Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 1

[NAME] mendongak malas ke arah luar jendela. Photoshot sudah selesai hampir tiga puluh menit lagi, sementara dia masih duduk tercenung di sana.

"[Last Name]-san!"

Kepalanya berputar ke arah sumber suara dengan raut lesunya, lalu tetiba sebuah flash dari kamera menyinarinya disusul dengan suara "ckrek!" yang tertangkap indranya.

"Nice catch! Sekali lagi!"

[Name] mengubah tumpuan kakinya seeaya membuka buku dalam genggamannya.

Ckrek! Ckerek! Ckrek!

"Selanjutnya Kise Ryota-san, masuklah!"

Seorang pemuda bersurai pirang dengan bulu matanya yang panjang ditambah manik ambernya memasuki ruangan.

Dia menyapa, "osu! Aku di sini-ssu!" dengan riang.

"Kau akan berfoto dengan [Last Name]-san lagi untuk majalah berikutnya."

Kise memberengut. "Dengannya lagi-ssu ka? Kukira hari ini aku akan sendiri," keluhnya.

"Justru ini kesempatan yang bagus, Kise-san. Kau semakin terkenal jika bersama [Last Name]-san."

Kise menghela nafas pasrah dan menatap manajer di depannya dengan malas lalu berkata, "baiklah-ssu."

Usai menambahkan sedikit make up tipis pada wajahnya, Kise berdiri bersebelahan dengan [Name].

Ckrek! Ckrek! Ckrek!

"Bagus [Last Name]-san! Coba untuk sedikit memberikan kesan dingin!"

Ckrek! Ckrek! Ckrek!

"Kise-san, tundukkan sedikit punggungmu dan berikan tatapan panas yang menggelora!"

Ckrek! Ckrek! Ckrek!

"Nice! Sekali lagi!"

🍀

[Name] menghela nafas pelan sambil bersandar pada kursi di belakangnya, diteguknya sekali air mineral dalam botol yang sempat manajernya berikan.

Tetiba pipinya merasakan sensasi dingin yang menyengat. Lantas dia langsung menoleh cepat dan menggenggam botol dingin itu.

"Lebih baik mencoba air itu, [Name]cchi. Terasa lebih segar-ssu," ujar laki-laki itu. Kise mengambil tempat kosong di samping [Name].

"Memangnya apa bedanya? Orang kalau sedang kehausan, apa pun akan diminum juga, kok," ujarnya.

"Ngomong-ngomong, bagaimana sekolahmu-ssu ka?"

"Seperti biasa."

Alis Kise terangkat. Merasa tidak puas dengan jawaban itu, dia menjawab, "maksudku, apa tidak ada masalah lain-ssu?"

[Name] berpikir sejenak. Kenapa Kise begitu terdengar khawatir dengannya? Apa yang laki-laki ini khawatirkan?

"Kenapa kau bertanya?" tanyanya kemudian. "Tidak biasanya."

"Karena begini-ssu. [Name]cchi 'kan wanita, tentu aku mengkhawatirkannya. Tapi kau malah bersikap seperti laki-laki."

"Kise-kun, kau berisik sekali." [Name] meletakkan botol air mineralnya di samping. Dia lalu tersenyum niring dan menatap remeh Kise. "Oh, apa karena aku mendapatkan hak istimewa untuk ikut majalah ini? Kau takut aku mengambil penggemarmu?"

Kise naik pitam. Kalau boleh dikatakan, jelas sekali hal itu terlukis di wajah Kise yang flamboyan.

[Name] sebenarnya tahu, tapi entah kenapa kalau terus menggoda teman semasa kecilnya yang satu ini selalu menjadi kesenangan tersendiri untuknya.

"Ya, karena aku takut penggemarku diambil olehmu-ssu!" Kise setengah berteriak, terlihat kekanak-kanakan. "Habisnya di Kaijou sampai ada yang meminta nomor ponselmu, aku jadi kesal-ssu!"

[Name] tersenyum ramah lantas berkata dengan santai, "kalau begitu, berikan saja."

"Hidoi-ssu! [Name]cchi, hidoi-ssu!"

[Name] menyentuh pucuk kepala Kise bersahabat. Atau mungkin, lebih terlihat seperti saudara kandung.

"Ya, ya, aku ini memang kejam."

"Jadi bagaimana?" [Name] menatap Kise bingung. "Tidak ada masalah lagi, 'kan-ssu ka?"

[Name] kembali duduk dan meneguk air mineralnya sekali. Ia berpikir, Kise-kun tidak perlu tahu masalah ini, mungkin....

Dia menggeleng. "Tidak ada."

Muka air Kise tampak jatuh, masih mengkhawatirkan sesuatu. "Kau yakin-ssu ka?"

[Name] melempar senyumnya lebih. Senyuman yang terlihat lembut lalu berkata, "benar. Tidak ada. Kau tenang saja, Kise-kun."

Setidaknya, walaupun sejak dahulu Kise selalu bersamanya, dia tidak ingin terlalu menarik Kise dalam semua masalahnya.

Cukup satu-satunya orang yang tahu kalau [Full Name] adalah seorang wnaita hanya Kise Ryota, tidak ada lagi.

"Ahh... aku jadi rindu...." [Name] menatap Kise yang menatapnya sambil tersenyum. Senyuman yang baginya selalu sama, seperti anak-anak. "Kapan-kapan bagaimana kalau kita pergi nonton-ssu ka? Tapi aku ingin melihat [Name]cchi jadi lebih manis."

[Name] tertawa kecil. Bukannya ingin menolak, tapi baginya ada hal yang lebih penting lagi.

Walaupun begitu, dia merasa tak enak hati jika menolak permintaan teman seasa kecilnya untuk kesekian kalinya.

"Lain kali, oke? Kali ini akan aku usahakan."

Kise tersenyum lebar. "Benar-ssu ka? Kau janji, ya?"

"Aku janji...."

🍀

Tepat di belakang garis putih, [Name] tengah meregangkan otot-ototnya. Pelajaran olahraga. Ya, itu alasan kenapa gadis itu kini begitu menjadi sorotan.

"Ah... Pangeran Murah Senyum yang satu ini, memang selalu membuat iri," sindir sobatnya yang hobinya menceletuk sana sini. "Rasakanlah tatapan kehareman ini!"

[Name] refleks memukul ubun-ubun sobatnya itu. "Jangan berteriak, Dasar Bodoh!"

"Harusnya kau menikmati masa-masa pubertasmu seperti ini, [Name]-kun," balasnya sok dewasa. "Seperti aku!"

"Tolong jangan samakan aku dengan orang mesum sepertimu, Oi!?"

[Name] menghela nafas pasrah usai mengucapakan hal itu. Seandainya bisa, sebetulnya dia tidak ingin menjadi terlalu mencolok.

"[Name], jadi kali ini kenapa?" tanya laki-laki berkacamata di sampingnya yang ikut melakukan peregangan. "Tidak biasanya para gadis menjadi seagresif itu."

Sekali lagi [Name] menghela nafas pasrah. "Nagi-kun, kau sudah lihat majalah Remaja Laki-Laki Shounen Boy bulan ini?"

Nagi menggeleng. "Belum."

[Name] menghela nafas dan tersenyum kaku. "Karena sebentar lagi Festival Olahraga Nasional, pihak manajemen majalah Shounen Boy juga ikut memriahkannya."

"Jadi karena itu?"

[Name] ber-hm-ria dan mengangguk. Sebetulnya tidak ada masalah dengan pemotretan majalah itu.

Hanya saja...

Mungkin keagresifan para gadis itu sedikit mengganggunya. Lihat saja! Mata mereka terlihat berapi-api.

Setidaknya [Name] bersyukur karena sedang tidak ada materi berenang. Seandainya ada, sudah dipastikan dia akan membolos lagi dengan alasan menjaga Ibunya yang kini masih dirawat di rumah sakit.

Namun melihat para gadis itu sesenang itu karena dirinya, sedikit banyak dia sebetulnya menikmati dunia harem yang dibuatnya seperti kata Kagesa, sobatnya itu.

"Hei, [Name]." Kagesa merangkul [Name] bersahabat. Dia menoleh ke arah Kagesa yang hanya menatap lurus ke depan. "Bagaimana kalau kita bertaruh?"

"Bertaruh apa?"

"Kau tahu dengan baik bukan kalau aku menyukai hal-hal seperti ini?"

Iya, dan jangan sampai kau tidak membayar taruhanmu lagi karena kalah dariku. "Hmm... memangnya kenapa?"

"Bagaimana kalau hari ini kau traktir aku makan jika seandainya kita menang dari Akashi-kun?"

[Name] menatap Akashi yang berada di sebrang lapangan basket. Pemuda itu tengah mengikat kuat tali sepatunya lantas berdiri dan melihat sesuatu pada papan jalan di depannya.

Dia berpikir sejenak. Mengalahkan Akashi? Itu sebenarnya hampir menjadi hal yang tak mungkin terjadi.

Pikirkan saja, Akashi Seijuuro itu unggul dalam semuanya, terlebih belum lama ini dia dengan tim semasa SMP-nya berhasil mengalahkan tim basket jalanan Amerika yang terkenal.

Jabberwock.

[Name] bahkan secara langsung melihat pertandingan itu dari awal sampai akhir demi memenuhi undangan Kise untuk datang melihatnya.

"Aku skip."

"Eeeh!? Kenapa!?"

"Kau pikir bisa mengalahkannya." [Name] menunjuk ke arah Akashi dan menatap Kagesa dengan wajah sebal. "Dia itu Akashi Seijuuro. Apa kau lupa kalau belum lama ini dia mengalahkan tim dari Amerika itu?"

"Oh... ayolah, [Name]-sama! Sekali ini saja, bagaimana?"

"Tidak."

[Name] menolak dengan wajah super dinginnya. Kagesa yang melihat dia membalasnya seperti itu, merasa baru saja badai salju menghujamnya.

"AAAAAAAH—! DASAR IBLIS!"

[Name] menutup telinga, pura-pura tak mendengar. Namun akhirnya dia menghela nafas dan menatap Kagesa sambil tersenyum lantas berkata, "baiklah. Tapi hanya sekali ini—"

"AKHIRNYA—! TERIMAKASIH, [NAME]-SAMA!"

"Jangan memelukku."

[Name] menepis tangan Kagesa dengan wajah dinginnya lagi sebelum sobatnya itu sungguh memeluknya.

Kagesa terdiam mematung dengan senyuman di wajahnya. Rasanya baru saja seseorang menolaknya dan menikamkan sesuatu di dadanya.

"Tapi kalau aku satu tim dengan Akashi-kun, itu artinya taruhan itu dibatalkan, ya?"

"Eh... bukan kita yang memilih timnya?"

"Kagesa-kun... apa kau lupa hari ini ada pengambilan nilai basket?"

"Eh ...?!"

🍀

[Name] tersenyum lebar pada Kagesa yang menatapnya geram. Sebetulnya, senyumannya itu terlihat tampak bodoh bagaimana pun tapi bisa membuat para gadis tertawa riang.

Menjadi terlihat bodoh untuk membuat orang lain senang, begitulah [Name].

"[Name]! Kenapa kau melakukan ini padaku!?"

[Name] tersenyum penuh kemenangan. "Kau tidak menerimanya? Ahh... padahal tim ini mengundi, tapi sepertinya keberuntunganmu buruk, ya, Kaze-kun?"

Kagesa hanya berdecih sebal. Padahal dia sudah berdoa sedari sebelum pengundian dimulai.

Namun sepertinya Dewei Fortuna sedang tidak berpihak padanya. Seandainya dia satu tim dengan Akashi, dia masih bisa mengakali pertaruhan itu.

Sayangnya, malah [Name] yang satu tim dengan Akashi. Kalau dia tetap nekat mengajak [Name] untuk bertaruh dengannya, yang ada dia bisa mati lebih dulu bahkan sebelum permainan dimulai!

"Tetap ingin bertaruh?" [Name] mengajukan pertanyaan dengan senyuman di wajahnya. Senyuman Iblis. "Aku jadi bersemangat sekarang, bagaimana?"

"Jangan katakan itu seolah kau sudah memenangkan semuanya." Kagesa memutar tubuhnya setengah, lalu menambahkan, "lain kali saja kita lakukan. Aku sedang tidak bersemangat."

"Ahh... padahal tadi bersemangat sekali, lho."

Perempatan di dahi Kagesa muncul, tapi dia tidak menggubris ucapan [Name] yang baginya itu begitu menyebalkan. 

🍀 

Namun kesenangan [Name] tidak berlanjut. Dia hampir melupakan jadwal kegiatan olahraga hari ini. Bukan hanya pengambilan nilai basket, tapi juga materi-materi sebelumnya.

Terburuknya, pemilihan tim basket lebih awal terjadi adalah untuk menentukan partner olahraganya. Kalau yang satunya tengah mulai melakukan gilirannya, yang satunya menganalisis sekaligus mencatat hasilnya.

Masalah bagi [Name] adalah dia harus menjadi pasangan untuk Akashi Seijuuro hari ini. Wajahnya terlipat sebal begitu mengetahui dari kejauhan sana, Kagesa tengah tertawa terpingkal-pingkal.

Seandainya kini ada bola basket dalam genggamannya, pasti sobatnya itu sudah terkena hantaman darinya. Alhasil [Name] hanya membuang wajah sambil berdecih sebal.

PRIIIIIT—! "Semuanya berkumpul!"

[Name] segera menuruti perintah guru pembimbing olahraganya begitu intruksi masuk ke telinganya. Saat berkumpul, Sensei menjelaskan kembali sistim penilaiannya. Seperti dugaannya, dia jadi harus berpasangan dengan Akashi.

"Semuanya mengerti? Kalau begitu segera berbaris! Laki-laki sebelah kiri dan perempuan sebelah kanan."

Begitu tiga kali tepukan tangan terdengar, [Name] lantas berbaris dan berdiri berhadapan dengan Akashi. Sesaat ia merasakan kecanggungan yang luar biasa.

Atmosfernya jadi terasa panas, pikirnya.

"Wah, [Name]-kun berpasangan dengan Akashi-kun."

"Ah... benar."

"Bukankah ini berbahaya?"

[Name] hanya sanggup tertawa kaku mendengar ucapan seperti itu. Dia menghela, sejujurnya yang dikatakan para gadis kadang ada benarnya juga.

Namun, mau bagaimana lagi? Terlebih disaat sepenting ini—ketika tengah pengambilan nilai—dia tidak bisa bersikap kekanak-kanakan dengan mementingkan keegoisannya.

"Apa kau tidak merasa terganggu?"

[Name] menoleh ketika mendengar sebuah pertanyaan terlontar padanya dengan wajah polos. Dia hanya tersenyum seala kadarnya lantas menjawab, "terkadang. Tapi mau bagaimana lagi? Setidaknya tidak seburuk yang ada di Draft Rakuzan."

"Kau membaca itu juga?"

"Sesekali."

PRIIIIIT—! "Gerakan pertama! Seated Cat Cow 3 menit!"

[Name] duduk menyika dan saling berhadapan dengan Akashi lalu saling berpegangan tangan tepat dibawah siku satu sama lain. Sesaat [Name] bisa merasakan besar tangan Akashi. Ia tersenyum tipis tatkala mengingatkannya pada teman masa kecilnya.

Begitu aba-aba untuk menarik nafas panjang terdengar, [Name] dan Akashi langsung menurutinya lalu saling menarik ke belakang selama tiga menit dengan kepala mengadah ke langit-langit Gymnasium.

PRIIIIIT—! "Selesai! Selanjutnya Seated Spinal Twist 3 menit!"

Dalam keadaan masih saling berhadapan, [Name] memiringkan tubuhnya ke arah yang berlawanan dengan Akashi lalu meraih tangan kiri Akashi dengan tangan kanannya.

Kecanggungan ini kembali melanda. [Name] benar-benar tidak menyukainya tapi dia juga bingung ingin membicarakan apa dengan Akashi. Rasanya begitu berat jika hendak berbicara dengannya terlebih Akashi juga hanya menutup mulutnya saja.

"Ara... [Name]-kun, kenapa mendadak menjadi pendiam?" ujar Kagesa, memulai tingkah menyebalkannya itu.

"Dia kau, Penggila Bola! Aku sedang berusaha serius."

"Hum... hum... karena Akashi-kun?" [Name] berdecih. Seandainya Kagesa duduk bersila di sampingnya, dia sudah pasti akan memukul ubun-ubunnya itu. "Hei... Akashi-kun, apa kau tahu kalau [Name] terkadang merasa tak enak denganmu?"

Akashi melirik ke arah samping tanpa menghentikan gerakannya. "Memangnya kenapa?"

"Itu karena dia merasa kau terlihat membencinya. Habisnya, kau tahu yang ada di Draft Rakuzan itu, bukan?"

[Name] hanya menatap Kagesa datar tatkala dirinya sungguh dibicarakan di depannya. Dia menghela pendek lantas berkata, "ya, lalu kenapa? Ada masalah dengan itu? Akashi-kun, wajahmu itu menyeramkan kalau melihatku."

"Seolah kau sedang berkata 'akan kubunuh dia' begitu," Kagesa menambahkan dengan intonasi jenaka.

Akashi tersenyum lantas menyahut, "aku akan melakukannya jika lebih merepotkan dari ini."

Tubuh Kagesa seketika membeku mendengar balasan Akashi yang terlihat serius itu, sementara [Name] yang merasa menjadi korbannya ini hanya tersenyum kaku lalu berkata, "Oi, Akashi-kun. Jangan mengatakan hal itu sambil tersenyum, kau terlihat serius akan melakukannya."

Akahshi tertawa ringan. "Aku hanya bercanda."

PRIIIIIT—! "Selesai! Selanjutnya—"

🍀 

PRIIIIIT—! "Selesai! Selanjutnya gerakan terakhir! 5 menit!"

[Name] sekarang merasa sungguh ingin memenggal kepala Kagesa. Selama 18 tahun kehidupannya, baru kali ini [Name] menemukan laki-laki yang hobinya membicarakan hal-hal tak berfaedah.

Sepertinya hal-hal begini langka, ya? Eh, tapi kalau [Name] kembali mengingat seseorang, Kagesa itu sedikit banyak mirip dengan Kise.

Sama-sama cerewet, kadang suka membicarakan hal tak berguna dan berisik, ya? pikirnya.

Akashi mengubah posisi kakinya menjadi lurus ke depan dan menyentuh tulang kering [Name] yang masih duduk menyika.

Laki-laki itu lantas menarik tangan [Name] sambil mendorong kakinya agar tetap bertahan di kaki kering [Name] lantas saling bertukaran gerakan tarik dengannya.

"Akashi-kun, aku minta maaf, ya? Sepertinya Kagesa mengganggumu, ya?"

"Hei! Jangan katakan itu seolah aku benar-benar mengganggu!"

[Name] mengabaikan ucapan Kagesa lantas melanjutkan dengan wajah pasrah, "dia memang berisik, suka bicara apa pun, cerewet dan... begitulah."

"Oi! Jangan katakan itu pada temanmu sendiri, [Name]!"

"Pokoknya dia memang mengganggu, jadi kau bisa mengabaikannya saja."

"Kata-katamu barusan menyakiti hatiku, [Name]-kun."

Akashi hanya tersenyum tipis lalu berkata, "aku juga memiliki seorang teman sepertinya."

"Teman SMP?"

Akashi mengangguk. "Lebih tepatnya rekan satu timku. Dia bahkan lebih aneh dengan menambahkan embel-embel aneh di akhir kalimat bahkan nama teman-temannya sendiri."

[Name] hanya ber-oh-ria dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tidak menyangka jika orang lain bahkan ada yang seperti Kise.

Selain sifat, bahkan kebiasaannya ada yang sama juga. Alis [Name] terangkat, dia merasa aneh.

Kalau tidak salah ingat, Akashi sebelumnya lulusan SMP Teiko. Jangan-jangan yang dimaksud Akashi-kun itu—!

Tubuh [Name] tetiba tertarik terlalu kuat dan menubruk tubuh Akashi dan jatuh tepat di atas laki-laki itu dengan posisi terbaring.

Matanya dengan mata Akashi saling bertabrakan karena terkejut dengan kejadian barusan.

Gymnasium seketika menjadi ricuh tatkala para gadis mulai berteriak-teriak histeris. Seketika terjadi histeria di dalam Gym!

"Maaf, Akashi-kun."

"Iie, sepertinya aku menarikmu terlalu kuat."

[Name] kembali menarik dirinya dan kembali pada posisinya. Kagesa yang melihat kejadian tadi terlebih terjadi begitu dekat dengannya, hanya bertanya polos, "kau kenapa, [Name]? Melamun, ya?"

[Name] hanya tertawa ringan dengan perempatan di dahinya muncul. "Mungkin... saja."

Tetiba Nagi yang menyika di samping [Name] menyikutnya dan menunjuk ke arah belakang dengan jempolnya.

[Name] memutar leher dan melihat para gadis yang tertawa-tawa, berteriak histeris bahkan berbisik-ria.

Bagaimana pun, dia bisa merasakan aura moe-moe yang bersumber dari sana.

Sebenarnya apa yang terjadi dengan para gadis itu?


























🔜 To Be Continued 🔜











AKHIRNYA CHAPTER 1 UPDATE 😂😂🙏 Huehuehue... jadi tuh, chapter ini aku terinspirasi dengan hubungan pertemanan antarcouo di kelas Mikajeh 😌

Mungkin ada yang terheri dan mikir "oh, couo bisa saling care gini, ya?" atau "keanya dibuat agak berlebihan" 😂

Sebenernya... ya. Mikajeh ngerasa ini kea agak berlebihan gitu toh couo jarang ada yang care atau apa gimana, tapi serius di kelas aku couo pada gitu dengan cara mereka 😌

Emang kadang suka bercanda kelewatan, tapi mereka bener-bener care kok satu sama lain 😗 pernah ada kasus gini, jadi temen aku yang namanya O-kun ini curhat ke grup kelas khusus couo kalo lagi down gitu, depresi pokoknya... nah, temen-temen dia yang laen langsung pada nyamperin ke rumahnya terus malah jadi curhat dan maen seharian gitu 😐 pas denger ini awalnya aku gak percaya gitu, maksudnya... eh, jarang lho couo kea mereka gini! Tapi itu ceritanya bener, aku baca sendiri chat mereka di grup itu 😌😌👌🏻

BTW, terimakasih yang udah baca dan nikmatin cerita ini 😘 sampai jumpa minggu depan, eak 😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro