Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chuuya Side 14 : The Truth!?

SIAL, ini membuatku frustasi. Tidak kusangka, hanya karena masalah beberapa waktu lalu, membuatku terjatuh sampai titik nol seperti ini.

Pekerjaanku berantakan, emosiku tidak stabil, dan aku sering membuat masalah pula ceroboh.

Cih, ini seperti bukan diriku!

Terlebih... rasanya sulit untuk melihat [First Name]. Seolah setiap kali kulihat bibir merahnya yang menggodaku untuk kucium (oke, abaikan pikiran liarku ini), aku teringat saat Dazai Si Brengsek menciumnya lebih dulu malam Natal itu.

Aku menggeleng kepalaku kuat-kuat. Tidak, apa yang kupikirkan ini benar-benar salah! Aku harus menghapus ingatan menyakitkan ini!

Eh, tunggu. Kenapa—! Ini 'kan Perpustakaan?! Kenapa aku bisa berjalan ke sini? Oi, yang benar saja, hanya karena berjalan sambil melamun bisa membawaku ke sini.

"Nakahara-san."

Sebetulnya, aku nyaris ingin berteriak kala tetiba seseorang mencidukku tengah berada di koridor Perpustakaan Port Mafia.

Untungnya, itu Akutagawa dengan wanita berambut pirangnya (ah, sial, aku bahkan melupakan nama mafiosi di bawahku sendiri).

"Hah? Ada apa?"

"Ozuki-sama memanggil Anda."

Oh, Anee-san? Jarang sekali—atau, jangan-jangan ia ingin memarahiku karena pekerjaanku yang berantakan belakangan ini?

Cih, ini benar-benar menyebalkan.

Aku berjalan, menuju ruangan Anee-san yang biasa. Entah apa yang sebenarnya ingin dibicarakannya (atau, memarahiku sebetulnya. Yang jelas aku tidak mengharapkan ini), kuharap ini tidak menghabiskan waktuku.

Tepat ketika aku berdiri di depan pintu ruangannya, degup jantungku berpacu cepat. Rasanya aku sungguh takut untuk masuk ke dalam.

Aku menarik nafas panjang, mengeluarkannya lewat mulut. Sudah cukup, paling tidak ini sedikit membuatku lega.

Kubuka pintu terkait di hadapanku. Saat pintu itu terbuka, kulihat Anee-san masih bersantai seperti biasa di sofa merahnya.

Kuharap moodnya sedang baik, jadi paling tidak, kalau pun dia memarahiku tidak akan seperti—hal-hal buruk yang akan terjadi—ekspetasiku.

"Anee-san, aku datang seperti permintaanmu."

"Duduklah."

Rasanya dadaku mencelos. Sialan, moodnya sedang buruk! Kurasakan keringat dingin melewati pelipisku, kakiku berjalan ragu mendekatinya.

Aish! Ini gawat, sungguh.

Aku mengingat-ingat kesalahanku yang lain, sejauh ini tidak ada. Ya, tidak ada, aku yakin itu. Hanya masalah baru-baru ini, kurasa.

Lagi pula, kalaupun Anee-san sungguh memarahiku karena pekerjaanku yang berantakan kali ini, aku mungkin saja bisa bercerita sekalian.

"Selamat, ya."

Eh? "Apa?"

"Tentu saja soal [First Name]-chan," ucapnya. "Aku tidak menyangka kau akan benar-benar melakukan hal konyol seperti itu, Chuuya."

Sial, ini membuatku kesal. Ya, makannya aku tanya "apa?", memangnya ada apa? apa yang terjadi. Oh, astaga ini malah membuat perapatan di dahiku sendiri muncul, terlebih KENAPA WAJAH ANEE-SAN BERSERI-SERI SEPERTI ITU?!!

"Pasti karena kau baru pertama kali berpacaran seperti ini membuatmu gugup, pekerjaanmu malah berantakan semua," ucapnya kembali. "Tenang saja, aku yang akan bertanggung jawab soal ini pada Bos Yang Tidak Kompeten itu."

Apa? Anee-san, kau sedang bermain ibu-ibuan, ya? Lagi juga siapa yang berpacaran dengan siapa? Dan lagi, kenapa membawa nama [First Name]?

Dan lagi kenapa kata "pertama kali" itu sangat kau tekankan? Memang aku tidak pernah berpacaran sebelumnya, lalu kenapa? Bahkan sekarang tidak, 'kan?

Makannya dari tadi kutanyakan ada apa ini sebenarnya? Kenapa percakapan ini justru melantur kemana-mana, tidak jelas?

Eh—! [First Name]? Pacaran untuk pertama kalinya? Aku? Jangan-jangan, apa Anee-san mengira aku berpacaran dengan [First Name]? Lalu soal aku yang melakukan hal konyol itu? Apa maksudnya itu?

Sebelum aku sempat menanyakannya lebih lanjut, Anee-san mengambil ponsel yang ia letakkan di atas meja dekat dengan buket es untuk botol wine miliknya itu. Tak lama setelah wanita itu berkutik pada layar ponselnya, diberikannya ponsel terkait padaku.

APA-APAAN INI—! kapan—bagaimana—aish! kenapa aku bisa melakukan ini?!

Aku membeku, tubuhku menegang, mulutku hanya terbuka sedikit karena terkejut tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, yang benar saja! Mana mungkin aku bisa—!

—mencium [First Name]?!

"Tapi... bagaimana—?!"

"Ara, kau masih tidak mengingatnya? Pantas saja waktu itu [First Name]-chan terlihat murung," ucap Anee-san dengan wajahnya yang terlihat memelas (mungkin maksudnya kasihan padaku. Ah, sial!).

Memangnya kap—! Waktu [First Name] terlihat murung? Apa karena ini dia berusaha menghindariku tapi karena responku yang biasa kala tidak mengingatnya, dia mulai mencoba bersikap biasa? Seolah ciuman itu tidak pernah terjadi?

Malam itu? Saat gadis itu menjadi eksekutif? Apa yang aku—! Aku mengingatnya, saat itu....

Kulingkarkan tanganku dari belakangnya.

Kucoba menggodanya dengan mendekatkan diriku perlahan padanya seraya tersenyum miring.

Aku ingat, aku tidak bisa mengontrol diriku untuk tidak meminum anggur berlebihan malam itu (jadi, noda merah pada kemejaku itu... dan aroma anggur yang menyeruak walaupun sudah kucuci bersih?).

Kukatakan kalau aku menyukainya, sangat menyukainya.

Kukatakan pula kalau aku membenci Dazai karena seolah menjadi pacarnya.

"Mumi itu seenaknya bisa berdua denganmu berjalan di sampingmu, menyentuhmu. Semuanya, ya, semuanya. Aku membencinya."

Seolah ingatan itu terputar kembali, kulihat wajah gadis yang kusuka tersenyum polos seraya bertanya, "benarkah?" padaku.

"Iya," jawabku cepat. Kuraih kedua tangan berbalut sarung tangan dariku kemudian melanjutkan, "aku senang, kau masih menyimpannya dengan baik."

Dengan sangat jujur.

"Aku senang bisa menggandeng tangan kecilmu."

Sekali lagi, kukatakan dengan jujur. Sangat jujur.

"Aku senang selalu bisa melindungimu, tapi aku benci saat kau keras kepala karena selallu ingin pula melindungiku."

Gadis yang kusuka itu, sekali lagi berkata, "benarkah?"

"[First Name]...."

Gadis itu bergeming, diam. Sementara aku—

"Aku sudah memberikanmu tanda, sekarang kau milikku."

—APA YANG KULAKUKAN?! BODOHNYA!

Rasanya saat ini pula, aku terjatuh. Tanpa kusadari, kututupi bibirku yang sudah menyentuh bibir gadis itu dengan punggung tanganku.

Tanpa kusadari pula, dibaliknya, aku tersenyum puas. Namun, pandangan mataku beralih entah kemana.

"Sepertinya kau senang sekali, Chuuya."

Uh-oh! Astaga, Anee-san! Tepat sasaran, aku memang senang. Bahagia malah. Kalau seperti ini, artinya aku memang benar-benar memenangkan permainan konyol itu. Bukan hanya itu, aku juga memenangkan untuk diriku sendiri.

Tapi, entah kenapa rasanya menyakitkan pula....

Mengingat saat gadis itu juga mencium mantan partner sekaligus rivalku sendiri. Kuturunkan tanganku dari wajahku, mataku menyendu sedikit. Tapi, kuyakin Anee-san pasti mengerti.

"Tapi aku tidak berpacaran dengannya, Anee-san."

"Aku tahu," ucap wanita itu. Kunaikan wajahku dan kutatap maniknya, kulihat wajahnya begitu cerah dengan senyumannya. "Aku sudah mengetahui semuanya. Tapi...."

Anee-san lebih mengembangkan senyumannya.

"Cobalah untuk berbicara dengannya."

Wanita itu benar-benar kejam juga.

Setelah mengatakan hal yang tidak kumengerti, memberikan dokumen dengan tugas a.k.a misi baru dari Bos yang saat ini harus kuemban, kemudian mengusirku dengan sangat mudah.

Ini tidak akan mudah!

Mungkin aku memang bisa meminta [First Name] membantuku untuk misi ini kemudian berbicara padanya, tapi masalahnya ini....

Canggung sekali. 

Alih-alih aku mendatanginya, justru aku hanya melewati serya mencuri pandang dirinya yang berada di Perpustakaan Port Mafia sebentar.

Kuhelakan nafasku singkat, mungkin aku memang masih belum sepenuhnya pula menerimanya. Bagaimana pun, walaupun aku menciumnya saat itu, ia tetap mencium Dazai, dari itu pun sudah jelas, bukan?

Kalau gadis itu sedari awal memang tidak mempunyai perasaan yang istimewa terhadapku.

Mengetahui hal ini pun, justru membuat dadaku lebih sakit. sambil berdecih dan memegang ujung topi fedora hitam milikku, kuberjalan ke arah mobilku yang terparkir tak jauh di sana.

Sudahlah, yang terpenting saat ini adalah menyelesaikan misi ini terlebih dulu.

Sialan! Aku malah tambah tidak dalam keadaan baik. Padahal Bos sudah memintaku agar membawa beberapa orang bersamaku, atau barang kali [First Name].

Namun, aku menolaknya.

Dan sekarang, aku terpojok seperti ini. Rasanya sungguh seperti tikus yang memasuki perangkap yang sudah jelas itu perangkap. Ya, aku memang tahu ini jebakan dan aku tetap masuk ke dalamnya.

Setelah memasuki ruang bawah tanah yang bahkan aku sendiri tidak tahu seluk beluknya, aku terpojok dan sulit untuk mengeluarkan kemampuanku sendiri.

Mungkin aku memang bisa menghancurkan ruang bawah tanah ini dengan menghancurkan pilar-pilarnya, tapi kalau seperti itu aku juga yang akan terkena imbasnya.

Ketika ribuan peluru menghujani diriku, kuangkat tanganku dan kutahan peluru-peluru dari segala arah itu dengan kemampuanku.

Tapi, serangannya tidak berhenti di sana, ini pola yang sama seperti sebelumnya. Tepat dari balikku, sesi dua penembakan beruntun selanjutnya menghujani diriku lagi.

Yang tidak kusangka adalah polanya yang sedikit berbeda, saat aku lengah dengan menurunkan tanganku, satu peluru melesat tanpa suara dan mengarah padaku.

Aku yang tidak sempat membuat pertahanan, hanya membeku ditempat sebelum peluru itu sampai mengenaiku. Sepersekian detik kemudian, peluru itu hanya berhenti di depanku seolah melayang.

Begitu aku menoleh ke belakang, tepat beberapa langkah di sana, siluet seorang gadis yang amat kukenal berdiri di sana seraya mengangkat tangannya. Saat mataku bertemu dengan matanya, dilemparnya tangan yang terangkat itu hingga peluru yang tadinya mengarah padaku kini berbalik.

Direntangkannya tangan [First Name] hingga mengeluarkan petir dengan kami—aku dan [First Name]—yang berada di tengah lingkaran petir biru itu.

Gadis itu mendekat dengan alisnya yang saling bertautan, sebal. Eh? Memangnya apa yang membuatnya sebal seperti itu? Lagi juga, bagaimana dia bisa datang? Apa jangan-jangan Bos? Anee-san barang kali?

Kutatap dia datar, santai. Entah wajah seperti apa yang seharusnya kuberikan, tapi seperti ini sudah cukup.

"Dasar bodoh!"

Aku bersidekap.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau sangat ceroboh?!"

Lingkaran petir itu menghilang, tepat disekeliling kami, hanya ada mayat-mayat manusia yang hangus terbakar bahkan sampai ke tulang-tulangnya.

Begitu salah seorang berdiri hendak menyerang [First Name] dari belakang, gadis itu malah berdecih dan mengangkat pistolnya dengan mengarahnya lewat belakang kepalanya. Ketika peluru itu ditembakkan, tepat sasaran mengenai target yang tidak dilihatnya itu.

Oi! Bagaimana kau bisa melakukan itu [First Name]? pikirku, maksudku, dalam keadaan dirimu yang tenah dikelilingi aura merah—marah—seperti itu?

"Kalau aku tidak datang, mungkin kau...."

"Kau yang bodoh!" balasku tak kalah sengit. "Aku tidak memintamu datang. Apa? Aku bisa membalas perkataanmu!"

"Apa?!"

"Apa?!"

Untuk sesaat, kami saling bertatapan sampai akhirnya kurasakan beberapa orang mulai melompat ke arah kami dan berniat menyerang kami.

Dengan cepat, tanganku sudah terbungkus cahaya merah menyala sementara gadis di depanku di tangannya terbungkus petir biru yang cahayanya menusuk mata. Bersamaan, kulempar tanganku kuat seraya membawa batu-batuan dan mengenai orang-orang yang menyerang kami—

—begitu pula dengan gadis di depanku.

"Karena kau lebih kuat daripada diriku, begitu?"

Aku memutar tubuhku, melihat ke arah gadis itu. Rasanya, semua yang ingin kukatakan, yang ingin kuteriakan semuanya keluar.

"Apa maksudmu? Bukankah sudah jelas kalau ini yang diinginkan Bos?"

Seolah mengabaikan ucapannya, aku tetap menyerang orang-orang yang berniat menyerang gadis itu dari belakang, begitu pun dengan [First Name] sendiri.

Cih! Tidak perlu membantuku juga aku bisa, lagi juga sudah kukatakan bukan kalau aku tidak memintanya datang? Dan sekarang, kenapa dia tidak pergi saja sekalian dan membiarkanku sendiri menyelesaikan urusanku.

"Ini misiku, kau bukan bawahanku lagi, jadi jangan pernah ikut campur tanpa permintaan dariku."

Dengan nada dingin aku mengatakan hal itu akhirnya. Mungkin terdengar kejam, tapi aku tidak bisa menahannya lagi, sungguh.

Maksudku, bukan berarti aku jahat, hanya saja dia bukan milikku dan kalau sampai terjadi sesuatu padanya, bisa-bisa malah aku yang terkena masalah. Terlebih pada Manusia Perban Terkutuk Sialan itu, aku harus sebisa mungkin menghindarinya.

Termasuk pada orang yang diklaim sebagai pacarnya, sekaligus orang yang jelas kusukai itu.

"jadi sebaiknya... kau segera pergi dan urusi urusanmu sendiri," lanjutku kembali dengan nada yang sama.

Gadis itu menunduk, entah kenapa melihatnya malah membuat dadaku lebih sakit. Apa aku terlalu kejam atau sebagainya? Apa yang sebaiknya kukatakan padanya.

"Baiklah, kau benar." [First Name] mengangkat kepalanya, lalu melanjutkan, "kau benar, ini bukan urusanku dan aku tidak berhak untuk ikut campur misimu sendiri."

Bahkan ucapannya... jadi terdengar menyakitkan.

Gadis itu melangkah pelan ke arahku. Begitu sampai di sampingku dan tanpa menoleh sedikit pun padaku, ia berkata, "aku tidak menyangka kau seegois ini, Nakahara-san."

Kau benar, aku memang seegois ini. Pada akhirnya, aku benar-benar membuat semuanya hanya untukku sendiri.

Hari demi hari kembali kulewati, hanya sendiri, tanpa ada seorang pun di sisiku. Kembali seperti dulu lagi, tepat saat seperti Dazai tidak bekerja di Port Mafia.

Sejauh ini tidak ada masalah lagi, semuanya benar-benar seperti sedia kala. Tugas-tugas yang kukerjakan berangsur-angsur membaik (seperti keadaanku saat ini pula), semua laporan rapi tanpa ada kesalahan sedikit pun.

Semuanya, sudah membaik.

Mungkin kalau kukatakan semua, itu kurang pas. Alih-alih mencoba berbicara dengan [First Name], justru aku lebih memilih diam dan menghindarinya.

Namun, gadis itu benar-benar luar biasa. Kupikir aku sudah mengatakan hal yang kejam padanya dan membuat dirinya sakit hati, tapi faktanya, ia masih seceria seperti biasa.

Bahkan masih bisa menatapku sambil tersenyum dan melambaikan tangannya, sementara aku? Hanya membalasnya dengan anggukkan seadanya.

Ah, sial! Kalau begini bagaimana aku bisa melupakannya dan mulai menganggapnya sebagai partner sungguhan bukan orang yang kusuka?!

Daya tariknya—maksudku, sifatnya—yang ceria seperti itulah yang membuatku menyukainya. Gadis yang menyenangkan dan penuh dengan aura positif, sosok yang bahkan bisa menggerakkan diriku untuk selalu mengatakan semua yang kuinginkan.

Sialan! Kacau sudah rencana untuk melupakan dirinya kalau seperti ini. Dan aku lupa....

Apa aku harus mengatakan "sial!" untuk kesekian kalinya?

Oh, sial! Aku lupa kalau aku punya janji untuk minum teh malam ini dengannya! Bagimana ini?! Astaga, kalau aku tetap datang dengannya malah ada kecanggungan di antara aku dengannya. Diam-diaman, begitu? 

Lagi juga moodku sedang buruk sekarang. Mungkin aku memang bodoh mengatakan hal itu, ya, tentu, kuakui itu. Saat aku datang bermaksud dengan damai, aku malah menggunakan topik tentang hubungannya dengan Dazai Si Bajingan Gila itu.

Dan setelah mengetahui kepastian sesungguhnya dari hubungan mereka, dengan santainya kukatakan, "selamat, ya." Lalu menambahkan kalimat, "kuharap hubungan kalian baik-baik saja karena kau tahu maksudku, bukan? Dia... berada di posisi yang berbeda dengan kita." Yang sebenarnya ragu untuk kukatakan tapi tetap kukatakan.

Alhasil, kudapatkan jawaban kepastian kedua kala gadis ini mencoba optimis dengan seolah membela Dazai. Kalian tahu apa yang dikatakannya? Yap, beginilah katanya, "tapi dia dulu sama."

Kalimat singkat, jelas dan padat, sekaligus mudah dipahami. Sangat mudah dipahami. Hanya dengan kalimat itu, berhasil membuatku bungkam seketika dan pergi tanpa mengatakan apapun.

Satu-satunya kata yang hanya ada di ujung mulutku hanya, "begitu, ya?"

Begitu, ya? jadi kalian benar-benar berpacaran sekarang?















—oOo—

Chuuya Side 14 owari!! Aje gile, lama bener Kajeh-kun ndak update 😂 maap keun, maap keun 😄

Dan pada akhirnya, book ini akan segera tamat :3 Niatnya sih daku ingin beri keun Extra Chapter 😃

Apa itu Extra Chapter? Extra Chapter adalah chapter tambahan(?) Oke, abaikan! 😅 jadi Extra Chapter entuh isinya, ya, setelah lama jadian ma Chuuya :v kek epilog (epilog untuk Chuuya Side tetep ada kok :3), but versi panjang (sangat panjang, mungkin) sampe berchapter-chapter :v

Tapi baru niat daku <(") gatau nanti mager ngetik apa tyduck, atau bisa aja gak jadi ada Extra Chapter :v wkwkwk~

Oh, iyak! Jangan lupa di vote dan krisarnya di kolom komentar yeu :3

Hope You All Like It!
Thanks!

—oOo—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro