempat yang sekarang ini banyak dijejali oleh orang-orang yang pingsan saat upacara.

“Ky, coba lihat itu, deh. Mereka ribut-ribut kayak gitu ganggu ketenangan orang yang lagi sakit aja,” komentar Hana yang melihat kerumunan di depan UKS tampak ricuh.

Memang tidak biasanya, ada sedikit kelonggaran ketika jam pembelajaran pertama hendak dimulai. Itu dikarenakan para guru mengadakan rapat dadakan—yang katanya sebentar—sehingga keriburan tersebut belum sampai ke telinga guru-guru yang akan mengajar. Tentu saja, mereka meleraikan seadanya saja.

Kyra yang mendekap sebagian buku-buku paket tebal, hanya mengacuhkan kerumunan tersebut. Dia melirik tanpa minat sedikit pun. Dia enggan berurusan dengan orang-orang yang gemar mencari perhatian. “Udah, biarin aja, Han. Mereka paling-paling lagi nyari keluarga atau temennya yang pingsan.” Kyra mencoba untuk menetralkan pikirannya supaya tidak berpikiran macam-macam.

Kali ini Hana menyetujuinya. Dia menganggukkan kepala. “Tapi, kalau bener kayak yang kamu bilang barusan, kenapa ada dua orang yang buru-buru datang ke arah kita.”

Kyra masih berpikiran positif, meski jantungnya bedenyut tidak teratur. “Biarin aja, mungkin aja mereka mau ke kelas mereka yang searah sama kita. Toh, yang ada di samping kelas kita juga ada ruangan, ‘kan?” kata Kyra sambil lalu.

“Lha? Bukannya samping kelas kita itu, kosong, ya? Kan katanya mau direnovasi minggu depan.”

Deg! Firasat Kyra sudah tidak tenang. Dia termenung mencermati kejadian—atau mungkin bisa dibilang dosa pagi—yang telah dia lakukan sebelumnya. “Haduh, mampus aku!” gumamnya pelan.

“Kenapa, Ky? Ada masalah?”

“Anu ... ” Kyra mengintip ke belakang tubuh Hana dan tubuhnya pun jadi menegang. Dia buru-buru balik badan dan berjalan cepat. Gawat, gawat, gawat!

“Ky, kenapa, sih!” teriak Hana sambil berusaha menyamakan jalannya dengan Kyra. “Kyra, tungguin!” Karena Kyra tidak menggubris seruannya, Hana hanya dapat menggerutu dalam hati dengan terus mengejar langkah cepat Kyra.

•oOo•

Pagi ini, sebelum upacara di mulai, gawainya sudah dibanjiri oleh sederet pesan menumpuk dari kakak-kakaknya yang isinya serupa, yaitu kalimat yang menunjukkan rasa khawatir mereka. Dua cecunguk yang sudah berbaikan itu mencemaskan Kyra akan pingsan karena dikabarkan upacara akan berlangsung lebih lama.

Entah koneksi macam apa yang mereka punya, hingga bisa mendapatkan informasi yang mungkin saja bagi sebagian orang dianggap sepele, tetapi benar-tidak berita tersebut hanya bisa dipastikan lewat petugas upacara. Sikap Akalanka dan Alister tidak ada bedanya dengan para ibu kompleks yang suka bawel dengan anak-anak mereka.

Dikira fisikku selemah apa, sih, sampai-sampai mereka kayak gitu?  Kyra berdecih, karena hari ini mood-nya sudah dibuat menurun. Ketahanan fisiknya diremehkan, tentu saja Kyra jadi tidak tingkah dua orang itu. Dia pun akhirnya hanya mengabaikan pesan tersebut dengan membacanya tanpa ada niat untuk membalas atau menuliskan ungkapan terima kasih.

“Ky!” Hana memegangi bahu Kyra hingga membuat langkah gadis tersebut terhenti. Hampir saja Kyra mencium ubin sekolah, jika gagal menjaga keseimbangan tubuhnya.

“Apa, Han!” sahutnya tak sabaran. Dia melirik pada Hana yang tampak cemas. “Kamu kenapa, sih, kayak panik gitu, hm?Kamu yang dicari sama orang itu, ‘kan?”

Manik mata Kyra mengikuti arah pandang Hana. Kemudian, bola mata Kyra rasanya ingin keluar saking terkejutnya mendapati dua orang yang melangkah makin cepat menuju ke arahnya. Oh, oh, nggak boleh ketahuan!

Kyra lalu menarik tangan Hana supaya mengikuti langkah larinya. Dia membiarkan buku-buku yang berisikan nama dan identitas kelasnya berceceran di lantai untuk memudahkannya agar bisa berlari dengan bebas.

“Kamu ada salah sama mereka, ya, Ky? Kok, kita jadi lari-lari gini?” tuding Hana yang pernyataannya tidak salah juga.

Kyra memang memiliki kesalahan pada orang-orang yang kini malah mengejar mereka! “Nanti pokoknya aku ceritain. Sekarang kita kabur dulu aja. Cepet, Han!”

Ah, sialan! Mereka mau apa, sih!

Hana mengambil alih untuk memimpin lari mereka. Kyra juga mengabaikan tatapan lapar akan rasa penasaran yang dilayangkan orang-orang pada mereka. Dia merasa punggungnya akan bolong saja akibat menerima tatapan yang menghunjaminya. Sekarang, Kyra hanya pasrah saja. Dia ingin segera sampai di kelasnya dan terbebas dari orang yang tengah mengejarnya.

Kelasnya sudah berada beberapa langkah lagi dari pandangannya. Kyra akhirnya bisa bernapas lega. Hana yang awalnya dia seret untuk lari, kini malah berada di depannya sambil menyeret Kyra untuk lari lebih cepat karena mendadak terkena sindrom malas akibat keringat yang mulai mengucuri tubuhnya, membuat langkah Kyra sering melambat.

“Nah, dapat!”

Suara yang tidak terdengar terengah-engah padahal sudah berlari lumayan jauh, menyentak kesadaran Kyra.  Tangannya sudah kena cekal orang-orang yang dia hindari.

Berakhir sudah riwayatku hidup damai di sekolah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro