Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7 : Dazai and I

KAPAS putih berangsur-angsur berjatuhan dari langit, membawa lembutnya rasa dingin darinya. Aku mengusap lembut gelas putih yang kugunakan untuk meminum coklat panas ini—duduk di atas sofa yabg empuk—ditemani api unggun di sebelah kami.

Aku meletakkan gelas itu setelah menyesapnya untuk kesekian kalinya. Setelah berbicara dan bercanda dengan anak-anak dari panti, kini giliranku berbicara dengan teman lamaku yang sudah kuanggap sebagai kakak.

"Koganei-san, bagaimana keadaannya?" tanyaku dengan nada rendah.

"Anak itu… semakin membuat anak-anak lain takut, aku khawatir dengannya nanti."

Aku menghela nafas singkat. Tak membutuhkan waktu lama setelah berucap seperti itu, aku berdiri dari tempatku dan menunduk sopan pada kakak asuhku.

Aku menaiki tangga dalam panti, menuju ruang seorang gadis dengan ditemani Dazai-san yang terus bersamaku.

"Dazai-san, boleh aku meminta sesuatu?" tangga yang kupijaki berdenyit setelah aku tetiba mendadak berhenti di tengah-tengah. Aku membalik tubuhku dan menghadap Dazai-san langsung. "Anak ini memiliki kemampuan khusus."

Dazai-san bergeming, diam. Dia sepertinya tidak terlalu terkejut karena ucapanku yang aneh. Ya, memang bagi orang-orang seperti kami, mengetahui ada orang yang memiliki kemampuan khusus sepertinya sudah biasa.

"Saat anak ini keluar dari panti, aku ingin dia bekerja di tempatmu."

Hening sesaat. Kemudian aku berbalik dan lanjut melangkah. Namun, langkahku seketika terhenti begitu Dazai-san tiba-tiba saja mengeluarkan suaranya.

"Kenapa kau mengkhawatirkannya?"

Aku mengangkat kepalaku dan kuputar leherku sedikit menoleh ke Dazai-san yang tepat berada di belakangku. Dengan senyuman ramah dan bersahabat, aku berucap, "karena aku tidak ingin ia sepertiku."

Mendengarnya, Dazai-san tersenyum sembari memejamkan matanya singkat. Kami akhirnya melanjutkan langkah kami yang sempat tertunda. Dari atas sini, tepat di jendela di sampingku, salju masih berjatuhan membawa rasa dinginnya.

Tak butuh waktu lama, akhirnya aku sampai di depan pintu putih. Aku mengangkat tanganku dan meletakkan pada knop pintu putih itu kemudian memutarnya. Aku mendorong pintu putih itu dan memasuki ruangan dimana gadis itu berada.

Seorang gadis berambut emas panjang memandangi jendela di luarnya yang mulai dipenuhi salju pada sisi-sisinya. Tubuhnya yang kecil hanya berbalut dress hitam dengan hiasan rambut yang feminim dan manis.

Memang terkesan gotik, tapi aku suka.

Gadis itu mengangkat tangannya—lembutnya dan kecilnya jari-jari gadis itu menyentuh lembut kaca jendela di depannya. Matanya menerawang jauh ke sana, entah apa yang kini dipikirkan gadis manis itu.

"Kin-chan." Gadis kecil itu menoleh dan menatapku yang tersenyum lembut padanya. "Bagaimana kabarmu?"

Matanya membola. Ia  menjauh dari depan kaca di sana dan mendekatiku perlahan, begitu sampai di hadapanku, aku memeluknya seperti adikku sendiri.

Aku mengajaknya untuk duduk di depan meja bundar kecil yang ada di sana. Gadis itu duduk tepat di hadapanku sementara Dazai-san mengikutiku dan duduk di sampingku.

"Kapan Nee-san datang?" ia bertanya antusias.

"Baru saja," jawabku singkat. "Bagaimana dengan kemampuanmu? Ada perkembangan? Kau sudah bisa mengendalikannya?"

Kin-chan—Aihara Kinta, nama gadis itu—menoleh-noleh sembarang arah dan berhenti saat melihatku yang tetap tersenyum, sementara dia sendiri kalap kebingungan karena aku dengan mudahnya mengatakan soal kemampuan.

Ia menatap Dazai-san sekilas dan kembali menatapku. Oh…. Sesaat aku mengerti maksud tatapannya.

"Tidak apa, dia juga pemilik kemampuan."

"Benarkah?" ia terlonjak kaget kemudian menatap Dazai-san.

Sementara pria yang diperhatikan sang gadis manis didepanku ini hanya tersenyum konyol seraya menaik–turunkan kepalanya. Ia mengangkat sebelah tangannya dan membentuknya seperti centang—ia letakkan tangannya itu tepat di bawah dagunya.

"Tenang saja! Aku, Dazai, orang yang sangat dipercaya oleh Agensi Detektif Bersenjata," serunya percaya diri.

"Agensi?" gadis itu menoleh padaku.

Aku mengangguk. "Tempatnya bekerja."

"Disana juga ada orang sepertimu. Dia orang yang dibuang oleh pantinya dan bekerja di agensi juga."

"Oh, maaf." Kin-chan menunduk sesaat dan melihat ke arahku kembali. "Lalu, kenapa Nee-san membawanya? Apa dia pacarmu?"

Sebelum Dazai-san menjawab seenaknya, aku sudah lebih dulu dan lebih cepat menjawabnya dengan jawaban yang lebih baik.

"Jadi intinya, aku hanya ingin kau nantinya bekerja di sana."

"Eh?"

"Dan omong-omong, memang benar aku ini—"

Aku kembali menyela sebelum Dazai-san benar-benar ingin mengungkapkan kala aku ini pacarnya yang sebenarnya bukan sama sekali. Memangnya kapan pria perban ini mulai mengajakku kencan?

"Gunakan kemampuanmu untuk menolong orang lain, aku yakin kau bisa. Pasti bisa, Kin-chan. Kau berjanji padaku?" aku mulai mendesaknya.

Sebetulnya, aku benar-benar tidak ingin kelak kalau menjadi sepertiku. Orang yang mengotori tangannya sendiri dengan alasan keadilan palsu, padahal aku terkesan seperti lebih membutuhkan uang ketimbang jika dipikir seperti itu.

"Bagaimana dengan Nee-san? Apa kau ikut juga?"

Hening sesaat. Namun aku tetap tersenyum sebisa mungkin untuk tidak membuatnya curiga.

"Aku sudah memiliki tempatku sekarang, tidak mudah pergi dari sana. Tapi, aku pasti akan terus datang ke agensi untuk melihatmu."

Pada akhirnya, Kin-chan mengangguk semangat dengan permintaanku tanpa merasa ada yang curiga dengan ucapanku. Selanjutnya, kami membicarakan banyak hal di tempat Dazai-san bekerja.

Lucu saat ia bercerita soal temannya yang sangat teladan membawa-bawa buku catatannya, terlebih Dazai-san sangat hobi untuk membuatnya kerepotan apalagi membuat pria bernama Kunikida itu tidak melakukan sesuai jadwal hariannya.

Lalu, aku sedikit tertarik pada pria yang menyukai jajanan manis bernama Ranpo-san. Kemampuan deduksinya—maksudku, bukan kemampuan—kupikir dia pasti jenius. Sangat, malah.

Usai berbicara dan memberikan hadiah natal pada Kin-chan, aku dan Dazai-san pamit undur diri darinya. Gadis itu sekali lagi memelukku lembut dan aku pun menyentuh pucuk kepalanya dengan penuh kasih sayang.

Sebelumnya, dia bertanya soal Miyu-chan, tapi aku mengalihkan pertanyaan itu seakan-akan tidak mendengarkannya. Aku hanya tidak ingin ia mendengar kala kabar Miyu-chan yang dibunuh itu.

Karena Miyu-chan dan Kin-chan adalah orang yang sangat dekat, seperti aku dan Yuki-chan. Aku dan Kin-chan pun sepakat untuk tidak mengungkap kemampuan kami satu sama lain.

Aku memang tidak tahu pasti apa Miyu-chan dibunuh oleh orang-orang itu, tapi saat mendengar pria itu berbicara kala itu—sepertinya dia tidak bohong.

Pintu putih yang sebelumnya kulewati, kini tertutup rapat begitu aku kembali melewatinya. Salju masih turun di luar sana saat aku melewati sebuah jendela besar dan menatapnya sekilas.

Setelah aku berpamit-pamitan singkat dengan pengurus panti, aku kembali melangkah keluar—menelususri jalan bersalju tipis ditemani lampu kerlap-kerlip yang mulai menghiasi kota sepanjang jalan ini.

Apa aku terlalu cepat memberikan hadiah natal pada anak-anak itu? Memang benar ini bukan hari natal, tapi sepertinya aku memang terlalu cepat pula memberikan mereka hadiah natal.

Omong-omong, aku akan memberikan hadiah natal apa… untuk Nakahara-san? Aku menggeleng sekuat-kuatnya dan tertawa untuk diriku sendiri. Bodoh rasanya memikirkan akan memberikan hadiah untuk Nakahara-san.

Sebenarnya, aku memiliki alasan tersendiri juga bisa berpikir seperti itu. Belakangan ini kalau sedang senggang atau tidak sedang bertugas, Nakahara-san selalu menamiku di Perpustakaan dengan wine miliknya yang terlihat mahal itu.

Dan… apa aku harus memberikan hadiah natal pada Dazai-san juga? Aku melirik ke arahnya yang tingginya terpaut jauh dariku. Dia tetap memandang lurus, berjalan entah kemana kini bersamaku sembari memasukkan kedua tangannya dalam saku.

Aku menghela nafas singkat seraya tersenyum. Begitu aku memasukkan kedua tanganku dalam saku, salah satu tanganku serasa menyentuh sesuatu. Saat kukeluarkan, aku ingat, itu tiket nonton berjangka waktu yang Dazai-san berikan. Aku tersenyum seketika, terbesit sebuah ide dalam benakku.

"Dazai-san," panggilku. Aku menunjukkan dua tiket itu padanya. "Aku kembalikan padamu."

Aku tersenyum melihatnya, sementara Dazai-san tampak menegang. Ia memberikan wajah bertanya-tanya pula. Apa dia pikir aku menolak ajakannya, ya?

"Jadi…." Ia mulai ragu.

Aku menganggukkan kepalaku dan tersenyum. "Jadi… aku menerima ajakanmu untuk nonton bersama. Akan kuatur jadwalnya nanti."

Dazai-san tersenyum riang, terlihat dari wajahnya yang seketika langsung terlihat cerah kala aku menerima ajakannya untuk nonton dengannya nanti.

Dazai-san memegang tanganku yang kuulurkan padanya. Ia memegangnya seraya berkata, "kau saja yang pegang." Ucapan yang sama.

Aku tersenyum dan kembali menatap ke depan seraya bergumam, "kalau dia, akan kuberikan apa, ya?"

Dazai-san menoleh padaku dengan tatapannya yang bingung, lagi. Aku menggeleng singkat. "Aku hanya memikirkan hadiah untuk Nakahara-san," ucapku.

Dahi Dazai-san seketika berkerut. "Untuk apa kau memikirkan itu?"

"Maksudku, dia itu atasanku dan aku berhutang banyak padanya karena selalu menolongku. Jadi, paling tidak aku ingin memberikannya hadiah," jelasku.

"Kau berikan saja topi bodoh yang biasa dia gunakan. Mudah, 'kan?" sarkasnya.

Aku tertawa mendengarnya. Segitu tidak sukanya kah Dazai-san pada Nakahara-san? Ah, aku hampir lupa. Dia juga yang menmberikan sarung tangan ini saat salju pertama hari itu.

Aku kembali pada kegiatanku—pekerjaanku—di Port Mafia. Sekarang aku tidak bekerja dengan Nakahara-san, pria itu kini sibuk dengan tugasnya di daerah lain. Jadi, aku mengerjakan tugasnya yang disini.

Aku berjalan di pinggiran sungai yang mulai membeku dengan dua mafiosi di belakangku. Tepat beberapa meter tak jauh di hadapanku, tiga orang yang tak kukenal tergeletak tanpa nyawa.

Aku mendekati tiga orang itu dan melihat luka-luka yang mereka dapat. Sungguh, ini luka yang gila! Wajah mereka hancur dan benar-benar tidak bisa diidentifikasi lagi begitu pula dengan kakinya.

Aku menyentuh kepala penyok salah seorang di hadapanku, begitu aku merasa aneh. Mataku terpincing.

"Apa ada yang hilang dari gudang kargo kita?" tanyaku tanpa menoleh sedikit pun.

"Tidak ada, semuanya lengkap dan tidak ada yang menyentuhnya sama sekali. Gembok kargo juga masih terpasang sempurna," jelas salah seorang mafiosi di hadapanku.

Aku berdiri seraya meletakkan tanganku di bawah dagu dan berpikir kemungkinan yang terjadi. Hal pertama yang kusimpulkan, 'orang ini' tidak mencuri apapun ; kedua, 'orang ini' membunuh tiga penjaga ini dengan benda tumpul ; ketiga, 'orang ini' sempat 'menikmati' hasil karyanya.

Apa mungkin—?!

Aku berdiri begitu selesai menyimpulkan hal itu dan menatap mafiosi yang berdiri di hadapanku kemudian menjelaskan, "orang ini berbahaya, sebaiknya kalian lebih waspada pada setiap orang mencurigakan yang mendekati kargo kalau kalian tidak ingin terbunuh."

"Ha'i!"

Aku berjalan sendiri tak tentu arah. Niatnya ingin kukumpulkan informasi mengenai hal ini, bertanya-tanya soal beberapa kejadian yang terjadi, tapi tidak ada yang tahu satu pun. Sampai aku berhenti di depan sebuah cafe.

Aku memasuki cafe itu dan begitu aku membuka pintu, suara dentingan lonceng terdengar jelas. Begitu aku sempurna memasuki ruangan cafe yang cukup sederhana tapi tampak nyaman ini, seorang pelayan muda menyapaku sopan.

Aku duduk di depan konter setelah menyebutkan pesananku. Aku memandang ke belakangku, memandang ke luar jendela di sana. Banyak orang berlalu lalang menjejalkan kakinya menuju tujuan mereka sendiri, pernak pernik natal yang berkilauan sudah memenuhi jalanan disini, dan salju sudah menumpuk cukup tebal di luar sana.

Natal… ya?

"[First Name]-chan!"

"Ha'i!"

Jantungku hampir melompat karena kaget. Bagaimana tidak? Dazai-san tiba-tiba saja menyapaku yang tengah memandang salju di luar sana tepat di depan wajahku dengan sangat dekat!

"Ah, maaf, maaf. Sepertinya kau terkejut, ya?" ucap Dazai-san seraya mengambil tempat tepat di sampingku dan tersenyum konyol.

"Dazai-san, kenapa ada di sini?" tanyaku polos.

"Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu," balasnya bingung. Justru aku lebih bingung lagi dengan ungkapannya itu, sebenarnya. "Kantor agensi ada di lantai empat gedung ini. Kau?"

Oh, begitu, ya? Aku mengerti.

"Ah." Aku menanggapinya dengan sebaik mungkin. "Aku hanya mengumpulkan informasi karena gudang kami diserang tiba-tiba."

Dazai-san hanya menjawabnya dengan ber-'he' ria. Kemudian dia melanjutkan, "masih ada saja yang berani menyerang gudang kargo tua itu."

Aku tertawa kecil mendengarnya dan mengangguk setuju. Tentu saja aku dibuat cukup terkejut kala masih banyak yang berani menyerang Port Mafia secara terang-terangan seperti itu. Namun, yang aneh bagiku adalah 'orang ini' tidak mencuri apa pun di dalamnya. Padahal waktu kejadian kusimpulkan terjadi sekitar satu jam sebelum jasad ketiga orang itu ditemukan ditempat.

Kalau dia bisa membuka gembok itu dengan mudah, ditambahlagi waktu yang ia miliki sangat banyak—ia akan dengan mudah mencuri persenjataan penting dan kabur membawa itu dengan aman.

"Oi! Dazai, daripada kau mengurus pekerjaan orang lain, sebaiknya urusi kasus ini dulu," sahut pria berkacamata yang duduk di sofa depanku dan Dazai-san.

"Oh, ayolah Kunikida-kun. Biarkan aku berbicara sebentar dengan pacarku ini."

Boleh aku meralatnya… Dazai-san? Pikirku begitu Dazai-san seenaknya menyebutkan kalau aku pacarnya.

"Soal kasus itu." Dazai-san langsung menoleh padaju. "Bagaimana kalau kita membicarakannya dengan [First Name]-chan?"

"Kasus?" aku bingung.

"Oi! Kau tidak bisa seenaknya membicarakan itu pada warga sipil. Dasar perban boros."

"Gaaah! Itu panggilan yang menyakitkan, Kunikida-kun! Jangan panggil aku begitu di depan pacaku!"

"Ano…." Apa kau tidak bisa meralat ucapan itu?! Aku mulai kesal sendiri kalau begini.

"Jadi, [First Name]-chan, akan kuceritakan kasusku kali ini," seru Dazai-san dengan semangat.

Mata itu! Oh, astaga! Wajahnya juga sangat dekat denganku! Tubuhku kembali merinding begitu Dazai-san mengeluarkan kekuatan mata bling-bling menjijikkan itu.

"Sebenarnya…."

Aku menyimak ucapan Dazai-san. Pertama dia mulai bercerita soal kasus pembunuhan dengan tengkorak korban yang penyok akibat hantaman benda keras, tubuh korban pun di mutilasi, dan benda-benda berharganya juga dijarah habis yang membuat korban jadi lebih sulit lagi untuk diidentifikasi. Kalau penjahatnya meninggalkan dompet korban dan hanya mengambil uangnya atau kartu kreditnya, mungkin akan mudah. Dia tidak mungkin membawa kartu pengenalnya, bukan?

Lalu pembunuhan yang terjadi di sela-sela kota yang gelap. Seorang wanita berumur sekitar 30 tahunan ditemukan tewas dengan wajahnya yang juga sama—hancur, penyok, tidak berbentuk lagi—kaki korban pun sudah hancur. Kesimpulan yang polisi temukan saat itu hanya senjata yang kemungkinan digunakan pelaku : benda tumpul. Namanya kalau tidak salah Tachibana Makoto, polisi pun tahu nama itu dari kartu pengenal dalam dompetnya dan isi dompet pun masih lengkap. Kemungkinan yang terjadi pula korban di hantam dalam keadaan masih hidup.

Sebagai catatan terakhir, pada tubuh korban tidak terdapat sidik jari apapun di sana.

Aku menatap Dazai-san yang duduk di depanku dengan Kunikida-san datar. Tentu saja aku menyimak apa yang Dazai-san ceritakan, toh kasusnya juga sama dengan yang terjadi pada gudang kargo milik Port Mafia pagi tadi. Hanya saja….

"Kau… masih bisa bertahan, nak?" sahut Kunikida-san.

Aku menoleh padanya seraya berkata, "kupikir tersangkanya berbeda."

"Sudah kukatakan kan Kunikida-kun kalau pacarku ini hebat!" seru Dazai-san melenceng dari topik pembicaraan dengan bersemangat. Ia melanjutkan sembari mengangkat jari telunjuknya dan menggerakannya ke kanan dan kiri. "Kau tidak seharusnya meremehkan dia, Kunikida-kun."

Dazai-san berdiri. Sementara aku sudah selesai menghabiskan [favorite drink] milikku ini, begitu pula dengan Dazai-san, pun Kunikida-san.

"Kalau begitu…."

Dazai-san tersenyum entah apa.

"Kau ikut aku ke Kantor Agensi Detektif Bersenjata sekarang."


















—oOo—

Chapter 7 owari! Chuuya-nya jarang muncul njir 😂 keknya pair ini beneran harus Mikajeh ubah deh 😅

Jangan lupa vote dan krisarnya di kolom komentar yew~ 😆 cek cerita lainnya juga 😍 vote dan komennya di cerita sebelah juga sekalyan yak 😋

Thanks!
Hope you all like it!

HAPPY NEW YEAR 2018!
AKIMASHITA OMEDETOU!

—oOo—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro