Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14 : Saving Me From Me

"PERGI sekarang?"

Aku tersenyum sambil menjawab "ya". Mungkin malam ini ada hal yang harus kuakhiri. Pemikiran seperti itu membuatku agak gugup.

Ya, aku akan mengungkapkan semuanya. Mulai dari hubunganku dengan Dazai-san dan ungkapan perasaanku akhirnya. Kuharap dengan ini bukan berarti akan menjadi sekat yang memisahkanku dengan Chuuya-kun.

Maksudku, aku tahu dia menolakku, tapi paling tidak aku masih ingin tetap menjadi partnernya di Port Mafia. Karena, ya, kalian tahu kalau hal-hal seperti itu terjadi, malah menjadi masalah selama aku bekerja nanti.

Omong-omong, walaupun aku gugup, aku tetap menjalani acara Tahun Baru ini dengannya. Seperti yang dikatakannya soal "makan malam yang mewah". Ya, benar, dia benar-benar membawaku ke sebuah ryoritei yang tampak mewah, terlebih demi memperingati pergantian tahun ini.

Jadi tanpa basa basi lagi, aku memesan makanan kesukaanku dengan tidak terlalu banyak, toh saat pukul sebelas nanti aku harus memakan soba toshikoshi yang memang makanan wajib sebelum pergantian tahun.

Aku mengangguk seraya tersenyum pada pelayan restoran itu setelah mengulang pesananku dengan Chuuya-kun, pula kukembalikan buku menu yang lumayan besar itu padanya.

Sebelum hidangan utama kami datang, sebagai permulaan salah seorang pelayan membawakan sup zōni dari kuah dashi yang berisi mochi dan sayuran yang merupakan salah satu masakan osechi sebagai hidangan pembuka.

Jujur, rasanya benar-benar enak. Tak lama kemudian, di depanku diletakkan gelas bir yang berembun dan aku kembali gugup. Rasanya, suasana ini sulit untuk menjadi pembicaraan yang serius.

Tapi, bukan itu yang lebih kukhawatirkan. Kuharap Chuuya-kun tidak tetiba saja mabuk.

"Apa itu bir akhir tahun ini?" tanyaku sembari tersenyum.

"Ya, begitulah." Chuuya-kun mengangkat gelas birnya dan meneguknya sedikit. "Bagaimana denganmu?"

"Tidak ada yang istimewa," balasku seraya tersenyum miring. "Omong-omong, jangan sampai kau mabuk, ya."

Oke, aku rasa aku jadi sedikit menggodanya. Soal Chuuya-kun yang mabuk itu sudah tidak menggangguku lagi, yang lebih mengganggu adalah kalau dia benar-benar mabuk dan aku yang akan kerepotan dengannya.

Chuuya-kun menyeringai jahil. "Kenapa memangnya?"

Aku mengibaskan tanganku di depan wajahnya. "Jangan melihatku seperti itu."

"Kau takut aku menciummu dengan tiba-tiba lagi?"

Sebetulnya, aku nyaris saja tersedak hanya karena satu kalimat pertanyaan yang menggoda itu. Namun, aku sudah menduga hal itu dan aku pun siap dengan diriku.

Tapi, astaga! Tidak kusangka dia akan mengingat kejadian itu! Tapi bagaimana? Setahuku kalau orang mabuk nyaris tidak mengingat apa pun kecuali diingatkan atau melihat sesuatu yang membuatnya ingat.

Aku berdehem kecil. "Jadi kau... mengingatnya?"  tanyaku sedikit ragu.

"Ya, begitulah."

Setelah percakapan kecil ini, akhirnya pesanan kami pun tiba. Selama kami makan malam, tidak ada seorang pun dari kami yang membuka percakapan kecuali aku yang jahil mengambil makanan dari piring Chuuya-kun untuk sedikit menggodanya. Tapi sepertinya dia tidak masalah denganku yang seperti itu, kadang kala ia baas mengambil makanan dari piringku.

Tentu saja, aku mencoba mencuri-curi pandang melihat jari-jarinya yang panjang dan kurus itu. Jemari yang sangat kusuka dan kupikir suatu saat aku bisa menyentuhnya atau disentuhnya.

Selesai dengan makan malam, kami pergi ke kuil terdekat untuk ikut memeriahkan Festival Tahun Baru.

Banyak permainan yang disuguhkan di sana. Mulai dari stan menangkap ikan, lempar gelang, juga stan membentuk pola.

Aku yang berjalan berdampingkan dengan Chuuya-kun sembari menikmati festival dan gula kapas, menangkap sesuatu yang menarik perhatianku.

Yep, sebuah stan menembak. Jadi aku bukan melihat hadiah yang mereka tawarkan, melainkan stannya. Mungkin aku bisa beradu kemampuan menembakku dengan Chuuya-kun, bukan? Karena kuakui aku cukup hebat dalam hal itu, bahkan Yamada-sensei mengakuinya.

Tapi karena Chuuya-kun sepertinya mengikuti arah pandangku, dia pun berujar, "mau mencobanya?" Dengan seringaian jahil seolah menantangku.

"Ayo, siapa takut?" Aku balik menantangnya.

Setelah gula kapas itu hanya tinggal batang kayunya saja, aku membuangnya ke tempat sampah dan menyusul ke stan menembak tak jauh di sana.

Aku meletakkan tas milikku begitu instruksi permainan itu sudah selesai diberitahu. Begitu menarik lengan furisode milikku yang kelewat panjang itu, aku mengambil posisi siap menembak dengan senapan yang aku todongkan ke depan.

Dan....

POW!

Aku berhasil menjatuhkan barang yang kutargetkan, kemudian pada tembakkan kedua dan ketiga pun sama. Aku menghela nafas puas dan saat aku menoleh ke arah Chuuya-kun, kulihat dia sudah menerima hadiahnya. Tapi ada yang aneh....

"Kenapa hadiahmu banyak sekali, Nakahara-san?!" tanyaku penasaran.

Begini maksudku, setiap orang hanya diberikan tiga peluru karet itu artinya kemungkinan mendapatkan hadiah adalah hanya tiga benda, tetapi Chuuya-kun kulihat mendapatkan lima benda. Itu aneh!

Pria bersurai senja itu tersenyum penuh kemenangan. "Tentu saja, aku menggunakan otakku," ucapnya percaya diri.

Apa? "Tidak mungkin!"

"Jangan bilang kalau kau benar-benar menganggapku bodoh?"

Aku merucutkan mulutku seraya menoleh-noleh ke segala arah. "Um... begitulah, kata Dazai-san," balasku santai.

Kuharap tidak ada yang meniru diriku yang asal melemparkan kesalahan seperti ini. Ya, aku memang terkadang menganggap Chuuya-kun bodoh, tapi perkataanku tadi seolah aku melempar kesalahanku itu pada Dazai-san.

Ah, aku baru ingat kalau ini peluru karet. Kalau aku bisa memantulkan pelurunya dengan tepat, bahkan hanya dengan satu peluru saja aku bisa mendapatkan lima hadiah. Yah, hal itu baru terpikirkan olehku.

Chuuya-kun memukul pelan kepalaku pelan dengan punggung tangannya itu. "Dasar bodoh, kenapa kau mudah sekali dimanipulasi seperti itu?" aku mengembungkan pipi chubbyku seraya menyentuh dahiku yang dipukulnya.

Chuuya-kun pergi begitu saja meninggalkanku, sementara aku berbalik untuk menerima hadiahku dan menunduk sopan sambil mengucapkan terima kasih pada pemilik stan itu.

Aku kembali berkeliling dengan Chuuya-kun, menikmati malam Tahun Baru ini sebaik mungkin tanpa mengandalkan perasaanku yang tengah berkelit-kelit mengingat kemarin.

Memakan dango, disusul es krim dengan crepes, kemudian coklat mochi. Makan, makan, dan terus makan memang menjadi tradisi Tahun Baru di Jepang.

Mungkin sepintas aku terlihat kurus, tapi nafsu makanku kuakui cukup tinggi terlebih soal kudapan-kudapan manis seperti ini. Rasanya seolah belum cukup.

"Kau memang suka makanan manis, ya?" tanya Chuuya-kun memecahkan keheningan.

Aku menoleh padanya dan tersenyum ceria. "Begitulah, rasanya senang memakan makanan manis seperti ini."

Begitu kue mochiku habis, aku menghela nafas senang seraya menatap langit hitam. Salju tebal mengelilingi sekitarku, tapi orang-orang masih bisa menggunakannya untuk berlalu lalang untuk ke kuil.

Waktu menunjukkan pukul sebelas, tepat waktunya memakan soba toshikoshi. Yep, hidangan terakhir untuk tahun ini. Hidangan sederhana berupa mi tipis yang terbuat dari buckwheat yang dikatakan bisa meringankan beban dan memberikan umur yang panjang.

"Maaf aku tidak mengatakan apapun padamu."

Aku mengadahkan kepalaku dan menatap Chuuya-kun. Kulihat cangkir kopi panas dan mangkuk plastik minya sudah habis.

"Apa?"

"Soal kau dan... Perban Terkutuk itu."

Aku hanya ber-'oh'-ria. Ini saatnya untukku! "Aku memang tidak berpacaran dengan Dazai-san, kok."

"Ya, aku tahu itu." Chuuya-kun mulai tampak malas. "Dia hanya bermain-main denganmu."

Bermain-main... ya? Mungkin terdengar menyakitkan. Tapi sebaiknya aku tidak menanggapinya berlebihan. Dan omong-omong, dia sudah tahu? Dari siapa? Apa dia sempat bertemu dengan Dazai-san?

"Maksudku bukan dalam artian yang buruk," ralat Chuuya-kun.

Namun, ada hal yang membuatku penasaran sampai saat ini. Perkataan Dazai-san sewaktu dia bilang kalau dia itu kalah, apa dia bertaruh sesuatu? Karena rasa penasaran yang bergejolak ini, akhirnya aku memutuskan untuk bertanya dan memastikannya sendiri.

"Apa kau taruhan dengannya? Sepertinya Dazai-san seolah selalu menyatakan itu. Dia juga bilang 'aku kalah'."

Kulihat dari samping, Chuuya-kun menahan tawanya. Apa sebegitu menariknya taruhan Chuuya-kun dengan Dazai-san. Namun, sepertinya Chuuya-kun menikmati kekalahan Dazai-san.

"Aku memang bertaruh dengannya, tapi karena dia mengaku kalah, itu artinya dia sudah menyerah."

Menyerah?

"Itu artinya kau yang menang kan Nakahara-san, karena Dazai-san sudah menyerah?" tanyaku penasaran.

"Belum tentu, bisa jadi aku kalah." Pandangan Chuuya-kun menerawang, dia menghela napas singkat. "Kalau begitu, artinya kami seri."

Ah, benar juga? Aku tidak memikirkan kemungkinan itu. Kutatap salju yang berjatuhan di hadapanku perlahan. Keramaian festival masih terdengar dalam jarak yang tidak terlalu jauh—tempatku duduk dengan Chuuya-kun menatap lautan dingin.

Aku jadi penasaran taruhan apa, tapi ini saja sudah cukup buatku. toh, aku bukan seorang yang terlalu ingin tahu. Lagi pula bisa saja ini hal pribadi dengan dua mantan partner di Port Mafia ini, 'kan? kecuali itu memang da hubungannya denganku, tapi kalau orang itu tidak ingin menjawabnya aku juga tidak akan memaksanya untuk menjawab.

"Aku juga minta maaf, karena...." Sekali lagi aku melihat semburat tipis kemerahan di wajah Chuuya-kun dari samping. "Menciummu."

"Dalam keadaan mabuk," tambahku.

Hening sesaat.

Tebersit rasa sakit di jantungku seolah seseorang menikamku berkali-kali dari belakang dengan ribuan pedang yang teramat tajam itu. Mengingat bagaimana saat itu Chuuya-kun menciumku dan mengklaimku sebagai miliknya.

Miliknya? Aku terkesiap. Ya, aku yakin ia mengungkapkan itu. Dia memberikanku tanda dan berkata aku miliknya. 

"Nakahara-san, kau bilang kau sudah memberikanku tanda dan sekarang aku milikmu. Apa maksudmu?"

Ini pertanyaan awkward. Ya, aku bahkan berani bersumpah. Tapi sungguh, aku penasaran karena ini berhubungan dengan diriku dan pria bersurai senja ini pula yang mengambil salah satu yang berharga dariku. Ciuman pertamaku.

"Itu masih ada hubungannya dengan taruhan si Maniak Bunuh Diri itu." Entah kenapa nada suara Chuuya-kun terdengar kesal.

"Maksudmu?" Jadi taruhannya juga ada hubungannya denganku?

Aku sekali lagi berani bersumpah, rasanya Chuuya-kun menghindari pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Jadi, sebaiknya aku tidak meneruskannya sama sekali. Tapi....

Ingin rasanya aku terus menyudutkannya dengan pertanyaan ini, sungguh. Sepertinya rasa penasaran ini lebih membunuhku ketimbang perasaanku yang masih sakit ini.

"Sebenarnya, kurasa aku juga bodoh karena si Maniak Bunuh Diri itu bisa memanipulasiku juga. Terlebih caranya menyebalkan sekali karena sampai harus menggunakanmu."

Eh? "Menggunakanku?"

"Ya, dia selalu memanfaatkan keberadaanmu sebagai partnerku saat itu. Jadi dia terus menggodamu bahkan mendekatimu seperti itu, tentu saja aku kesal karena ulahnya itu."

Tunggu, apa aku baru saja mendengar Chuuya-kun seolah menyatakan kalau dia menyukaiku?

"Setiap kali dia berjalan denganmu, ia selalu menyentuhmu dengan tangan kotornya itu. Bahkan sampai merangkulmu dan nyaris...." Chuuya-kun menghentikan kalimatnya sesaat. "Menciummu."

Apa?! Bagaimana—dia—! Gaaah! Aku penasaran kenapa semua orang di Port Mafia mengetahui hal itu!? Rasanya seakan ada kamera pengintai yang menyiarkan kejadian waktu itu secara live.

Aku menghela nafas sampai kepulan putih keluar dari mulutku. Kutatap langit malam yang ramai hari ini disertai dengan butiran es yang berjatuhan membawa dinginnya sentuhannya.

Kutersenyum dengan tautan di alisku mengingat hal itu. "Ya, dia memang mencoba melakukannya. Tapi karena ucapanku yang seolah juga menolaknya, dia tidak meneruskannya," jelasku.

Bisa kurasakan sekarang semburat merah tipis menghiasi wajahku yang mendingin. Ya, kurasa seperti ini cukup. Aku harus mengatakan semuanya dengan jujur dan paling tidak aku bisa mengendalikan diriku sendiri.

"Kudengar darinya juga begitu."

Eh? Aku segera menoleh padanya. Chuuya-kun kemudian meneruskan, "karena salah paham itu yang membuatku ingin benar-benar membunuhnya, tapi tidak mungkin karena aku juga hanya orang asing untukmu."

Eh? Eh?! Eeeh?! Apa Chuuya-kun baru saja benar-benar mengungkapkan kalau dia menyukaiku?

Tidak, tidak, aku tidak boleh terbawa perasaan! Mungkin ini hanya anggapanku saja. Tapi sungguh! Aku tidak bisa menahan senyuman bahagia ini! Ingin rasanya kuberteriak senang sekarang walaupun hanya perumpamaan ucapannya seolah mengatakan dia benar-benar menyukaiku.

"Karena dia juga, semuanya jadi rumit untukku. Terlebih kau—"

Saat Chuuya-kun menoleh padaku. Ucapannya terhenti begitu saja seolah tidak bisa berkata apapun lagi karena melihat reaksiku.

Yep, aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Tubuhku bergetar dan suara-suara aneh mulai kukeluarkan.

"[First Name]! Oi! Kau tidak apa?"

Bisa kurasakan Chuuya-kun berusaha menyentuhku, tapi ragu seolah saat ini bukan aku yang di sana. Ya, dia mengira ada hantu yang merasuki diriku.

Tapi, sungguh! Tidak ada sama sekali.

Aku melirik ke arahnya dengan satu tangan menutupi mulutku. Yep, aku menahan tawaku. Akhirnya aku tertawa, memang terdengar gila tapi aku benar-benar tertawa. Aku menghela nafas singkat dan kembali mengambil alih diriku sebelum aku dicap sebagai gadis gila yang tertawa-tawa sendiri.

"Maaf, maaf, silahkan dilanjutkan." 

"Kau aneh, [First Name], kau aneh."

Aku tertawa kecil mendengar cibirannya itu. Ya, kuakui aku memang aneh karena tertawa sendiri seperti itu.

Tapi akan kukatakan alasanku tertawa seperti itu. Kesimpulan yang bisa kuambil saat ini kalau aku yakin cintaku tidak mungkin tidak terbalas. Ya, aku yakin itu, sangat.

Dan lagi, bisa jadi kalau Dazai-san membuat taruhan soal siapa yang lebih dulu bisa menciumku. Tapi karena Chuuya-kun yang suka tidak percaya diri dan ragu, ia membuat dirinya sendiri mabuk.

Dengan sifatnya yang seperti itu, bahkan untuk mengungkapkannya saja sulit karena takut aku menolaknya setelah aku tahu kalau dia dan Dazai-san hanya bermain-main saja.

Makannya dia menghindari percakapan kami ini, bahkan repot-repot bercerita panjang lebar yang tidak perlu.

Kuakui memang sakit mengetahui itu, tapi satu hal lain yang kudapatkan. Perasaan Chuuya-kun tidak bohong. Ia benar-benar menyukaiku karena permainannya dengan Dazai-san. Kalau soal perasaan Dazai-san padaku, mungkin dia hanya bermain-main karena menginginkan sesuatu dariku. 

Semua perlakuan Chuuya-kun padaku tidak bohong, itu benar-benar dari dirinya sendiri. Aku percaya padanya, makannya aku memaafkannya walaupun aku tahu ia mempermainkanku juga. 

Kenapa? Karena itulah Chuuya-kun. Sosok yang respek pada semua orang di Port Mafia bahkan pada mafiosi di bawahnya. Makannya Chuuya-kun seolah selalu mengkhawatirkanku dan selalu berkata agar aku berhati-hati dengan Dazai-san

Tapi yang tidak bisa kupercaya adalah dalam hati kecilku, aku bersyukur pada Dazai-san. Mungkin semenyebalkannya dirinya itu, ada baiknya juga. Ya, pastilah aku akan memaafkannya juga walaupun dia menggunakanku dan mempermainkannya.

Karena permainan itu pula, yang membawa Chuuya-kun padaku.

Kudengar suara kembang api mulai di nyalakan, itu artinya sepersekian menit lagi Tahun Baru pun datang.

Aku berdiri dengan kedua tangan yang kubiarkan berada di belakang. Aku berjalan tiga langkah di hadapan Chuuya-kun dengan senyuman yang kusembunyikan darinya.

"Chuuya-kun, arigatou!"

Aku berputar seratus delapan puluh derajat menghadapnya. Senyuman kembali kukembangkan lebih dan lebih lagi melihat raut wajahnya yang berubah langsung. Matanya tampak membulat sempurna karena terkejut.

Perasaanku terlalu senang sampai-sampai ucapanku yang barusan mungkin bukan hanya di dengarnya, tapi orang-orang yang baru saja lewat.

Lalu dengan alami... dengan sangat alami, seolah tidak memiliki beban apapun lagi di punggungku... aku mengatakannya.

"Aku... menyukai Chuuya-kun."

Chuuya-kun terkejut dengan pengakuanku yang tiba-tiba. Kali ini, setelah dia menarikku kembali ke kuil, ia hampir membeli semua jajanan manis yang ada di sana, tapi aku bisa menghentikannya dengan baik sebelum dia membuat gunungan makanan manis.

Namun akhirnya, dihadapan kami hanya ada strawberi yang diguyur dengan saus coklat manis yang kuakui rasanya enak.

Selesai makan strawberi itu, kami kembali berjalan dengan tubuh yang mulai dingin karena terlalu lama berada di luar. Tapi, kusingkirkan rasa dingin itu dengan kemampuanku.

"Aah, padahal aku yang ingin mengatakannya," ucap Chuuya-kun dengan senyuman miringnya seraya menyentuh topinya dengan tangan yang terbebas itu.

"Hehe... sayang sekali, karena kau terlalu berbelit, jadi aku mengambil start duluan."

Aku mencodongkan tubuhku ke arah Chuuya-kun seraya menjulurkan lidahku. Aku sudah berhasil mengubah sedikit kehidupan penuh penerimaanku.

"Didahului wanita sepertinya menyakitkan."

Aku berdecih. "Ah, jangan beralasan seperti itu."

Kami berjalan bersebelahan menuju taman yang ada air mancurnya, aliran air yang diterangi cahaya lampu itu membuatnya terlihat seolah seperti ilusi.

Begitu aku menatapnya karena terpukau dengan keindahannya, aku teringat. Aku melepaskan tanganku yang sedari tadi bergandengan dengan Chuuya-kun. Merogoh-rogoh tas milikku dan mengambil benda yang seharusnya sedari tadi kuberikan padanya.

Yep, syal. Aku melilitkan syal itu sembari tersenyum pada Chuuya-kun. Benar-benar syal biru itu cocok dengannya, anak-anak panti itu memang tepat untuk memilih warna.

"Kuharap ini tidak sama seperti yang kau pakaikan pada Orang Gila itu," ujar Chuuya-kun ketus.

Orang gila? Maksudnya Dazai-san?

Aku mendengus, tapi batinku bertanya-tanya bagaimana Chuuya-kun bisa tahu kalau Dazai-san juga kupakaikan syal yang sama. Maksudku, sama-sama dari anak panti itu.

Kurucutkan mulutku itu kemudian berucap. "Tentu saja tidak, itu memang untuk Dazai-san. Tapi kalau ini untuk orang yang kusuka."

Chuuya-kun tersenyum dengan wajahnya yang merona merah. Ah, dia jadi lucu seperti itu! Aku pun jadi ikut tersenyum melihatnya.

Begitu suara kembang api mulai terdengar jelas di hadapanku, kutolehkan pandanganku ke arah kincir raksasa itu dari dekat air mancur ini.

Sekali lagi kugenggam jemari Chuuya-kun yang kusuka itu. Benar-benar... hangat.

"Cantiknya...."

"Akimashita omedetou," ucap Chuuya-kun lembut padaku.

Kurekahkan senyuman lembutku pula untuknya. "Akimashita omedetou, Chuuya-kun."

Lalu sesaat setelah aku saling bertatapan dengan manik blue sky itu, wajahku dan wajah Chuuya-kun menyatu.

Karena terlalu senang, jantungku berdebar kencang seolah akan meledak. Namun yang mengejutkan, dalam kepalaku terpikirkan, begitu, ya. Chuuya-kun itu, saat mencium, tidak lebih dulu menyentuh bibir atau dagu.

Lalu, aku teringat kejadian malam itu. Wanita itu. Kalau kusimpulkan dari perkataan Chuuya-kun yang sepertinya sering bertemu dengan Dazai-san, bisa jadi Dazai-san juga menggodanya sampai-sampai Chuuya-kun bisa melakukan hal itu. Namun, karena Dazai-san bersembunyi di sela-sela gedung, aku tidak melihat sosoknya.

Sebaiknya tidak perlu kutanyakan kepastiannya, bisa jadi aku malah kembali terkapar di jalan. Namun, saat itu aku sangat terkejut sehingga jantungku berdebar kencang dan aku tidak bisa berpikir jernih. Makannya aku malah berpikir yang tidak-tidak. Aku yakin....

Itu pasti karena... jatuh cinta.

Malam itu, di jalan pulang, setelah membunyikan genta sebanyak seratus delapan kali kemudian melakukan doa pertama dan mengambil omikuji, aku mengetik e-mail untuk Yuki-chan disertai foto pertamaku di tahun ini dan foto pertamaku dengan Chuuya-kun.


—oOo—

To : Hana Yuki-chan
From : [Full Name]
Subject : Happy New Year!

Yuki-chan! Akhirnya aku menemukan pangeran!

—oOo—

Menggunakan istilah yang feminin seperti itu memang memalukan, tapi aku sengaja melakukannya kala itu Yuki-chan pernah menyebut-nyebutnya seperti itu.

Mungkin, sebenarnya ada arti yang sedikit mendalam untukku sendiri. Aku memang tidak merasa seperti Tuan Putri. Namun, Chuuya-kun selalu menolongku dan membuatku senang walaupun aku kadang sering berkeluh kesah dan gelisah padanya.

Kadang aku bertengkar dengannya hanya karena sikapnya yang tidak kusuka atau karena dia tetap keras kepala pada dirinya, tapi dia paling kuat dengan diriku yang seperti itu.

Dia selalu sabar mendengar amarahku yang tidak jelas kadang saat bertugas. Sudah kukatakan bukan kalau aku sering marah tanpa alasan yang jelas dan hal-hal kecil yang tidak kusuka?

Terlebih, karena dia juga yang bisa mendinginkan diriku.

Karena sifatnya yang seperti itu, Chuuya-kun bisa membuka hatiku yang selalu kututup rapat-rapat sampai tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya. Tapi, dia bisa memasukinya dan menarikku keluar dengan jarinya yang lembut dan lentik.

Karena aku merasa begitu.


























—oOo—

The story is over! Akhirnya tamad juga 😆 oh, belom, ya? Saia lupa deh 😂 karena banyak yang minta GOOD END, key saia bikin GOOD END :3 eits! Ada epilog :v ditunggu ya <(")

Okey, jadi begini '-' udah inget kan soal bagian-bagian aneh yang tidak kuceritakeun? Masih gasadar? Yaudah baca aja lagi dari chapter 1 😂😂🔫

Cause, bagian bolong itu sebenernya rahasia permainan Chuuya sama Dazai '-' jadi daku berniat untuk tetap merahasiakannya sampai ini berakhir 😣 Bukan berarti Mikajeh rahasiain terus, lho 😃 tapi, story ini gak bener-bener berakhir kok 😋 soalnya cerita berikutnya adalah....

Chuuya side!

Nah! Jadi semua hal aneh dari cerita ini bakal diceritain di versi Chuuya Side 😶 Chuuya side apa sih? Sesuai namanya '-' masih dalam waktu yang sama hanya saja sudut pandangnya si Chuuya 😗 nah, ini yang bakal pula nyeritain alesan Chuuya bisa suka ama Reader-tachi dan rahasia permainan Chuuya ma Dazai 🙌 BTW di Chuuya side mungkin bakal lebih banyak adegan romancenya daripada actionnya 😳 kenapa? Udah keabisan ide adegan action 😵  tapi, bakalan tetep ada misalnya adegan bagian Chuuya di Chapter 9 : Psychopath vs Psychopath.

Paham gak? Kalo kagak tanya aja deh :v semoga saia juga gak belibed ngejelasinnya 😌

Vote chapter terakhir Reader-tachi Side ini yeu :3 komennya boleh lah, boleh 😍

Thanks!
Hope you all like it!

—oOo—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro