Chapter 1 : Letter from the Port Mafia
DARI umur 12 tahun, aku sudah tinggal di panti asuhan. Bayangkan tempat sederhana yang banyak sekali anak-anak kecil berlarian, bermain ria, dan melakukan hal-hal yang mereka suka.
Ya, aku bahagia di sana. Namun, hal yang amat sederhana membuatku mencoba lebih keras entah itu belajar atau bekerja di umurku yang bahkan baru menyentuh tahun pertama SMA.
Saat aku berumur sekitar 7 tahun, aku sering kali mengungkapkan isi pikiranku secara asal. Abstrak, lebih tepatnya. Tapi sebenarnya tidak, aku memandang, mendata, dan menyimpulkan dengan intuisiku. Bahkan saat bermain game untuk memprediksikan gerakan lawan selanjutnya.
Lalu saat umurku sekitar 10 tahun. Retrocognition, kesadaran peristiwa masa laluku. Sebenarnya tidak menyedihkan. Mama melahirkanku dengan normal saat Papa sedang ada urusan pekerjaan. Tapi karena kecelakaan pesawat, mereka meninggal.
Aku yang saat itu berumur sekitar 3 tahun dan belum mengingat apapun. Namun, karena kemampuan retrocognition milikku. Aku bisa melihat peristiwa masa laluku.
Tenang saja, aku menyembunyikan hal ini dari semua teman-temanku di panti asuhan.
Keanehanku tidak hanya sampai di situ. Suatu yang luar biasa terjadi padaku! Sungguh, itu keren! Saat aku berumur 15 tahun, sebuah tato melingkari pergelangan tanganku!
Semejak tato itu muncul, tanganku seperti memiliki kekuatan psikis! Bayangkan diriku yang bisa mengeluarkan petir, api, menggerakkan benda tanpa disentuh, mendapatkan informasi hanya dari sentuhan tangan. Luar biasa!
Awalnya hanya sebagian dari kekuatan psikis yang bisa kulakukan. Tetapi, semakin bertambahnya umurku dan aku juga yang berusaha melatihnya, kekuatan itu bertambah!
Ah, maaf, aku lupa mengenalkan diri. Aku [Full Name]. Seharusnya aku menjadi mahasiswi tingkat dua yang berumur delapan belas tahun. Tapi, aku tidak melanjutkannya karena masalah biaya.
Penampilanku… biasa saja. Kalau tidak memakai riasan sama sekali, wajahku dibilang terlihat sangat loli. Namun, jika aku berusaha memakai sedikit make up, malah dikira aku sedang ber-cosplay. Tinggi badanku pas dengan rata-rata orang Jepang pada umumnya dengan postur tubuh yang biasa-biasa saja. Lalu tentang otak, kecerdasan intelektualku lebih baik dari pada kecerdasan akademisku—jujur, aku sering bermalas-malasan mengerjakan tugas. Sekali pun aku kerjakan, akan kujawab dengan jawaban sekenanya.
Di dalam perpustakaan tempat kami janjian, temanku yang biasa kupanggil Yuki-chan, Hana Yuki, melambaikan tangannya. Yuki-chan yang menyembulkan kepalanya dari private room itu berbeda denganku. Dia cantik dan bertubuh tinggi.
"Yuki-chan, omedetou. Kudengar kau diterima di Universitas Tokyo, ne?"
Di waktu seperti ini. Dengan desiran angin yang mulai terasa dingin seperti ini. Memang bersantai di dalam perpustakaan itu menyenangkan. Apalagi ini private room! Ruangan yang nyaman dan menjadi incaran banyak orang.
"Iya, dong." Yuki-chan tertawa kecil. "Aku sudah mendapatkan brosur yang kau minta."
Di dalam private room ini, suara percakapan pun tidak akan terdengar keluar. Benar-benar tempat yang nyaman untuk bersantai tanpa diganggu.
"[First Name]-chan, kau mau pekerjaan yang seperti apa?"
Aku duduk di kursi yang tersedia dalam private room ini sambil mengeluarkan jus kotak yang baru saja kubeli di mesin penjual otomatis di tengah perjalanan tadi.
"Yang pastinya pekerjaan tetap. Aku akan menabung lebih dulu."
"Ah, iya ya…."
Yuki-chan mengeluarkan majalah dan brosur lowongan pekerjaan dari tas besarnya, lalu menjajarkan majalah dan brosur itu di atas meja.
"Karena yang meminta adalah [First Name]-chan, aku yakin pekerjaan yang kau inginkan adalah pekerjaan yang dekat dan santai."
Aku tertawa mendengarnya. Begitulah Yuki-chan, selalu memahami sifatku yang lebih hobi bermalas-malasan ketimbang melakukan hal berat. Selalu santai dan bebas dari apa pun.
Sembari menunggu Yuki-chan mencarikan lowongan pekerjaan tetap yang cocok untukku, aku membuka-buka majalah yang lainnya. Dan yang kutemukan adalah pekerjaan jasa. Namun, rasanya aku tidak tertarik bekerja di restoran atau kedai sake. Terakhir kali aku kerja paruh waktu saat liburan musim panas, aku merusak semuanya. Seringkali aku membakar buku menu atau bahkan hampir membuat kemampuanku diketahui orang banyak.
"Tidak ada, ya?"
"Sepertinya memang tidak ada. Apa mungkin besok sebaiknya kita cek juga poster-poster di sekitar rumah dulu?"
Mengabaikanku yang dilanda kebingungan, Yuki-chan merogoh tas besarnya dan mengambil ponselnya itu. Dengan cepat, ia mencari informasi tentang kerja tetap yang cocok denganku di sana.
"Tidak bisa besok!" dengan suara keras, Yuki-chan berteriak.
Aku hanya mematung. Ah, aku lupa… ini hari terakhir dia di Yokohama. Sebenarnya bisa dibilang Yuki-chan itu sahabatku dari sekolah dasar kemudian berlanjut sampai SMA, sahabat karib. Begitulah. Makannya kenapa kami sering dibilang kembar padahal jelas wajahku dengannya sangat berbeda. Satu hal lagi, aku menyembunyikan kemampuanku darinya. Bagaimana… ya? Aku hanya tidak ingin kalau suatu saat hanya karena ia mengetahui kemampuanku jadi berbahaya untuknya.
Sambil tersenyum lebar, aku dengan sangat senang mengucapkan, "arigatou, Yuki-chan. Terimakasih karena sudah menjadi teman terbaikku, terimakasih karena selalu ingin membantuku, terimakasih karena selalu mendengarkanku."
Arigatou, Hana Yuki-chan.
❄
Begitulah hari ini berakhir. Setelah membawa semua brosur dan majalah yang sudah Yuki-chan tandai sebagai pekerjaan yang mungkin cocok denganku, aku kembali ke apartemen kecil di pinggiran Kota Yokohama yang luas ini.
Aku melemparkan tas slempang kecilku asal. Saat aku berpikir sekiranya mana pekerjaan tetap yang akan kupilih—sambil rebah-rebah di atas tatami, mataku tertuju pada selembaran kertas putih yang berhamburan keluar dari dalam tasku.
Aku terperanjat ketika memeriksa kertas putih apa itu. Tulisan yang hampir tak kasat mata yang ditulis dengan krayon berwarna merah di atas kertas buku tulis sobek, menunjukkan bahwa itu surat iseng yang kupikir milik adik Yuki-chan.
Karena penasaran dengan isinya, sambil tersenyum-senyum entah apa. Aku mulai membaca surat itu di tempatku duduk depan jendela itu juga. Isinya ada beberapa lembar dan juga isinya… membuat jantungku seketika berhenti berdetak untuk beberapa detik!
Kepada [Full Name],
Saat ini, aku sudah selesai mencari tahu tentang dirimu. Tentang bagaimana kau kehilangan kedua orang tuamu dan sejak kapan kau memiliki kemampuan itu. Ya, kemampuan dalam dirimu.
Jujur saja, aku tertarik padamu. Kalau kau bertanya siapakah diriku… jawabannya adalah aku seorang yang duduk di atas kursi tepat di puncak tertinggi di Yokohama.
Mungkin sedikit terlambat, selamat atas kelulusan SMA-mu. Baiklah, singkat saja, aku mengundangmu secara langsung untuk bergabung dengan Port Mafia.
Kau sedang mencari pekerjaan, 'kan?
Kalau dalam seminggu kau tidak menjawabnya, akan kusuruh orangku untuk menjemputmu.
Salam hangat,
Mori Ougai.
Port Mafia? Maksudnya organisasi yang kantornya bangunan tertinggi di Yokohama itu? Apa-apaan ini?!
Rasanya aku sedikit senang mengetahui ada orang lain yang mengetahui kemampuanku. Maksudku, mereka sama denganku dan menganggapku ada. Dan aku tidak percaya orang-orang dengan kemampuan khusus sepertiku memang ada, tapi sekarang aku percaya! Mereka kini ada di depanku.
Hanya saja…. Aku menghela nafas sambil menggenggam erat surat—kertas sobek—pada genggamanku. Apakah mereka memiliki jaringan intel khusus yang bahkan aku tidak ketahui sedang mengintaiku? Atau, apakah mereka menyeludupkan penyadap atau kamera pengintai di sekitarku dan memata-mataiku dalam diam?
❄
Aku membolak-balik tubuhku di cermin, kemudian mempraktikkan gerakan 100 wajah di depannya. Setelah kembali ke posisi semula, aku kembali melihat penampilanku kemudian aku berpikir, tidakkah terlalu terkesan glommy?
"Sudahlah!" tanpa mempedulikan pakaianku yang serba hitam, aku berjalan keluar apartemen kecilku dengan menggunakan sepatu.
Setelah hampir sepuluh menit aku berjalan dengan kaki kecilku, tepat saat aku berbelok karena kupikir aku mendengar sesuatu yang terdengar janggal—seperti orang yang tengah beradu pukul.
Begitu aku memasuki celah kecil kota di sana, tepat sekali. Terjadi adegan pembunuhan. Seorang pria terduduk dengan kaki yang sudah luka parah dan darah menetes di sana sini bagian wajahnya, dirinya di kelilingi pria berpakaian serba hitam.
"Makannya, kenapa kau bertingkah?" dengan intonasi yang dingin, pria itu dalam sekejap membunuh orang di depannya.
Jujur saja, aku sedikit tersentak dia bisa membunuhnya dengan santai seperti itu. Tapi tunggu dulu! Aku yakin, aku melihat sesuatu…. Dengan wajah panik aku baru sada kalau aku melihat sesuatu.
Oh! Oh! Oh! Pria itu tidak menggunakan apapun untuk membunuhnya! Aku yakin sesuatu seperti bayangan hitam keluar dari balik jas hitam panjang miliknya. Apa itu… kemampuan?
Sementara diriku yang diambang kebingungan, ternyata pria itu sudah menolehkan pandangannya padaku. Woah! Ternyata cukup tampan juga. Postur tubuhnya tinggi tegap dengan surai hitam dengan sisi yang sedikit memutih. Pakaiannya… ya, serba hitam.
"Apa yang kau lakukan?"
"Tidak ada," jawabku singkat.
Begitu aku berbalik sembari mengenakan penutup telingaku agar aku tidak terlalu merasakan hawa tingin yang mulai terasa—tepat dari belakangku—bayangan hitam itu menyerangku. Wujudnya seperti kepala naga, hanya saja benar-benar berwarna hitam dengan cahaya kemerahan di sekelilingnya.
Dengan gerakan refleks yang kuakui cukup bagus, aku bisa menghindari serangan dadakan itu sambil memasukkan kedua tanganku dalam saku. Oke! Bukan berarti aku disini terlalu sombong, tapi anginnya benar-benar dingin! Padahal baru awal bulan Desember.
Sepersekian detik setelah aku sempurna menapakkan kakiku, serangan lainnya datang. Aku yang berpikir tidak mungkin menghindari serangan dadakan itu, mengeluarkan sebelah tanganku dan mengulurkan kelima jariku ke atas…
Ability : Demian
Petir biru keluar melalui kelima jariku menyambar bayangab hitam yang baru saja ingin menyerangku. Namun, sekian detik setelahnya, bayangan itu meledak dan menghasilkan suara yang cukup kuat sampai membuat pekak telinga.
"Kemampuan petir biru… dan pergelangan tangan itu. Apa kau orang yang disebut 'lingkaran pendosa'?"
WOW! aku terkejut dia mengetahui hal itu. Tentu saja aku tidak menunjukkan keterkejutanku dengan berteriak atau sejenisnya, aku hanya menatapnya dan sedikit merucutkan mulutku. Sebenarnya aku tidak suka julukan itu! Batinku.
Oh, iya, aku belum bercerita, ya? Ada hal lain yang selalu kusembunyikan, dari tetangga di apartemen kecilku bahkan Yuki-chan. Ini soal pekerjaanku yang lain. Sebenarnya, sudah hampir dua tahun belakangan ini aku mendapatkan pekerjaan : membunuh orang.
Setiap orang, dalam kabut putih yang tebal. Tepat di pohon yang tidak pernah memekarkan daun-daunnya di semua musim. Orang-orang selalu berdoa untuk dendam mereka, berharap seseorang melakukan sesuatu untuknya.
Aku yang mendengar doa itu, mengabulkannya. Kalian tahu apa yang mereka katakan setiap kali aku mendengarkan permintaan mereka? Mereka berharap 'seseorang' ingin membunuh siapa orang yang mereka ingin bunuh dengan alasan orang itu mendapatkan hukuman yang tidak setimpal di dunia ini.
Setelah mendengarkan permintaan itu, orang-orang yang berdoa itu selalu meninggalkan banyak uang dalam amplop yang jumlahnya cukup besar. Tentu aku mengambilnya sebagai bayaran atas pekerjaanku.
Aku menghela nafas pelan. "Lalu bagaimana? Kau akan membawaku ke kantor polisi?" balasku dengan intonasi datar.
"Bos menunggumu."
Bos? Ah, jangan-jangan dia orang dari Port Mafia itu, ya? Kebetulan sekali. Kantornya yang cukup jauh dan menghabiskan banyak tenaga, sebaiknya aku ikut dengannya saja.
Aku berjalan santai ke arah pria emo di depanku, begitu tersisa beberapa langkah di hadapannya. Pria berjas hitam lain sudah siap mengangkat senjata mereka masing-masing. Memangnya kalian kira aku ingin menyerang kalian? Pikirku.
"Watashi… [Full Name] desu. Yoroshiku, senpai."
❄
Akhirnya, aku sampai di kantor Port Mafia. Dengan di temani Ryunosuke-senpai, aku melangkah memasuki koridor dengan alasan karpet merah lalu sisi kanan dan kiriku seperti kaca hitam pekat.
Begitu sampai di depan pintu besar, dua orang yang berjaga ruangan itu segera membukakan pintu. Dan tepat tak jauh di sana….
"Elise-chan, aku ingin kau memakai gaun merah yang cantik ini."
"Iie, zettai ia!"
"Sekali ini saja, ne?"
"Kau ini benar-benar nekat, Rintarou. Aku tetap menolaknya!"
Aku mematung menatap satu orang pria dewasa dan satu orang gadis berambut pirang panjang yang hanya sedang menggunakan pakaian dalamannya saja. Aku memijit pelan pelipis kananku seraya berpikir. Aku kesini untuk bertemu Bos Mafia, 'kan?
"Bos, saya sudah membawa gadis itu."
Aku tersentak. Bos!? Sambil spontan menoleh ke arah pria dan gadis kecil di depanku, aku memberikan wajah penuh tanya. Apa dia… bos? Bos Mafia?!
Lampu seketika padam, tapi beberapa detik kemudian menyala lagi. Entah atau memang hanya perasaanku tapi ruangan ini berubah seketika. Oke, aku mengabaikan hal itu, yang terpenting adalah aku hanya datang untuk meminta kejelasan tentang pekerjaan disini.
"[First Name]-kun, kuucapkan selamat datang. Sepertinya ada yang ingin kau pertanyakan, silahkan?"
Akhirnya!
"Karena kau datang, itu artinya kau menerima pekerjaan ini, 'kan?" tanya pria di depanku.
Sebenernya aku cukup mengetahui tentang organisasi ini. Tapi, aku baru benar-benar tahu informasi soal para pekerjanya yang sebagian besar menduduki tempat tertinggi disini pemilik kemampuan khusus. Terlebih lagi mereka memiliki surat izin berkemampuan, jadi aktivitas apapun tidak masalah, 'kan?
Mendengar informasi yang rasanya terlalu bagus itu dan juga demi menyembunyikan jati diriku sebagai 'algojo', aku mengangkat kepalaku dan menatap Bos Mafia di depanku.
Lagi pula, kalau tidak cocok, kerjanya hanya sampai akhir tahun ini saja tidak masalah. Aku pasti biaa bertahan.
"Ano… kalau boleh. Bos, bisa tolong jelaskan lebih detail?"
Lokasi kantor Mafia kurang lebih sama ramainya dengan kota ini. Daerah perkantoran elite. Terlebih bangunannya mudah terlihat karena paling tinggi. Soal tempat tinggal, aku mulai besok bisa memindahkan barang-barangku ke asrama disini. Tapi saat bos menunjuk asramanya, kupikir itu apartemen mewah.
Syarat pertama, clear.
"Jam kerjanya?"
"Masuknya paling cepat jam sembilan dan maksimal jam tujuh sudah pulang. Kecuali jika posisimu berada di anggota eksekutif dan bawahannya, masuk paling cepat jam tujuh dan kau bisa tidak pulang karena tugas di luar daerah."
Karena pulangnya belum terlalu larut malam, tidak perlu cemas tentang perjalanan pulang. Lagi pula tidak mungkin aku akan jadi anggota eksekutif langsung, 'kan? Kalau gajinya oke, kuambil saja…, pikirku seraya tersenyum bersemangat.
"Kalau soal bayaran tenang saja, kau juga akan mendapatkan bonus kalau hasil kerjamu bagus," jawab Bos Mafia dihadapanku seakan tahu apa isi pikiranku.
Syarat kedua, clear.
"Bagaimana soal pekerjaannya?" aku tersenyum miring begitu pertanyaan itu terlontar.
"Hanya tugas sederhana: mengelola keamanan, masalah perselisihan dan beberapa konflik interpersonal. Tapi mungkin aku akan memintamu untuk membantu kelompok serangan gerilya dengan Akutagawa-kun."
Oke, aku terima!
—o0o—
Oke! Ini chapter satunya :3 bagaimana? Oh, Mikajeh kembaleh dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, ya <(") tenang aja, ini saia yakin kok begini jadi gak ada rombak-rombakan gaje :'v
Target selesai kalo gak mageran akhir tahun :3 kalo mager Februari nyampe kali 😆😆😆
Sampe disini, ya :3 jangan lupa vote dan komennya lho 😍 oh, cek cerita lainnya juga, ya~
Thanks!
Hope you all like it!
—o0o—
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro