《 P R O L O G U E 》
SUDAH biasa baginya...
"Wah...."
"Lihat dia!"
Orang-orang selalu berbisik entah tentang apa ketika melihat dirinya, mencibirnya bahkan terus memperhatikannya.
"Dia tampan sekali!"
"Aku berharap bisa satu kelas dengannya lagi!"
Seolah ada cahaya terang yang menyinarinya, sosoknya selalu menjadi sorotan di sekolahnya.
Wajah tampan, murah senyum dan sangat baik pada setiap gadis di sekolahmya. Dialah...
"[Name]-senpai, ano...."
"Ya?"
[Name] menoleh kesumber suara. Di depannya dua orang gadis tengah tersenyum-senyum kaku dan salah satunya seperti sedang salah tingkah.
Gadis itu mengangguk usai teman di sampingnya membisikkan sesuatu.
Melihat respons lama, [Name] menginterupsi sambil melempar senyumnya, "kau butuh bantuan... umm...."
"Aikawa Rin desu. Ano... boleh aku... berfoto denganmu... Senpai?"
[Name] tertawa kecil. "Kau ternyata lucu sekali, ya, Aikawa-san. Boleh, kok."
"Benarkah—!?"
[Name] mengangguk yakin dan lebih melempar senyumannya. "Aku serius," katanya meyakinkan.
Gadis yang bernama Aikawa itu langsung mengeluarkan semburat merah di wajahnya seolah ia sangat menginginkan hal sederhana itu.
Dengan sedikit malu-malu, gadis itu berdiri bersebelahan dengan [Name] dan tersenyum walaupun terlihat tampak sedikit kaku.
Teman yang menemani gadis itu lantas mengeluarkan ponsel dan memotret mereka berdua di bawah pohon sakura yang tumbuh dengan indahnya di SMA Rakuzan ini.
Selesai dengan sesi foto terkait, gadis itu membungkuk hingga sembilan puluh derajat saking bahagianya.
"Arigatou gozaimasu, [Name]-senpai!"
[Name] kembali tertawa kecil. "Iie, iie. Kau tidak perlu berlebihan seperti itu, Rin—eh... maaf. Apa aku memanggilmu terlalu akrab?"
Gadis itu tampak merona lagi. Matanya membulat karena tak percaya pemuda tampan ini menyebutkan namanya.
Buru-buru Aikawa berkata, "nggak masalah, kok, Senpai. Etto... tapi aku jadi merasa tidak enak hati denganmu...."
"Aku juga tidak masalah, kok. Salam kenal, ya, Rin-chan."
Padahal dia baru saja memasuki tahun ke tiganya di Rakuzan, tapi bagaimana mungkin orang-orang langsung melihatnya seperti Joseph yang terkenal dengan ketampanannya?
Walaupun begitu, sebagian orang ada saja yang selalu membandingkannya dengan sang Ketua OSIS Rakuzan.
Siapa lagi kalau bukan Akashi Seijuuro? Ya, pemuda itulah yang menjadi saingan untuk menjadi seorang pangeran di sekolahnya.
Keduanya sama-sama tampan, sama-sama memiliki minat yang kuat dalam mengejar sesuatu, sama-sama menjadi seorang yang paling terkenal di kalangan para gadis di Rakuzan.
Tim Akashi atau Tim [Name]? Selalu saja dua kubu itu yang selalu bertarung dan menjadi pionir bagi keduanya.
"Hei, ini masih pagi, lho!" sapa laki-laki yang tetiba datang dan langsung merangkul [Name] bersahabat. "Kau tidak ingin berbagi denganku, huh?"
[Name] tersenyum miring. "Kalau tujuanmu untuk bermain-main saja, itu hanya terjadi dalam mimpimu!"
"Dasar curang!"
[Name] refleks menyikut sobatnya yang satu itu dengan keras hingga dia meringis kesakitan dan langsung menyentuh pinggangnya.
"[Name], tinggalkan saja dia," tutur sobatnya yang lain. Laki-laki yang tampak kalem dengan kacamata yang membingkai sekeliling matanya. "Ngomong-ngomong, kau sudah lihat ini?"
Sebelah alis [Name] terangkat. Matanya ikut melihat ke arah yang ditunjukkan sobatnya itu. Sebuah Official Account yang dibuat khusus oleh siswa Rakuzan.
Draft-draft yang dibuat secara anonymous. Bukan masalah siapa pengirimnya, tapi apa isi dari draftnya.
Dari : You-Know-Who
Untuk : [Name]-san.
Pesan : Makin tampan aja. Kapan-kapan nonton bareng, yuk! Dikomen aja, ya.
[Name] hanya mendengus dan tertawa membacanya. Sobatnya menscroll down OA terkait dan kembali membaca pesan untuknya.
Dari : Yang-Ingin-Membelot-ke-Tim [Name]
Untuk : [Name]-san
Pesan : Nggak masalah, 'kan, kalo aku pilih kau juga?
Terlebih, pesan-pesan itu ditambahkan sejenis emotikon yang agak berlebihan. Lucu, memang. Walaupun begitu, kadang kala [Name] merasa terganggu. Seperti pesan yang satu ini:
Dari : Masih-Yang-Kemarin
Untuk : Tim [Name]
Pesan : Tolong, ya, nggak perlu mengganggap [Name]-san itu kayak cahaya satu-satunya di Rakuzan.
[Name] tidak pernah beranggapan demikian, apalagi membuat para fansnya seperti itu.
Terlebih kadang dia merasa, mungkin Akashi Seijuuro tidak terlalu menyukainya karena masalah ini.
Padahal dia sendiri tak pernah mempermasalahkan hal-hal sepele begini, tapi selalu saja fansnya yang berlebihan menanggapinya.
Dari : Tim Non-Blok
Untuk : Tim Akashi dan Tim [Name]
Pesan : Udah, dong, kalian jangan berantem terus. Sama-sama satu sekolah, kalau suka sama mereka, ya, udah, suka aja nggak perlu berlebihan. Kasihan [Name]-san dan Akashi-san, memang kalian tahu apa yang mereka rasakan kalau membaca draft kayak begini?
"Kau rajin juga membaca draft seperti itu, memangnya menarik?" tanya sobatnya yang sempat [Name] sikut, dia sudah berdiri di samping [Name] dan ikut membaca.
"Kalau boleh jujur, aku hanya membacanya dan melaporkannya. Itu saja."
[Name] mengangguk-anggukkan kepalanya setuju. Sobatnya yang berkacamata ini memang menjadi informan nomor satu kalau soal pembicaraan tentang [Name].
Kadang dia juga heran, bagaimana laki-laki berkacamata ini bisa mendapatkan informasi terkait selain dari OA seperti itu?
"Maaf merepotkanmu, Kagesa-kun," kata [Name]. "Bagaimana dengan Akashi-san? Dia sudah melihatnya juga?"
"Mungkin saja."
"Oh, sial!" [Name] dan laki-laki yang disapa Kagesa itu melirik ke arah samping, melihat laki-laki itu dengan raut heran. "Aku lupa membawa uang sakuku."
[Name] hanya tersenyum seala kadarnya dan tertawa kaku. Dia sudah tahu pasti kebiasaan sonatnya yang satu ini.
"Ingin pinjam uangku dulu, Nagi-kun?" [Name] menawarkan. "Kebetulan aku baru mendapat bonus karena—"
"—menjadi pekerja yang baik lagi, benar?" tebak kedua sobatnya bersamaan. Lalu laki-laki bernama Nagi itu menambahkan, "ah, setiap bulan kau juga selalu mendapatkannya."
[Name] hanya tersenyum miring dan menggidikkan bahunya. "Jadi bagaimana?" tanyanya kembali.
"Traktir kami, bagaimana? Ayolah, [Name]." Nagi mengatup kedua tangannya dan memohon dengan wajah memelas yang dibuat-buat.
[Name] menggerlingkan matanya dan melangkah sambil mengangkat tas jinjingnya ke bahu.
"Oi, [Name]! Kau belum menjawabnya!"
🍀
"Ini sudah peringatan yang ke tiga kalinya untukmu, [Last Name]-san."
Sensei yang menjadi wali kelasnya, kini berdiri di hadapannya dengan di sampingnya duduk seorang yang tampak lebih tua darinya.
Satu-satunya yang [Name] ketahui orang yang kini duduk berhadapan dengannya adalah Kepala Sekolahnya.
"Kenapa kau masih bekerja paruh waktu? Apa waktu enam bulan yang kami berikan masih belum cukup," cecar Sang Kepala Sekolah.
"Bagaimana pun, Sensei... saya tidak bisa berhenti. Anda sendiri tahu dengan baik bagaimana keadaan keluarga saya, benar?" [Name] membalas tegas.
Ya, bagaimana pun pihak sekolah juga berkata seandainya dia mendapat hak istimewa dalam hal ini terlebih yayasan juga mendukungnya.
Tentunya hak istimewanya tidak terbatas sampai sini saja, ada hal lainnya...
Sensei yang menjadi wali kelasnya juga Sang Kepala Sekolah saling menoleh dan menghela nafas berat.
"Sensei tahu keadaan keluargamu, tapi apa masih—atau paling tidak begini, bagaimana dengan dirimu?"
Yang Wali Kelasnya maksud adalah soal dirinya sendiri. Menyadarinya, dahi [Name] berkerut tak suka.
"Kalau Sensei ingin mempertanggungjawabkan keadaan Okaasan, itu tidak masalah."
Tentu itu tidak masalah bagi [Name], tapi akan jadi masalah untuk Wali Kelasnya yang satu ini. Bisa-bisa malah ada gosip aneh yang beredar.
"Tapi kau ini—"
Saat Sang Kepala Sekolah hendak membuka mulut, suara ketukan pintu mengalahkan eksistensinya.
"Masuklah," katanya.
Pintu berderit, suara langkah ikut menyusul begitu pula dengan siluetnya. Perawakannya sedikit kecil dengan surai merah, bahunya tampak besar menandakan bahwa betapa atletis tubuhnya. Akashi Seijuuro.
"Ini berkas yang Anda minta selama setahun saya menjabat," kata Akashi seraya meletakkan sekotak kardus berisi dokumen. "Saya juga sudah menyiapkan program kerja untuk satu tahun ke depan."
Sensei di depan [Name] hanya berdehem, menyadarkan Sang Kepala Sekolah dari lamunannya.
"Ahh... iya, terimakasih, Akashi-san."
"Dan saya punya permintaan," tutur Akashi kembali. Dia menunjukkan sebuah file biru di hadapan Sang Kepala Sekolah. "Ini salah satu program kerja saya yang baru. Sebelum dicanangkan, saya butuh persetujuan dari semua pihak terkait."
Kepala Sekolah menilik dokumen yang Akashi sodorkan. Kedua alis tipis Kepala Sekolahnya tampak naik, menandakan ia begitu tertarik dengan program kerja baru yang Akashi buat.
"Pemeriksaan Kesehatan? Berlaku setiap bulan, ya? Boleh juga."
"Pemeriksaan Kesehatan?" [Name] mengulang. Seolah menyadari sesuatu, ia menahan diri dan berkata, "jangan bilang kalau itu pemeriksaan di sekolah langsung dan terbuka?"
"Seperti yang kau ketahui," Akashi menyambung. "Memang seperti itu."
"Oi, kau ingin membuat apa di sekolah ini, huh?!" [Name] naik pitam.
"Yang kulakukan semuanya demi siswa SMA Rakuzan. Dengan pertimbangan wabah virus yang mulai menyebar, aku mendapat ide untuk membuat program ini," Akashi menjelaskan.
Dengan refleks, tangan [Name] menarik kerah baju Akashi dan membuat pria itu mematung sejenak akan tindakannya.
"Hentikan program itu."
Suaranya ditekan begitu dalam. Kenapa dia tampak begitu marah? Apa yang salah dengan program ini?
"[Last Name]-san, sudah cukup!" [Name] menoleh. Melihat tatapan serius dari Kepala Sekolahnya, dia menurut. "Aku juga masih mempertimbangkannya. Keuntungan, pandangan siswa dan segala hal lainnya."
"Keputusan bukan hanya pada guru, tapi juga partisipasi siswa," Wali Kelasnya menambahkan. "Kalau minimnya minat siswa lebih banyak, program tidak akan bisa dijalankan."
Bagaimana pun, [Name] tetap tidak ingin program itu benar-benar berjalan lancar seperti pada mestinya.
🍀
"Kau kenapa, [Name]?"
Laki-laki itu mendongak malas ke arah sobat yang duduk di depannya, sementara dia tengah sibuk memakan makanan ringan seraya memainkan ponselnya.
"Hanya sedang berfikir," katanya.
"[Name]—"
Nagi segera menghentikan gerakannya saat hendak kembali merangkul [Name] sebelum laki-laki itu menusuk matanya dengan ujung pensil mekanik pada genggamannya.
Dia menelan salivanya kasar. "Begini—oke, pertama bisa kau turunkan ini dulu?"
Dia melirik tajam dan menurunkan sebelah tangannya. Saat itu juga tetiba Nagi bertekuk lutut di depannya seraya mengatupkan kedua tangannya kembali.
"Tolong aku!"
"Nagi-kun, sebenarnya ada apa?" tanya [Name]. "Dari tadi pagi kau terlihat aneh."
"Sebenarnya begini...."
[Name] hampir tak bisa berkata-kata. Dia kira ada masalah apa, ternyata hanya karena nilai terakhirnya yang sempat turun, alhasil orang tuanya mencanangkan pemotongan uang saku.
Jadi itu alasannya sobatnya yang biasanya suka berkoar-koar tidak jelas berbohong tentang uang saku?
"Karena itu?"
"Maaf...."
[Name] menghela. Dia mengerti, sedikit setidaknya. Walaupun begitu seharusnya orang tuanya bersyukur setidaknya Nagi tidak sampai turun kelas dari kelas unggulan.
"Lain kali...." [Name] memukul pelan dahi Nagi. Laki-laki itu sempat menutup mata karena takut, tapi segera dibuka begitu tahu yang sebenarnya dilakukan [Name]. "... setidaknya lebih bersemangat lagi untuk belajar."
"[Name], kau...." Nagi mendelikkan matanya ke arah Kagesa. Dia baru saja menyadari kejanggalan atas ucapan [Name]. "Kagesa, kau memberitahu [Name]!?"
"Tentang kau yang baru saja diputus oleh pacarmu sehari sebelum ujian? Ya, aku menceritakannya," Kagesa menjelaskan dengan santai dan blak-blakan. [Name] tetiba tertawa lalu tersenyum sumringah.
"Jangan terta—"
"[Name]-kun, boleh aku minta tolong sesuatu?"
[Name] mendongak dan tersenyum kepada gadis di depannya lalu bertanya, "ada perlu apa?"
"Aku tidak mengerti yang bagian ini, bisa kau bantu aku?"
[Name] melihat soal di dalam buku yang ditunjuk gadis itu, selepasnya tangannya mulai bergerak untuk memberikan jawaban. Sambil menulis, pemuda itu menjelaskan, "kau harus ingat dengan kedelapan sifatnya, jadi mudah dan tinggal ubah ke sifat itu. Sisanya kau bisa gunakan operasi dasar perkalian dan pembagian."
"Ahh... aku terselamatkan!" seru gadis itu senang. "Terimakasih, [Name]-kun."
"Ano... [Name]-kun!" gadis lainnya menyapa dan langsung mendatangi meja [Name] sambil menunjukkan sesuatu di depan wajahnya. "Aku sudah melihat fotomu di majalah ini!"
"Ahh... kau benar." [Name] tertawa kaku. Dijauhkannya majalah itu dari wajahnya. "Aku baru tahu kalau itu rilis sekarang."
"Kau yang berpakaian seperti ini ternyata tampan juga," puji gadis itu. Sekali lagi, [Name] hanya menanggapinya dengan senyuman dan tawa.
Saat ia sadar mejanya semakin ramai dengan para gadis sementara dua sobatnya mulai tutup mulut dan menikmati dunia harem ini, tetiba [Name] berkata, "semuanya... terimakasih karena sudah mendukungku. Sejujurnya aku bingung ingin berkata apa, tapi terimakasih."
Semuanya terdiam seketika, bukan karena ucapannya tapi senyuman polos yang laki-laki itu lemparkan pada gadis di depannya membuat mereka tak sanggup berkata apa-apa lagi.
"Aku pasti akan mendukungmu, [Name]-kun! Bersemangatlah!"
"Iya, bersemangatlah!"
"Benar itu!"
Sorakan-sorakan yang memberikan laki-laki itu semangat sungguh mengisi harinya. Seandainya [Name] bisa memberikan lebih selain senyuman, ia inginkan hal itu.
Nagi tetiba menyikutnya dan langsung ditoleh oleh [Name], sobatnya itu langsung berkata, "bagaimana rasanya, Tuan Murah Senyum?"
[Name] hanya mendengus dan tersenyum miring. Seandainya bisa ia memberikan lebih, setidaknya ia ingin jujur pada mereka yang telah mendukungnya sejauh ini.
Mengatakan bahwa dirinya adalah seorang gadis biasa seperti mereka.
🍀
Hewwo! Hewwo! Aku kembali lagi! 😆😆😆 coz akutuh bingung mw update atau publish apa, yaudah yang ada aja deh 😂😂👌🏻 berhubung aku juga lagi hiat gegara ujian, jadi... yaudah lah, yaudah 🤣
Seperti yang udah Mikajeh bilang sebelumnya, ini cerita bakal sedikit... anu(?)... coz project BL-Gak BL(?) pertama aku dan aku sendiri gak berpengalaman sama gini-ginian, jadi... gak terlalu anu(?) pokoknya 😂😂🙏
Sampel karakter yang aku pilih juga bukan dari animu, tapi manga yang direkomendasiin ke aku pas nulis cerita ini 😗
Judulnya Houou Gakuen Misoragumi dan karakter yang aku ambil namanya Saeba Kei 😌😌👌🏻
Kenapa sih aku bilang ceritanya kurang anu(?)? Pertama, yep! Aku gak berpengalaman di dunia BL 😂 kedua, aku kurang bahan buat ceritanya walopun part scene dari cerita ini banyak yang aku tulis berdasarkan di RL antara CouoXCouo di kelas aku 🤣 sebenernya Mikajeh juga heran, dahal banyak humu di kelas tapi gak keinfluence buat jadi Fujoshi 😂😂😂 fix, cerita anuan gak bikin aku tertarik ternyata 😗
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro