Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chuuya Side 13 : Because I'm Stupid

SEJAK pagi ini rasanya aneh. Memang hanya perasaanku saja atau apa, tapi [First Name] sedari tadi menghindariku.

Baiklah, aku akan menceritakannya dari awal.

Pagi ini hari Senin, tepatnya tanggal dua puluh lima Desember. Pagi natal. Dalam kejapan yang sangat singkat, aku membuka mataku cepat.

Aku bangun dari posisi tidurku, duduk di atas kasur di ruanganku dalam kantor. Mataku menyelidik, semuanya tampak aneh.

Eh, tidak ada yang aneh. Aku sekarang terbangun dan duduk di atas kasurku, tepatnya dalam ruanganku.

Ruangan—!? Kenapa aku bisa ada di ruanganku? Tunggu, apa yang terjadi malam itu?

Sialan, aku tidak bisa mengingatnya. Dan lagi, aku juga masih mengenakan pakaian bertugasku seperti biasa (hanya jas milikku saja yang ditanggalkan).

Gawat, aku benar-benar tidak mengingat apa pun. Aku mengacak-ngacak rambutku dan berdecih kesal, selepasnya kubasuh diriku untuk bersiap bertugas pagi ini.

Selesai membersihkan diri dan memakai pakaianku yang seperti biasa—kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam—aku melesat keluar dari ruanganku setelah menguncinya dengan rapat.

Awalnya, yang bisa kulihat hanya koridor panjang yang gelap dengan jendela kaca besar di sisi kiriku yang memberikan penerangan kala cahaya mentari pagi yang menusuk.

Namun, tak jauh di depanku, gadis yang beberapa waktu ini selalu bersamaku dan gadis yang kusuka, sudah berjalan di depanku dari arah yang berlawanan.

Gadis itu sibuk melihat dokumen dalam genggamannya. Namun, mataku tidak memperhatikan itu, hanya dirinya.

tubuh yang terpaut sedikit lebih kecil dariku itu berbalut kemeja hitam dengan blazer navy blue yang selaras dengan celana bahannya. Kaki jenjangnya pun dipakaikan sepatu heels yang tidak terlalu tinggi berwarna merah.

"Dari ruangan Bos?"

Seolah sesuatu memanggilnya, gadis itu terlihat sedikit tersentak. Aku berhenti tepat saat berhadapan dengannya, pun dengan [First Name].

"H-ha'i. Ohayou... Nakahara-san."

"Ohayou," balasku. Kenapa [First Name] mengalihkan pandangannya seperti itu? "Ada misi apa lagi?"

"Eh!? Etto...." Sekali lagi, gadis itu tidak melirikku sama sekali. "Hanya perburuan. Ano... Nakahara—"

Aku menoleh padanya langsung, tapi seolah dirinya terjerat sesuatu, ia tidak melanjutkan ucapannya sama sekali.

Aku tahu! Ini memang ada yang aneh, tapi apa? Kenapa gadis ini terlihat gugup? Kenapa dia mengalihkan pandangannya dariku? Dan, apa yang sebenarnya ingin diucapkannya?

Kuhelakan nafasku. Sebaiknya lain kali saja kutanyakan saat moodnya sudah lebih baik dari ini. Kalau kutanyakan tiba-tiba, mungkin saja bukannya menjawabnya dia malah menghindariku.

Aku menaikkan tanganku, berniat ingin meraih dokumen yang dipegangnya. Namun, entah refleks kenapa, [First Name] justru menepis tanganku dengan cepat. tepat saat itu pula, kuberhadapan dengan manik [eyes color]nya.

Pandangan yang tidak kumengerti. Kenapa dia melihatku seperti itu?

"Go-gomen, Nakahara-san." Dia kembali mengalihkan pandangannya. Setelah menghela singkat, gadis itu menatapku tegas dan melanjutkan, "Anee-san menunggumu di ruangannya."

Aku bersidekap. Aku yakin, memang ada yang aneh dengan [First name]. Dan, Anee-san? Tidak biasanya dia sepagi ini memanggilku.

"Kalau begitu, aku permisi."

Setelah berucap begitu, [First Name] melewati diriku begitu saja. Terlihat sedikit olehku, ia menghindariku, Langkahnya yang terlihat besar dan tampak terburu-buru, aneh.

Aku benar-benar tidak mengerti pagi ini. Ini hal aneh lain yang terjadi setelah aku terbangun dalam ruanganku.

Ada apa... ya?

Usai dari ruangan Bos dan melaksanakan misiku dengan [First Name], aku pergi ke ruangan Anee-san kala memenuhi undangannya itu.

Sesuai dugaanku, memang ada yang aneh dengan gadis itu. Memang pada dasarnya dia terlihat baik-baik saja. Namun, saat aku kembali ke kantor pusat Port Mafia dengannya menggunakan mobil, dia tidak banyak berbicara.

Gadis yang biasanya banyak berbicara dan selalu melihatku dengan mata jahilnya kala menggodaku, tidak diberikannya lagi. [First Name] justru lebih sering mengalihkan semuanya, entah dengan menjawab pertanyaanku dengan geraman atau hanya sepatah kata "iya" atau "tidak".

Berdiri di depan pintu besar dan kubuka pintu terkait, tepat wanita yang sangat kuhormati tengah duduk santai di atas sofa merahnya.

Tirai besar menutupi ruangan wanita itu, sementara hanya ada cahaya dari kristal chanderlier di setiap pojok ruangan yang memberikan cahaya temaram.

"Ada apa, Anee-san?" tanyaku langsung.

Anee-san menjauhkan bibir gelas wine itu dari hadapannya kemudian tersenyum padaku. Aku mendekatinya, mengambil gelas wine dan mengusapnya sampai mengkilap, selepasnya kutuang Cheval Blanc tahun 1947 yang diproduksi oleh Saint Emilion.

"Bagaimana menurutmu [First Name] itu?"

Belum sampai setetes cairan merah itu keluar, aku menghentikan gerakan menuang itu. Bagaimana? Memangnya apa maksud Anee-san menanyakan itu? Dia sudah tahu aku menyukainya, kenapa dia masih menanyakan itu?

"Bagaimana?" ulangku.

Menurutku dia sebenarnya sangat polos, pintar mempertimbangkan segala hal, menyukai dan disukai semua orang, ceria pun bersemangat, menyebalkan tapi itu memang dirinya, tekun, manis juga cantik, pun sangat menarik.

Harus kukatakan, aku menyukainya karena dirinya.

"Apa aku harus menjawabnya?" 

Bukan berarti aku tidak ingin menjawabnya, tapi rasanya memalukan sekali kalau aku mengatakan hal itu. Sial, wajahku malah memanas!

Aku kembali melanjutkan kegiatanku yang sempat tertunda, selesainya, aku pun duduk bersebelahan dengan Anee-san kemudian meneguk perlahan cairan merah beraroma manis itu.

"Apa kau pernah berpikir kalau dia sudah menyukai orang lain?" tanya Anee-san kembali. "Kau sudah berubah, ya, Chuuya."

Rasanya pertanyaan itu jutru malah seolah menikamku langsung di dada. Ya, aku memang tidak pernah berpikiran kalau [First Name] menyukai seseorang. Sejujurnya.

Toh, dia memang dekat dengan para mafiosi, akrab-akrab saja dengan anggota Agensi Detektif Bersenjata terutama Dazai si Bajingan Gila itu, bahkan denganku.

Tapi kalau dikatakan gadis itu memang menyukai seseorang, dia tidak pernah menceritakan apa pun padaku sosok seorang pria selain Dazai dan Viktor Yamada, gurunya itu.

Dan kalau itu terjadi....

Dia mungkin tidak pernah melihatku, itu artinya cintaku ini hanya sepihak? Apa akhirnya, aku hanya akan membuat semuanya hanya untukku?

"Entahlah," jawabku akhirnya.

Aku... berubah, ya? Soal ini, aku sulit menanggapinya.

Omong-omong, setelah misi terakhir sore tadi, aku tidak melihat [First Name] lagi. Gadis itu seakan menghilang diterpa angin, saat kutanyakan pada Akutagawa dan bawahannya pun tidak ada yang tahu-menahu pasal dirinya ada dimana.

"Malam ini, [First Name]-chan pergi Natal dengan Dazai."

"Apa? Tidak mungkin, dari mana—"

"Kau ingat dengan tiket yang selalu disimpannya?" Aku mengangguk sebagai jawaban, tentu saja aku ingat... tiket dari Dazai itu. "[First Name]-chan memang tidak pernah jalan dengan Dazai, dia selalu menyimpannya sampai mendapatkan waktu yang tepat."

"Dan waktunya... malam ini?"

Anee-san mengangguk. Dadaku serasa mencelos keluar. Mengetahui hal ini rasanya menyakiti dadaku, aku tidak pernah mendengar hal ini pun dari gadis itu.

Tapi waktu yang tepat? Apa memang seperti itu? Tapi, bukankah kalau Bos tidak mengizinkannya keluar, gadis itu tidak akan bisa pergi?

Tunggu!

Seolah bisa menjawab pertanyaan dalam pikiranku, Anee-san berkata, "kau sadar, 'kan? Itu karena Dazai, kau tahu dengan baik kalau Bos Yang Tidak Kompeten itu masih sangat berharap Dazai kembali."

Itu artinya... tidak mungkin Bos tidak mengizinkan [First Name] keluar untuk bertemu dengan Dazai!? Apa Bos berpikir kalau [First Name] dan Dazai itu benar-benar berpacaran? Berpikiran untuk menggunakan anak itu agar Dazai bisa kembali ke Port Mafia?

"Anee-san, apa [First Name] sudah pergi?"

Anee-san mengangguk. "Sekitar dua jam yang lalu."

Aku berdecih, kutarik jas yang sempat kutanggalkan dan kugantung pada penyandar sofa dengan cepat, kemudian beranjak pergi dari ruangan Anee-san seraya berkata, "ittekimasu."

Kenapa Anee-san memberitahuku? Kenapa dia seolah sangat mendukungku dengan [First Name]? Aku memang tahu kalau wanita itu selalu seperti sosok seorang ibu bagiku, tapi [First name]?

"Pastikan kau membawanya kembali..."

Aku ingat, kata-kata itu diucapkan dengan nada yang terkesan khawatir. Anee-san mengkhawatirkan [First Name] juga? Apa karena Kyouka?

Dia melepaskan Kyouka karena tahu gadis muda itu bisa dipercayakannya pada Si Manusia Harimau itu, kalau begitu [First Name]... dia mempercayakannya padaku?

Jadi karena aku juga?

Semua ini benar-benar untukku juga?

"Kau sudah berubah, ya, Chuuya."

Dan apa yang berubah denganku?

Terkadang aku tidak mengerti, apa yang berbeda denganku dan apa yang berubah dari diriku. Aku selalu merasa begitu, aneh. Tapi itulah yang dikatakan Anee-san beberapa waktu lalu.

Dan kupikir... itu memang benar.

Aku mendarat di sebuah gang kecil kemudian keluar. Setelah sampai di tempat yang mengadakan acara Natal besar-besaran, aku mulai berkeliling. Sendirian.

Kulirik-lirikkan mataku kesegala arah, mencari sosok seorang gadis terkait. Namun, nihil, aku masih belum menemukannya sama sekali.

Habis tiga puluh menit untuk mencari sosok itu, tepat saat itu, di dalam cafe hidangan Asia, sosok itu berhasil kutemukan—dengan Dazai.

Pria brengsek yang mempermainkan [First Name].

Aku memasuki cafe itu, duduk pada kursi kosong yang tak terlalu jauh dari tempat [First Name] dan Dazai. Sayup-sayup, aku hanya mendengar suara tawa kecil di antara mereka pun melihat senyuman gadis yang kusuka itu.

"Lalu bagaimana denganmu, [First Name]-chan?"

"Eh?"

"Kau tidak ada niat membelot dari mafia dan bekerja denganku? Adik asuhmu juga dalam waktu dekat akan mulai bekerja di agensi."

"Benarkah?" Kenapa... [First Name] seolah terlihat senang? Apa dia benar-benar ingin—! "Aku belum pernah berpikir untuk membelot dari mafia."

Ah, syukurlah. Aku menghela nafas lega kala mendengar itu. Tapi, gadis itu hanya mengatakan "belum pernah berpikir", apa itu artinya ada kemungkinan dia berpikiran untuk benar-benar membelot?

Cih, tidak. Itu tidak akan terjadi, tidak akan pernah terjadi, dan tidak akan kubiarkan. Bagaimana pun caranya, aku tidak akan membiarkan gadis itu berpikir untuk membelot dari Port Mafia seperti Pria Brengsek itu.

"Yah, kalau itu terjadi. Artinya kau anggota eksekutif kedua yang berani seperti itu. Menghilang saat mengerjakan misi dan kembali sebagai musuh."

"Bisa saja itu terjadi. Omong-omong Dazai-san, bagaimana kau tahu aku anggota eksekutif?"

Sudah kuduga! [First Name] jadi benar-benar berpikir untuk membelot dari mafia.

Kukepalkan tanganku sekuat-kuatnya, rahangku mengeras, moodku seketika hancur. Dazai melakukannya dengan sangat mulus, DASAR KUCING PENCURI!

Aku tidak ingin dirinya dicuri dariku.

Aku bersandar pada tembok cafe yang menghadap lautan langsung—tepatnya, disela-sela bangunannya dengan bangunan lain—seraya menggenggam sebuah gelas plastik berisi kopi panas.

Aku menghela nafas sampai mengeluarkan kepulan putih, tanda suasana yang dingin sudah menyelimuti kota pelabuhan ini. Namun, rasa dingin itu tidak kurasakan kala kuselimuti diriku dengan mantel tanpa lengan pemberian [First Name] saat itu.

Kuteguk cairan hitam panas dalam gelas plastikku hingga habis, selepasnya kuhancurkan gelas itu dan kulempar dalam tempat sampah besar tak jauh dariku.

Kuhelakan kembali nafasku singkat.

"[First Name]-chan," panggil Dazai. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu."

Kutatap pemandangan di hadapanku—Dazai dan [First Name]—bertepatan saat gadis itu tengah memiringkan sediki kepalanya seraya menatap Dazai.

"Ada apa, Dazai-san?" tanya gadis itu kemudian.

"Apa kau menyukai seseorang?"

Deg! Jantungku serasa berdegup lebih cepat, tubuhku menegang, dan pendengaranku serasa lebih kupertajam.

Ini yang malam itu ingin kutanyakan, apa perasaanku padanya terbalas? Apa dia menganggapku seperti aku menganggapnya?

Aku membutuhkan gadis itu, aku tak bisa mengatakannya tapi aku menginginkan gadis itu. Aku tidak bisa berhenti mengharapkan gadis itu.

[First Name], apa jawabanmu?

"A-apa maksudmu?"

Kenapa wajahnya memerah? Kenapa dia gugup begitu Dazai menanyakan pasal orang yang disukanya?

Apa mungkin... orang yang disukainya itu—

—Dazai!

Mataku terpaku, tidak ada yang bisa mengalihkan pandanganku. Hanya melihat ke arahnya, gadis itu, gadis yang aku suka.

Mungkin gadis itu memang tidak pernah memikirkanku sama sekali dan aku tidak tahu, apa hampir selama dua minggu ia menjadi partnerku harus kusebut sebagai kenangan?

Tapi aku tahu satu hal—

—satu-satunya orang yang sungguh menginginkan gadis itu hanya aku.

Dazai hanya.... "Akan kukatakan dengan singkat. Karena permainan yang kuminta itu, aku tertarik pada [First Name]-chan dan kali ini aku serius."

... mempermainkannya.

Aku diam, tapi seolah gadis itu semakin menjauh dariku. Aku selalu berdiri di sampingnya, selalu ada disisinya—hanya untuk melihatnya dari hari ke hari.

"[First Name]-chan."

Ada hari dimana aku sangat merindukannya, hari dimana aku seketika teringat dengan semua ucapannya. Ya, hari dimana aku tahu aku akan bekerja sendiri tanpanya disampingku.

Tanpa mendengar dirinya selalu berkoar-koar karena terlalu mengkhawatirkanku.

Perlahan, Dazai mendekatkan wajahnya dengan wajah [First Name]. Tubuhku seketika melemas dan dadaku serasa tertikam berkali-kali melihatnya.

Aku tahu, seharusnya aku tidak melihat ini.

Aku tahu, seharusnya aku lebih mempercayai itu.

Aku tahu, inilah jawabannya akhirnya.

Aku berbalik, pergi. Sudah cukup, semuanya sudah jelas, dan aku sudah tahu jawabanku. Jawaban yang ingin kuketahui, jawaban tentang bagaimana perasaan gadis itu padaku.

Ya, hanya sebagai seorang partner.

Meskipun hatinya tidak menjadi milikku, tapi semuanya menjadi cukup hanya dengan melihat senyumannya—gadis itu—[First Name].

Aku pergi, menghilang. Seperti angin, hanya melintas terbang. 

Semuanya terasa menyakitkan. Seharusnya aku tahu kalau ada kemungkinan hal ini terjadi, tapi tidak kusangka, rasanya... semenyakitkan ini.

Pada akhirnya, aku benar-benar hanya akan membuat semuanya hanya untukku.

Aku kembali ke gedung utama Port Mafia, seorang diri. Mengunci diriku, dalam sebuah ruangan gelap tanpa ada cahaya yang meneranginya.

Ponselku pergetar, tetiba hanya dari layar itulah yang menjadi peneranganku. Kulirikkan mataku, sebuah notifikasi pesan dari Anee-san. Aku tidak berniat membuka pesan terkait, mataku malah tertuju pada tanggal tertera.

Ah, aku ingat, aku ada janji minum teh dengannya usai kerja nanti. Apa aku batalkan saja? Padahal aku berniat ingin mengatakan semuanya saat itu kalau malam kemarin aku masih belum siap, tapi sepertinya sudah terlambat, ya?

Aku yang pertama kali mencari tahunya, memperhatikannya, dan mengejarnya siang dan malam karena tugas. Kupikir aku dapat menangkapnya, padahal tidak. 

Tapi gadis itu datang sendiri. Saat aku semakin menempel padanya seperti bayangan, aku semakin terjatuh dalam dirinya, dan semakin jatuh sampai rasanya sakit.

Menyakitkan.

Gadis yang aku cintai, semakin menjauh dan menjauh. Lepas dari genggamanku dan menghilang dari sisiku. Tapi tidak apa 'kan untuk tetap bisa berada di sisimu, [First Name]?

Semuanya sudah terjadi, sudah terlambat. Harusnya malam itu aku tidak banyak minum, harusnya aku memantapkan diriku untuk mengatakan bahwa aku mencintainya.

Seandainya malam itu....

Tapi semuanya sudah terlambat.

Meskipun hatinya tidak menjadi milikku, tapi semuanya menjadi cukup hanya dengan melihat senyumannya—gadis itu, [First Name]—dan masih bisa berada di dekatnya.

Sebagai seorang partner.





















—oOo—

Chuuya Side 13 owari! oke, Mikajeh akan bercerita sedikit '-' referensi dari chapter ini adalah dari lagu Kim Hyun Joong yang Because I'm Stupid XD Yaudah sekalian aja judul chapter ini samain ama entuh lagu entah abad berapa (LOL) Pada tau 'kan? Tau lah, masa kagak (ceritanya maksa :v). Then, ini cerita tentang kesalah pahaman X'D oke, abaikan yang satu ini '-'

Terus, sebenernya disini Chuuya nangis (serius, lho, ini), mungkin banyak yang heran kenapa Mikajeh bilang begini, jadi ceritanya ini referensi dari temen sendiri '-' cowoknya ini nangis gegara berantem ma ceweknya (dua-duanya nangis sih sebenernya /LOL/), saia tau dari mana? ini kapel cerita ke saia sendiri X'D yang cowok temen saia dari SD, ceweknya temen saia dari SMP (kelar)

Oke, sekian sesi curcol unfaedah ini :'v silahkan tinggalkan vote dan krisarnya di kolom komentar yak :3

Thanks!
Hope You All Like It!

—oOo—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro