Chapter 2 : When I With You!
SETELAH sekitar lima menit berbicara dengan bos dan soal pekerjaanku, aku keluar dari ruangannya bersama Ryunosuke-senpai. Sebenarnya aku ingin meminta senpai untuk mengajakku berkeliling, toh aku tidak tahu-menahu soal tempat ini.
Tapi sambil berdecih dia menolaknya dengan mulutnya yang tajam itu, "kau cari saja orang lain dan urusi urusanmu sendiri."
Aku merucutkan mulutku dan berjalan tak tentu arah. Setelah beberapa kali melongok ke dalam ruangan-ruangan di lantai ini, aku baru sadar ternyata ini ruangan khusus anggota eksekutif.
Terlihat jelas dari bagaimana bagian lantai ini dilengkapi dengan berbagai penjaga berjas hitam, ruangan yang tampak lebih mewah dengan langit-langitnya yang tinggi, dan dari bagaimana posisi kaca besar ruangan itu. Sungguh itu pemandangan Kota Yokohama yang indah!
"Seandainya aku memiliki ruangan ini," ucapku entah pada siapa sembari tersenyum.
"Ara...."
Sebetulnya aku nyaris pingsan menangkap suara lembut seorang wanita yang menangkap basah diriku memasuki ruangannya seenaknya.
Begitu aku menoleh kebelakang, lalu yang ada di depanku ini tak salah lagi pasti wanita pemilik ruangan ini.
Aku menggigit bibir bawahku, merutuki nasib sialku. Ah... seharusnya aku meminta penjaga tadi untuk mengantarku keluar! Pikirku.
Aku menunduk masih dengan menggigit bibir bawahku, tetiba wanita itu berucap, "oh, jadi kau anggota baru yang sering dibicarakannya itu, ya?"
Aku mengangkat kepalaku. Woah! Wanita ini cantik dengan balutan kimono merah muda dengan motif bunga spider lily merah.
"Ah... um... mungkin." Aku tersenyum kikuk.
Wanita itu tertawa kecil sembari menutupnya dengan tangannya yang cantik. "Aku Ozaki Kouyou, kemampuan 'Iblis Emas', dan salah satu anggota eksekutif disini. Kau [Full Name], 'kan?"
Apa? Dia bilang apa!? Anggota eksekutif? Oh, astaga! Ingin rasanya aku pergi sekarang.... Aku kemudian menunduk dalam-dalam sembari memejamkan mataku sekuat-kuatnya kemudian berucap, "maaf karena lancang memasuki ruangan Anda, aku benar-benar tidak—"
Wanita itu, Ozuki-sama sekali lagi tertawa, kali ini suaranya terdengar jelas. Ia menarik nafas dan menghelakannya. "Angkat kepalamu, [First Name]-chan. Wajar saja kau tersesat dan kebingungan, akan kuantar bekeliling. Bagaimana?"
Apa aku menunduk terlalu dalam?
Aku tentu saja mengangkat kepalaku dan tersenyum sebisa mungkin. Jujur saja, aku masih takut. Entah apa yang terjadi kalau Ozuki-sama ternyata tidak sebaik ini.
Tapi tunggu! Dia menawarkan dirinya untuk bekeliling? Batinku.
"Kalau begitu, ayo. Ikuti aku." sebelum dia sempurna berbalik dan melangkah melalui pintu besar yang aku masuki, aku menghentikan langkahnya.
"Ano... maaf, Ozuki-sama. Aku... sangat berterimakasih dengan tawaranmu. Tapi tidak bekeliling—"
"[First Name]-chan, kau tidak akan bisa bekerja kalau tidak tahu tempat ini dengan baik dan juga staf-stafnya, lho."
Ah... dia benar juga. Aku bersweatdrop. Aku menghela nafas singkat kemudian berjalan tepat di belakang Ozuki-sama.
Aku dibawa ke ruangan seperti ruang resepsionis. Atau lebih tepatnya lantai dasar gedung utama kantor Port Mafia. Iya, aku penasaran sebenarnya apa saja yang bos bicarakan soal diriku.
Selama aku mengikuti Ozuki-sama dari belakang, banyak staf yang menundukkan kepalanya begitu melewati wanita ini. Ah, sungguh karismanya yang hebat! Aku kagum dengannya.
"[First Name]-chan, betul-betul datang, ya?"
"Eh?"
"Kupikir kau tidak akan datang karena akan bekerja dengan pekerjaan kotor disini."
Aku tersenyum menanggapinya sambil sedikit menunduk. Tanganku sudah dari awal juga kotor, jadi tidak masalah, batinku.
"Ngomon-ngomong, ayo mulai perkenalannya. Kau pasti sudah bertemu dengan bos disini, 'kan? Dia pria paruh baya yang merepotkan dan menyebalkan. Kau juga harus hati-hati karena dia sedikit pedofil."
Apa itu tidak terlalu kejam?
"Dan sebenarnya ada lima kursi eksekutif, saat ini hanya terisi empat kursi."
Ozuki-sama menuntunku agar berjalan lebih dekat dengannya. Mungkin maksudnya berjalan tepat di sebelahnya. Lantas aku pun menuruti permintaannya.
Begitu sampai tepat di depan kantor, beberapa orang tengah berkumpul dan membicarakan sesuatu. Apa mungkin mereka itu mafiosi?
Sampai beberapa langkah di hadapan mereka, mereka yang sekiranya kuanggap mafiosi menunduk hormat dengan sopan.
"Mereka 'Kadal Hitam' sebut saja Hirotsu Ryuou, Akutagawa Gin dan Tachihara Michizou."
Akutagawa? Belum sempat aku bertanya apa yang baru saja aku pikirkan, Ozuki-sama langsung menambahkan.
"Dia adiknya Akutagawa Ryunosuke, kau sudah bertemu dengannya, 'kan? Dia faksi utama Port Mafia."
"Mo-mohon bantuannya!"
Sambil memutar leher, aku melihat sebuah mobil hitam yang tampak mewah berhenti tepat tidak terlalu jauh di sana.
Sepertinya Ozuki-sama tahu apa yang kulihat. Dia pun ikut menoleh ke arah yang sama denganku, tapi ucapannya sedikit membuatku bingung, " ah, putraku sudah kembali."
Aku sedikit memiringkan kepalaku. Putra? Aku yakin Ozuki-sama baru saja mengucapkan itu. Tanpa pikir panjang, aku segera mengikuti Ozuki-sama tepat di belakangnya.
Begitu sampai di hadapan seorang pria yang baru saja keluar dari mobil yang kulihat, pria itu menunduk hormat.
"Orang ini Nakahara Chuuya, salah satu anggota eksekutif. Kemampuan 'Untuk Kesedihan yabg Ternodai'. Karena dia maniak topi dengan tubuh pendek, jadi hati-hati kalau berbicara dengannya. Tapi tidak berbahaya, kok."
"Kata-kata yang kejam, ya." Nakahara-... aku harus memanggilnya apa, ya? Sudahlah! Intinya sepertinya dia memang tidak suka di sebut 'pendek' atau 'maniak topi' terlihat jelas dari wajahnya yang terlipat sebal. Nada suaranya juga yang terkesan tinggi.
Karena... tinggi tubuhnya yang hampir sama denganku dengan mengenakan topi fedora hitam yang membuatnya seakan-akan lebih tinggi, aku bisa melihat wajahnya dengan jelas.
Namun, orang ini cukup muda untuk posisi eksekutif Mafia.
Setelah bos, anggota eksekutif, kemudian Tim Penyerang Gerilya, terakhir Tim Kadal Hitam. Kemudian aku bertemu dengan salah seorang yang bekerja di laboratorium. Kalau tidak salah namanya Motojirou Kaiji. Dia sedikit aneh, tapi juga unik.
❄
"Wah, ternyata tugas pertamaku dengan senpai, ya." Sambil tersenyum-senyum jahil aku berjalan mendahuliu Ryunosuke-senpai.
Pria emo itu hanya berdecih menanggapi ucapanku. Memangnya dia suka seperti itu, ya? Aku menghentikan langkahku, tanpa sadar ternyata diriku dengan senpai di sebelahku sudah sampai di tempat tujuan.
Tepat di depanku sebuah pintu besar—pintu besi—yang tertutup rapat. Oh, ngomong-ngomong soal tugas pertamaku hari ini... membantu Ryunosuke-senpai mengambil kembali persediaan senjata Port Mafia.
Kudengar ini bukan senjata biasa. Kalau tidak salah senjata ini bisa menembus semua jenis jas dan baju berbahan anti peluru, ditambah lagi ini senjata yang diincar seluruh mafia. Wajar saja kalau banyak orang-orang gelap berusaha untuk mencurinya dari gudang persenjataan Port Mafia.
Tanpa pikir panjang, Ryunosuke-senpai menghancurkan pintu besi itu dengan kemampuannya. Namun, tepat di depannya. Sekelompok orang sudah bersiap menodongkan senjata mereka masing-masing.
Tapi untungnya senpai sudah lebih dulu tanggap membuat tameng di sekitarnya. Aku yang mematung bingung harus melakukan apa akhirnya hanya menjadi penonton di belakangnya.
Mataku berkeliling melihat kala takut adanya celah seseorang menyerang senpai dari belakang. Dan tentu saja prediksiku tepat. Seseorang tepat di belakangnya mengendap-ngendap sembari memegang senjata.
Dengan gerakan seolah tidak melakukan apapun, aku mengangkat jari telunjukku dan mengeluarkan sesuatu dari ujungnya. Aku tersenyum begitu sengatan jarumku mengenai jantungnya.
Sebuah benda biru yang bersinar membentuk anak panah mendekat padaku. Inilah kemampuanku yang aku kembangkan, dengan menggunakan petirku—aku bisa membentuk jaringan petir biru—seperti anak panah yang bisa aku kendalikan dengan pikiranku.
"Arigatou karena sudah menyelamatkan senpai." Aku tersenyum seraya melongok ke arah depanku. "Aku akan mencatatnya dan pastikan saat itu berakhir juga."
Seolah-olah mengerti apa yang kubicarakan, anak panah petir biru itu bergoyang naik-turun. Aku mulai melangkah memasuki gudang penyimpanan besar di depanku dengan santai, sembari mengeluarkan buku catatan kecilku, aku mulai menulis di sana.
Kerap kali orang-orang di sekitarku berusaha menembakku, tapi gagal. Panah petir biruku itu sudah lebih cepat membunuh mereka dengan menusuk jantung mereka entah dari depan atau belakang.
Aku terus melangkah santai dan menulis. Kalau kalian penasaran apa yang kutulis, aku menulis berapa jumlah orang yang berhasil kubunuh hari ini sebagai usaha pencapaianku! Bangga? Sebenarnya tidak, aku hanya akan mempertimbangkan buku hitam milikku akan setebal apa kelak. Pasti akan susah menghilangkan datanya kalau terlalu tebal, 'kan? Pikirku
Mulutku terus mengucapkan kata yang sama sembari melangkah sementara tanganku terus mencatat. Langkahku seketika terhenti begitu ujung sepatu yang kukenakan menendang sesuatu. Aku mengadahkan buku catatan kecilku dan menatap peti besi besar di hadapanku.
Aku berjongkok kemudian memegang gembok yang terpasang di sana. Aku memperhatikannya sekilas dan dengan jari telunjukku, aku menyulutkan petir kecil sampai gembok itu terbuka.
Setelah petinya terbuka, aku menoleh ke dalamnya dan sesuai dugaanku. "Ini senjatanya, ya?" entah berucap pada siapa. Yang terpenting adalah aku harus mengecek semua senjata ini kala belum ada yang digunakan atau kurang lengkap.
Setelah cukup beberapa menit, aku selesai memeriksa. Aku berbalik kemudian melambaikan tanganku pada senpai yang masih berdiri cukup jauh dariku dan berteriak, "senpai! Semuanya lengkap! Misi selesai!"
Begitu mafiosis berjas hitam datang menghampiriku, berniat untuk mengangkut persenjataan ini. Aku pergi meninggalkan mereka menyusul Ryunosuke-senpai.
"Kerja bagus." sambil menutup mulutnya, aku mendengar dengan jelas senpai mengucapkan hal itu.
Aku tersenyum lebar. "Otsukaresama deshita."
❄
Senyum. Senyum. Senyum yang membuat orang lain tenang itu seperti ini? Atau, untuk mendapatkan kepercayaan, sebaiknya pasang ekspresi yang agak tegas, ya?
"Ah, sudahlah." Usai melakukan gerakan '100 wajah' di depan cermin, aku melewati pintu asramaku begitu selesai pula mengenakan sepatu yang selalu sama seperti kemarin.
Beranjak menjauh dari bangunan asramaku, suasana kota seperti berada di negara lain.
Kupikir pusat kota akan ramai seperti yang aku pikirkan, tapi sepertinya tidak terlalu. Apa mungkin karena musim dingin, ya? Kalau di Tokyo bagaimana, ya? Keadaan Yuki-chan, apa baik-baik saja?
Wilayah perkantoran di tengah musim dingin terasa sepi seperti daerah tak berpenghuni. Mungkin karena bukan jam pergi ke kantor, jadi hanya aku seorang yang sepertinya merasa melewati jalan ini. Atau mungkin mereka sedang liburan musim dingin? Berkumpul dengan sanak keluarga gitu?
Begitu sampai di dalam kantor, aku sedikit menyibak rambut panjangku, sedikit merapihkannya kala diriku yang sempat berlari. Juga demi menutupi bagian leherku yang kedinginan karena suhu udara yang mulai turun secara berkala.
Walaupun aku sudah menggunakan kemampuan pyrokinesis, rasa dinginnya tetap terasa, ya? Sambil menggosok-gosok kedua tanganku, seorang staf berjalan sambil tersenyum dan sedikit menunduk padaku. "Ohayou, [First Name]-chan." aku balas sopan dan balik memberi salam.
Selesai saling bertukar sapa sebentar, aku kembali melangkah berniat memasuki ruanganku yang amat sederhana. Sebenarnya belakangan ini aku hanya duduk-duduk di perpustakaan sambil membaca berbagai macam buku di sana.
Tentunya mengumpulkan beberapa informasi seputar organisasi ini, mengetahui beberapa orang yang sudah mati, orang-orang yang sudah keluar, dan anggota eksekutif lainnya.
"[First Name] Onee-chan!"
Ketika aku sedang berjalan, sebuah suara imut menyapaku. Refleks aku pun melongok ke bawah. Ah, ternyata benar-benar gadis loli yang menyapaku. Elise-sama.
"Ohayou gozaimasu, Elise-sama. Bagaimana harimu?" tanyaku seraya tersenyum lembut dan berjongkok—mensejajarkan diriku dengannya.
Elise-sama mengangguk semangat dan tersenyum. "Rintarou ingin bertemu denganmu, bisa kau ikut aku sekarang," lapornya.
"Boss? Maaf, Elise-sama. Sebelumnya, ada apa, ya?" tanyaku takut-takut.
"Ikut saja, detailnya bisa Onee-chan tanyakan nanti."
Aku menghela nafas singkat dan berdiri. Elise-sama dengan semangat masa mudanya berjalan sembari melompat-lompat gembira.
Rambut ikal pirang dengan poni lurus itu bergerak naik–turun mengikuti gerakan tubuhnya yang mungil tengah melompat-lompat kecil. Dress merah itu benar-benar cocok dengannya. Dia seperti boneka porselen, pikirku.
Tidak membutuhkan waktu lama, aku sudah sampai dalam ruangan bos. Kini, ruangan besar nan luas itu tidak hanya terisi tiga orang saja, melainkam empat orang.
Dengan hanya menoleh sebentar ke arah pria di depanku, aku berhenti beberapa langkah kemudian menunduk sopan pada bos yang duduk di tempatnya.
Aku sedikit melirik padanya tanpa menoleh. Kalau tidak salah namanya…. Belum selesai menebak-nebak isi pikiranku, diriku sudah dibuyarkan oleh panggilan dari bos.
"[First Name]-kun, bagaimana pekerjaanmu hari ini?" tanya bos di depanku dengan intonasi senang.
Aku menunduk sekali lagi dan menjawab, "seperti biasa, bos."
"Oh, aku punya permintaan untukmu."
"Eh? Maaf?"
Tentu saja aku terkejut, biasanya aku hanya mendapatkan perintah dari Ryunosuke-senpai atau salah seorang dari Tim Kadal Hitam untuk memintaku melakukan beberapa tugas.
Tapi, kali ini berbeda! Secara langsung bos memberikanku perintah. Ya, kuharap ini bukan pekerjaan yang merepotkan dan menguras banyak energi, batinku sedikit malas.
Bagaimana menanggapinya, ya? Aku sedikit senang karena ada pekerjaan, tapi kalau mendadak diperintah langsung oleh bos, aku sedikit bingung. Tapi mau tak mau aku harus menerimanya, aku sudah bertekat untuk mencoba bertahan di pekerjaan ini. Terlebih dengan bayaran dari pekerjaan ini, aku tidak bisa tiba-tiba saja berhenti sampai akhir tahun.
"Aku ingin kau bekerja langsung dibawah perintah Chuuya-kun. Bagaimana? Apa kau keberatan?"
Eh?! Aku tercekat seketika. Kenapa tiba-tiba aku jadi bekerja dibawahnya? Setelah kupikir-pikir sepertinya belum lama aku bekerja disini, tapi sepertinya ini posisi yang merepotkan. Sudah pasti akan menghabiskan banyak energi, terlebih lagi aku harus datang lebih pagi dari biasanya.
Apa aku terima saja, ya? Setelah memantapkan hati dan pikiranku, aku menjawab lugas, "saya tidak keberatan, bos." Tanpa memberikan reaksi apapun, aku hanya menjawab sekenanya saja. Toh, daripada kutolak, mungkin saja ini posisi yang lebih baik dari yang kupikirkan, bukan?
Berpikirlah positif apapun yang terjadi, mungkin saja ada hal baik terjadi padaku di posisi ini selain mendapat bayaran yang lebih tinggi.
"Kalau begitu, sudah diputuskan."
❄
Begitu leherku berputar kebelakang, pintu besar yang langsung menuju ruangan bos tertutup rapat sampai mengeluarkan bunyi yang cukup jelas.
Aku bekerja dibawah anggota eksekutif langsung... ya?
Mungkin ini sebuah hadiah untukku. Pasti bayarannya jauh lebih besar, tapi memikirkan bagaimana pekerjaannya nanti sepertinya berat. Kupikir sebagian dari diriku menolaknya pada bagian 'pasti pekerjaannya berat'.
Begitu aku sedang beradu pikiran, tetiba saja pria di depanku mengekuarkan suaranya. "Kita pergi sekarang." Tanpa menoleh, Nakahara-san memberikan perintah.
Aku pun tanpa menolak atau menyanggah perkataannya, hanya mengikutinya tepat di belakangnya. Tanpa berpikir akan pergi kemana, tetiba saja aku sudah di bawa menuju tempat tertinggi kantor Port Mafia.
Begitu Nakahara-san membuka pintu di depannya, dengan refleks pria itu memegang topi fedora yang terpasang sedikit miring di kepalanya.
WOW! sebuah helikopter yang sudah siap terbang!
Sementara aku yang terkejut karena tetiba saja angin kencang menyibak rambut panjangku, hanya bisa sedikit menyipitkan mataku kala angin bisa saja membawa debu-debu dan mengenai mataku.
Bagusnya aku lebih memilih pakaian serba panjang. Bukan hanya karena cuaca yang dingin, tapi juga karena pekerjaan kotor ini memerlukan banyak gerakan daripada isi pikiranku. Aku menaikkan penutup kepala pada jaket bulu milikku, kemudian menahannya dengan sebelah tanganku.
"Naiklah," pinta Nakahara-san setengah berteriak.
Aku jadi benar-benar bingung pekerjaannya kali ini akan kemana, aku tidak akan terlalu bingung kalau dia menggunakan mobilnya. Tapi ini... helikopter?
Aku bergeming, diam sesaat. Namun, aku tetap menuruti perintahnya dengan naik ke dalam helikopter kemudian menurunkan penutup kepalaku dan menggunakan headphone.
Begitu Nakahara-san memasuki helikopter dan menggunakan headphone untuk berkomunikasi, kami segera pergi ke tempat tujuan.
"Ano... Nakahara-san, memangnya misi kali ini bagaimana?" tanyaku sesopan mungkin.
"Hanya menjatuhkan pesawat."
"Eh!?"
"Pesawat itu membawa dokumen penting, informasi. Dan bos mau kita menghancurkan seluruh dokumen itu."
—oOo—
Chapter 2 owari! Cowok kalo deket cewek yang baru dikenal itu gimana, sih? 😂 canggung or apa gitu? Soalnya saia gak berpengalaman deket ma cowok yang baru di kenal. Sekalinya baru kenal, Mikajeh blak-blakan banget, ngomong seenaknya sampe dikata bukan 'cewek' pas udah lama deket (ampe dikata pacaran XD) 😐😐😐 right in kokoro, lho! 😂😂🔪
Silahkan vote dan komennya, ya~ jangan lupa cek list yang lainnya juga 😆
Thanks!
Hope you all like it!
—oOo—
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro