Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EC. 1 - I'll Be Here

SUDAH empat tahun berlalu, dan aku masih saja belum tahu apakah keputusan yang kubuat hari itu benar atau salah.

Ada saatnya aku merasa sudah melakukan hal yang benar. Mungkin kalau aku boleh bertanya....

Lebih sulit untuk "melepaskan" atau "meninggalkan"?

Apakah pertanyaannya terlalu sulit? Begitu juga bagiku. Atau, baginya? Entah apa yang sebenarnya paling sulit untuk kulakukan atau untuk dilakukannya.

Kalau dilihat dari sisiku, aku yang belum pernah merasakan hal yang lainnya tidak akan tahu, tapi saat ini jawabanku....

Melepaskan adalah hal tersulit yang kulakukan.

Namun aku tahu, itu hal yang benar yang telah kulakukan untuknya. Aku sangat yakin itu.

Karena aku percaya padanya.

Bagaimana pun, aku atau dirinya memiliki perannya masing-masing di tempatku sekarang atau di tempatnya berada.

Aku tetap disini seperti biasa, menyibukkan diriku dengan berbagai misi dan tugas lainnya. Atau, pergi ke luar kota yang tak terlalu jauh barang kali.

Musim dingin hari ini cukup terasa hangat, entah bagaimana aku bisa mengatakan hal itu—tapi aku merasakannya.

Baiklah, sudah cukup! Waktunya menyelesaikan pekerjaanku hari ini : melanjutkan laporan.

Aku tidak tahu pasti sudah berapa lama aku duduk tenang disini, dengan dihadapkan layar desktop yang tetap menyala.

Hanya sedikit lagi, sudah selesai.

Aku menghela nafas singkat sebelum akhirnya menutup layar laptopku. Usai menghabiskan segelas wine itu, aku berdiri dan meninggalkan ruanganku seraya meraih jaket kulit yang tergantung begitu saja pada sofa.

Benar, sudah empat tahun akhirnya aku merasakan hubungan jarak jauh dengan [First Name].

Apa aku harus mengatakan kalau aku kecewa padanya? Atau, harus kukatakan kalau aku terlalu lambat?

Seperti ucapannya kala itu, gadis itu sebenarnya sungguh datang setiap dua kali dalam setahun : waktu liburan awal semester dan liburan musim dingin.

Namun sialnya entah bagaimana cara si Yamada membuatnya sibuk, sampai-sampai aku bahkan tidak pernah bertemu dengannya bahkan hanya untuk melihatnya saja.

Aku tahu [First Name] datang ke Port Mafia, tentunya dari Anee-san. Anee-san pun bertemu dengannya hanya sebentar, bertegur sapa dan meninggalkan fotonya untukku.

Yang menyakitkan dari fotonya itu adalah saat aku tahu itu fotonya dengan Anee-san. Ya, tepat saat [First Name] datang, sebelum pergi ia berfoto dengan Anee-san kemudian mengirimkannya lewat e-mail padaku.

Tentu saja aku yang tahu itu kalap untuk langsung kembali ke kantor, namun hasilnya? Nihil, gadis itu sudah pergi.

Lalu soal dia yang sering menghubungiku? Sebenarnya, ia juga melakukannya.

Tapi, kurutuki diriku sendiri yang jarang mengaktifkan ponselku saat bertugas atau meninggalkannya dalam mobil.

Sepertinya memang ada masalah perbedaan waktu kesibukan kami, saat aku menghubungi kembali [First Name], gadis itu tidak menjawabnya atau sebaliknya.

Sedikit rasa bersalah sebetulnya menghantamku, tapi apa boleh buat? Bagaimana pun aku juga tahu ia benar-benar serius dengan ucapannya empat tahun yang lalu.

Paling tidak, ia tetap melakukannya selama empat tahun terakhir.

Tapi mungkin, menunggu tiga tahun lagi... ya? Aku tidak yakin apa aku akan sekuat itu.

Aku berhenti di depan pintu ruangan yang belum berubah itu, ruangan Anee-san.

Hanya sedikit dorongan saja, pintu besar itu sudah terbuka dan memberikan pemandangan di depannya.

Terkadang menemani Anee-san bersantai menjadi kesenanganku tersendiri, khususnya menghabiskan waktu seperti ini.

Toh, hanya wanita itu yang selalu paling tahu informasi terbaru soal [First Name], dan gadis itu pun memang sering pula saling bertukar pesan dengan Anee-san walaupun hanya sesaat.

Bukan hanya kabar langsung darinya, Anee-san juga mendapat sedikit kabar tentangnya dari Si Makelar.

Seperti hari ini.

"Bagaimana kabarnya, Anee-san?" tanyaku.

"Masih seperti biasa."

Hanya dengan jawaban itu, aku langsung mengerti dalam sekejap. Inilah pekerjaan sampingan [First Name] yang sebenarnya.

Bukan untuk menutupi dirinya sebagai anggota Port Mafia, tapi juga ayah angkatnya itu, atau gurunya, atau siapa pun baginya itu. Yang jelas, dia Viktor Yamada.

Disela-sela jadwalnya yang padat, ia selalu tampil dalam berbagai pesta dengan Yamada itu menjadi anak angkatnya, berkenalan dengan orang-orang penting dan berkuasa, dan mungkin menjadikannya sebagai gadis sosialita paling terkenal di dunia (toh, apalagi menggunakan koneksi dari pekerjaan sebenarnya Yamada).

Kalau kalian bertanya dari mana aku mendapatkan beberapa fotonya saat pesta itu, tentunya dari orang yang sama—Si Makelar, Aria

Lalu, beberapa informasi lainnya soal [First Name] juga datangnya dari gadis tomboy itu melalui Anee-san.

"Ah, jadi semakin ingin cepat bertemu dengan [First Name]-chan," ujar Anee-san.

Tentu saja aku setuju dengannya. Sambil tersenyum miring, kukatakan pada wanita itu, "mungkin lain kali aku akan menjadi Phantom untuk menculiknya di pesta yang akan dihadirinya."

Anee-san hanya memberikan seulas senyuman. Usai dari kegiatan kecil yang sudah terbiasa ini, aku keluar dari ruangannya untuk jalan-jalan.

Ah, aku lupa mengatakan satu hal, ya? Baiklah, akan kuceritakan hal ini pada kalian....

Aku saling bertukar kunci apartemen dengan [First Name] (walaupun sebetulnya hanya pacarku itu yang memberikan kuncinya padaku).

Begitulah, jadi aku bisa leluasa memasuki ruangan gadis itu. Sejujurnya aku sudah menolak hal ini, tapi tanpa sepengetahuanku, dia menitipkan kunci duplikatnya pada Anee-san.

Saat aku tengah kalap karena tidak punya semangat, Anee-san selalu menggodaku dengan menunjukkan kunci ruangannya.

Tentu saja aku sudah menahannya sekuat tenaga, tapi rasa sakit karena tidak pernah bertemu dengannya setelah empat tahun, membuatku dengan berat hati mengambil kunci terkait dan memasuki ruangannya.

Aku tentunya tahu batas-batas mana untuk melihat-lihat ruangannya, tapi sepertinya gadis itu memang sudah menyiapkan kejutan di sana.

Saat pertama kali aku memasuki ruangannya, hanya ruangan yang bersih dan sangat rapi.

Hal lain yang kutemukan: ia menyukai sesuatu yang hijau. Maksudku, lihat saja ruangan minimalis yang penuh dengan tanaman hias.

Mungkin karena itu, udara dalam ruangannya tidak terlalu terasa panas dan menyegarkan walaupun jarang dibersihkan (atau sebenarnya, tidak pernah lagi).

Bukan hanya itu, aku juga menemukan jurnal. Jurnal tentang orang-orang di sekitarnya.

Halaman awal-awal hanya di isi dengan foto-fotonya bersama anak-anak panti, sewaktu dia masih menjadi murid Yamada, dan bekerja di Port Mafia.

Yang membuatku terbelalak adalah bagian terakhir dari jurnal itu. Sekitar sepuluh lembar dengan halaman awal tertulis "Final Adventure", berisi foto-foto kami.

Foto saat pertama kali aku berpacaran dengannya, tepat saat malam natal itu. Foto saat liburan musim panas di atas kapal, foto saat perayaan musim semi, perayaan tanabata, perayaan keberhasilan di kantor, dan masih banyak lagi.

Halaman terakhir hanya ada selembar foto pollaroid kami—aku dan [First Name]—yang terlihat konyol.

Melihat itu, hanya membuatku tertawa. Sungguh, gadis itu benar-benar memikirkan banyak hal.

Sederhana, tapi bisa meningkatkan moodku.

Tapi apa yang kulakukan untuknya? Aku merasa seperti orang bodoh, tidak pernah memberikan apa pun untuknya.

Satu-satunya hal yang kulakukan adalah membersihkan ruangannya dan merawat tanamannya di sana.

Lagi juga terkadang aku menggunakan ruangannya juga untuk menginap, jadi paling tidak aku bertanggung jawab untuk ini juga.

Ya, karena persediaan makanan di kulkas sudah hampir habis, jadi mungkin aku akan mulai mengisinya kembali dengan beberapa makanan manis dan es krim.

Namun, sialnya... aku harus berpapasan dengan Mumi Menjengkelkan ini.

"Yo, Chuuya! Jarang sekali melihatmu sendirian seperti ini." Sialan kau, Gelandangan! "Oh, [First Name]-chan masih belum kembali?"

"Berisik kau, Orang Tak Berguna!" tukasku. "Apa yang kau inginkan? Oh, menggangguku lagi? Sudahlah hentikan itu, tidak akan berpengaruh padaku."

"Ara, kau mengatakan seolah kau benar-benar tidak perpengaruh, padahal...." Wajah Dazai seketika terlihat menyebalkan. Kemudian Perban Terkutuk itu melanjutkan, "saat tahu aku sudah menikah lebih dulu darimu, kau terlihat kesal sekali."

Cih! Ya, terserah kau saja, Bajingan. Lalu hanya karena kau menikah lebih dulu dariku, kau bisa mengejekku seperti ini? Begitu?

Ah, lucu sekali kau melakukannya.

Tapi ngomong-ngomong, kesal juga mendengar Pria Perban Bangsat di depanku ini berbicara seperti itu—tadi, maksudku.

"Dazai-san, jangan menggoda Chuuya-san seperti itu terus," ujar suara wanita lembut di belakangnya.

"Uwaa~! Dadaku sakit mendengarnya!" Menjijikkan. Kenapa dia harus berpura-pura sakit hati sampai memegang rongga dadanya seperti itu dengan sangat menjijikkan? "Kau memanggil Si Mungil ini dengan namanya, sedangkan aku, suamimu sendiri, tidak, ne...."

Wanita itu memunculkan dirinya tepat di belakang tisu toilet ini.

"Kuro-chan."

Surai hitam berpotongan shaggy panjang sedikit ikal dengan poni lurus. Tubuhnya terlampau sedikit lebih pendek dariku, menjadikannya sedikit lebih mungil.

Namanya Kuro Nekozawa, atau haruskah aku menyebut nama lengkapnya Kuro Dazai? Sudahlah, apa pun itu. Singkatnya, dialah istri dari Pria Brengsek ini.

"Ohisashiburi, Chuuya-san," sapanya padaku.

Entah apa yang dipikirkan Yamada itu, setelah mengirimkan [First Name] ke Port Mafia, sekarang giliran Kuro yang dikirimkannya ke Agensi Detektif Bersenjata.

Hebatnya, mereka sungguh bisa bekerja sama dengan alih-alih melindungi kota pelabuhan yang mereka cintai ini, termasuk Kuro sendiri.

Dari mana aku mengenalnya? Ah, itu sebenarnya kebetulan yang entah bagaimana aku harus mulai menceritakannya.

Sebetulnya, Kuro sendiri adalah senior [First Name] saat pelatihannya sebagai pembunuh profesional. Walaupun terkesan lembut dan seperti gadis baik-baik, dia sangat berbahaya.

Bukan hanya kemampuan Alice in Wonderland miliknya, tapi kepribadiannya juga sangat berbahaya. Entah bagaimana ceritanya, setelah enam bulan bekerja di agensi, ia mulai berpacaran dengan Dazai dan menikah juga dengannya.

Terlebih, itu terjadi tepat saat [First Name] pergi.

Pertama kali aku bertemu dengannya adalah saat dirinya menjadi delegasi dari Kementrian Berkemampuan Khusus.

Kalau aku tidak salah ingat, kementrian meminta bantuan kecil pada Port Mafia. Tapi seperti biasa, Bos memanfaatkan hal itu dengan sangat baik.

Alhasil, aku sempat beberapa kali bekerja sama dengan Kuro dan membicarakan banyak hal, termasuk soal [First Name].

Entah dia yang mulai bertanya pasal [First Name] yang berakhir denganku, atau menceritakan sedikit soal gadis itu.

"Kuro-chan, ayo lanjutkan kencan kita!" Hah?! "Tinggalkan saja Si Pendek ini sendirian."

Kuro hanya mendengus sebelum akhirnya beralih kembali menoleh padaku, kemudian mengatakan, "Chuuya-san, aku pergi dulu. Semoga kau cepat bertemu dengan [First Name], ya."

Entah bagaimana mengatakannya, ucapannya barusan seraya memukulku telak.

Aku turun dari motorku setelah memakirkannya di basement bawah tanah asrama Port Mafia. Dari sini, aku masih harus sedikit berjalan dan masuk melalui pintu depan apartemen.

Langkah-langkahku seolah menggema di tempat ini, mungkin memang keadaannya seperti ini karena sudah hampir jam tiga pagi.

Tiba-tiba kusadari, aku tidak sendirian. Dengan tidak mencolok, kucoba untuk melirik ke belakang dan mendapati sosok itu berdiri santai seraya bersandar di dekat pohon.

Pakaian serba hitamnya mungkin yang membuatku baru menyadarinya setelah sampai sini.

Aku tidak tahu pasti bagaimana rupanya orang itu dari jarak segini, tapi sedikit jelas, aku tahu ia menggunakan kacamata hitam dengan rambut pendek seatas bahu dan menggunakan topi yang selaras dengan pakaian hitam-hitamnya itu.

Oi, yang benar saja! Ini masih sangat pagi, jarang ada orang yang baru saja ingin melakukan aktivitasnya. Bahkan aku sendiri saja sebetulnya baru kembali setelah tugas dadakan dari Bos, alhasil sekarang aku baru kembali dan memilih menginap di apartemen [First Name].

Ketika aku mulai melambatkan langkahku menuju pintu utama, tepat saat itu pula sosok itu berjalan perlahan ke arahku.

Gila. Memangnya siapa lagi lawanku? Kukira orang-orang tadi sudah kuhabisi semua sampai pada bawahannya. Tapi mereka masih mempunyai orang lain untuk membuntutiku? Yang benar saja!

Oh, sial sekali lagi! Kenapa juga harus wanita? Mereka meremehkanku? Cih, ini benar-benar membuatku sakit kepala sendiri.

Persetanan dengan siapa dia atau dia wanita sekali pun, aku tidak peduli selama dia melewati batas tanah milik mafia....

Dan sekarang berada di dekat tempat tinggal [First Name]? Tidak akan kubiarkan siapa pun mendekat lebih dari ini.

Aku menghentikan langkahku seketika, kugeser sedikit kakiku hingga menyisahkan beberapa jarak. Lalu dengan cepat, aku berbalik dan menerjang sosok itu.

Namun, seolah bisa membaca gerakanku, dia sudah lebih dulu membuat pertahanan dengan kedua tangannya, alhasil dia hanya seolah bergeser karena pukulan tadi hingga beberapa meter saja.

"Oi!" teriakku. "Tunjukkan dirimu!"

Namun wanita itu hanya tersenyum kecil sambil memposisikan dirinya untuk lari, benar dugaanku dia lari begitu saja. Tapi aku tidak membiarkannya.

Aku ikut mengejarnya sampai posisiku sejajar dengannya, tepat saat itu aku kembali menerjang dirinya dengan kemampuanku.

Namun, apa-apaan itu?! Dia bisa menghindarinya dengan mudah! Siapa dia sebenarnya?

Aku tidak berhenti bergerak, saat wanita tadi hendak lari lagi, aku mencengkram sebelah tangannya hingga kini kudihadapkan dengan dirinya.

Ternyata dia benar-benar tidak lebih tinggi dariku, tubuhnya lebih pendek beberapa centi saja.

Seolah menantangku, wanita itu ikut mencengkram tanganku dan berniat ingin membanting diriku. Yang benar saja, mana mungkin dia bisa.

Namun, tentu saja dia bisa. Entah bagaimana caranya ia berhasil mengangkat tubuhku kemudian membantingnya, rsanya tadi seakan-akan tubuhku ringan.

Apa kemampuannya sama denganku? Tidak, tidak mungkin.

Aku berdecih, tangan yang masih kugenggam dan sedikit mengendur itu, kini kembali kueratkan dan kubalas serangan dia dengan ikut membantingnya.

Kini kuyakin dia tidak bisa bergerak kemana pun, seluruh tubuhnya sudah terkunci dengan diriku yang berada di atasnya seraya menyodorkan pisau di lehernya.

Namun tanpa kuduga, wanita itu lebih tenang dari yang kupikirkan.

"Siapa kau...." Suaraku menghilang setelah menyadari siapa sosok itu. "[First Name]!?"

Wanita itu mengembangkan senyuman tipisnya, senyuman yang dulu selalu ada di depanku empat tahun yang lalu.

"Penyambutan yang sedikit brutal, ya."

Suara itu—!!

Suara yang selalu menyapa indra pendengaranku empat tahun yang lalu.

Tapi sosok wanita itu sekarang berbeda. Ia sedikit lebih tinggi, rambut yang biasanya tergerai panjang kini terlihat berbeda, lebih pendek.

Wanita yang berada di depanku adalah [First Name], pacarku.

Aku segera bangkit dari posisiku dan membantunya untuk berdiri.

"Maaf, aku tidak tahu itu kau."

Sambil membersihkan beberapa debu di pakaiannya, ia menoleh padaku seraya tersenyum lembut.

"Tidak masalah, kok." Diputarnya sedikit tubuhnya sampai berhadapan denganku. "Bagaimana kabarmu, Chuuya-kun?"

"Aku...." Tidak ada kalimat yang terucap di ujung mulutku. Aku tidak tahu harus senang, sedih, atau marah karena melihatnya berada di depanku setelah empat tahun tidak bertemu. "Baik-baik saja."

"Begitu, ya...."

Gadis itu menerawang lurus ke arah apartemennya. Oh, benar, aku harus mengembalikan kunci apartemen miliknya.

Kurogoh kunci terkait dari saku pakaianku kemudian kuulurkan padanya seraya mengatakan, "maaf, karena tidak mengatakan padamu kalau akhirnya aku menerima kuncinya."

[First Name] mendengus seraya tersenyum. Oh, astaga, dia benar-benar terlihat cantik! Bahkan lebih cantik dari ingatan tentang bagaimana rupanya empat tahun lalu.

"Tidak masalah. Terimakasih sudah membersihkan ruanganku selama empat tahun terakhir ini, dan merawat tanaman-tanamanku."

"...." Dari mana dia tahu? Apa ini kerjaan Si Makelar? Atau, Anee-san? Sudahlah, lagi pula aku sudah mengatakannya dengan jujur padanya.

"Ng... mau masuk dulu? Kau baru kembali, 'kan?"

"Sekarang jadi tuan rumah yang baik, ya? Apa itu yang kau dapatkan selama empat tahun terakhir?" godaku.

[First Name] tertawa kecil. "Dan bayangkan sang tuan rumah yang baru saja berniat kembali, diserang di depan rumahnya."

"Tepatnya... tuan rumah yang berusaha mengendap masuk ke rumahnya sendiri," tambahku. "Jangan lupa itu."

Gadis itu tertawa. Aku tidak menyangka, aku bahkan masih bisa bermain sambung kalimat dengannya seperti ini.

"Lagi juga, kenapa kau membuntutiku seperti itu?" tanyaku.

"Itu karena...." [First Name] melihatku dari bawah sampai ke atas, sampai terakhir menunjuk wajahku dengan tangannya yang berbalut sarung tangan hitam. "Penampilan Chuuya-kun berbeda."

Kini aku yang mendengus geli mendengarnya.

"Rambut belakangmu, sudah kau potong, ya? Kupikir itu cocok denganmu."

"Karena itu?" tanyaku jengkel.

[First Name] tertawa dan menggamit lenganku. Lalu, kembali bertanya, "jadi, ingin masuk dulu?"

Sampai di depan pintu ruangannya, aku mulai merasakan gugup. Karena ini pertama kalinya aku memasuki ruangannya dengan dirinya yang berada di sini.

Begitu aku duduk di atas kursi santai, sementara [First Name] di dapur menyiapkan minuman untukku—begitulah katanya.

Namun tak lama, aku berdiri dan langsung berhadapan dengannya yang hanya di batasi meja dapur.

Sambil sedikit tersenyum, aku mengatakan, "aku akan kembali saja ke kantor, ruanganku, kau tidak perlu repot-repot dan beristirahatlah."

"Eh?"

"Kau juga baru kembali, 'kan?"

"Oh, iya. Kalau begitu aku akan mengantarmu—"

"Tidak perlu, aku bisa sendiri."

"Kalau begitu sampai depan pintu ruanganku."

Mungkin, dirinya masih banyak yang belum berubah. Keras kepalanya itulah yang terkadang membuatku merindukannya, mungkin memang ciri khasnya seperti inilah yang melekat yang kusuka.

Sesampainya aku berdiri di depan pintunya, sementara dia berada di sisi lain dalam ruangannya, kuberikan seulas senyuman sebelum benar-benar meninggalkannya.

Sampai pintu hampir tertutup rapat, rasanya masih ada sesuatu yang tertinggal. Sesuatu yang berharga untukku.

Selama empat tahun, aku selalu menahannya. Aku selalu berpikir "kapan aku bisa menggandeng tangan kecilnya lagi?" atau "kapan sekali lagi saja aku bisa melihat wajahnya langsung?".

Namun, ketika hal itu terkabulkan, tidak ada yang bisa kulakukan. Benar-benar seperti orang bodoh, hanya berdiam diri tanpa mengatakan apapun yang ingin kukatakan....

Seperti, aku kembali ke diriku yang dulu.

Kueratkan kepalan tanganku, aku bukan aku yang dulu lagi. Selalu merasa bodoh karena tidak bisa membuat hubungan yang baik dengan orang lain, atau tidak bisa mengatakan apapun yang kurasakan.

Kubuka pintu di depanku dengan cepat, begitu aku masih melihat sosok wanita yang sangat kucintai itu masih berdiri mematung, kutarik tangannya hingga merapat dengan tubuhku.

Sepersekian detik kemudian, bibirku dengan bibirnya saling menyatu untuk waktu yang cukup lama.

Usai dari kegiatan terkait, aku tidak langsung melepaskannya. Kutarik pinggang kecilnya dan lebih kurapatkan dirinya sampai pada dada bidangku.

Kupeluk dirinya seolah aku tidak akan pernah melepaskannya lagi. Kubenam kepalaku di atas bahunya. Kucium aromanya yang selalu merekat di ingatanku. Kubelai rambutnya seperti yang dulu selalu kulakukan padanya.

"Jangan tinggalkan aku lagi, [First Name]. Jangan pernah lagi. Kalau kau melakukannya lagi, aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan atau tidak, aku mohon."

Aku tidak tahu bagaimana tanggapan [First Name]. Aku tidak tahu apa ini datang dari egoku sendiri atau tidak. Namun, aku sungguh tidak ingin dirinya pergi lagi.

Tak lama, kurasakan sebuah tangan mungil terangkat menyusuri punggungku sampai akhirnya seperti seolah memelukku kembali.

"Chuuya-kun...."

Suaranya yang memanggilku, membuatku langsung menatap matanya dengan lurus. Melepaskannya dari pelukanku tapi aku tetap menggenggam kedua tangannya.

"Aku tidak akan pergi lagi."

Mataku perlahan membulat sempurna, sementara [First Name] mengembangkan senyumannya.

"Tadaima."

Kusatukan dahiku dengan dahi [First Name], kupejamkan mataku dan bisa kurasakan kalau aku tersenyum.

"Okaeri, [First Name]."

























—oOo—

Extra Chapter 1 Owari!! Yeay, akhirnya update juga 😆 bagaimana? Udah tau kan sudut pandang siapa dari awal walopun saia gak kasih tauk? 😄

Hehehe~ maap keun Kajeh-kun karena terlalu malas untuk nulis segala tetek bengek soal PoV 😂😂😂  tapi giliran nulis author note yang Super Duper Unfaedah kek gini aja rajin 😃

Fix! Gimana gaes Extra Chapternya? Oh iyak! Saia gak bikin banyak-banyak untuk Extra Chapter 🙃 targetnya... gatau 😆😆😆

Udah selesai baca keun? Vote dan krisarnya di kolom komentar ya gaes 😘

Hope You All Like It!
Thanks!

—oOo—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro