Chapter 4
"(NAME)!!!"
teriakan memekakkan telinga menyambut gadis berseragam rapi itu. Refleks ia menutup kedua telinganya dengan kedua mata menutup.
Melihat respon dari (Name), pelaku peneriakan tertawa lepas, ia menyodorkan sebuah sapu lantai kepada gadis yang baru saja ia teriaki.
"Piket, ehe~" ucapnya tanpa rasa bersalah.
Segera dengan kecepatan kilat tangan (Name) menghantam keras lengan atas teman berakhlaknya ini. Respon yang diberikan kawannya tentu teriakan dan ucapan 'Ampun! ' berulang kali.
(Name) tak mengubris pengampunan dari kawannya itu, malahan tangan mungilnya semakin gencar memukul.
Wajah ayunya yang biasanya tersenyum lebar kali ini tak ada bedanya dengan seorang setan yang mengamuk.
Tawa puas dari para warga kelas lainnya menjadi latar suara penyemangat untuk seorang (Fullname)
"Sudah cukup"
(Name) tersentak, ia menoleh ke sebelah kiri. Tepat ditangannya yang ditahan oleh seseorang. Disana berdirilah seorang pemuda berambut navy dengan wajah tanpa ekspresi.
(Name) berkedip beberapa kali dengan ekspresi bingung.
Melihat respon (Name), pemuda itu berdehem.
"Kasihan temanmu" katanya singkat.
(Name) tertawa garing, ia meminta maaf kepada temannya yang dipukulnya tanpa jeda. Korban dari pemukulan beruntun itu mengucutkan mulutnya sambil mengelus pelan lengannya yang terasa panas. Ia menjulurkan lidahnya dengan wajah mengejek lalu membuang muka sambil melengos pergi.
Sumbu emosi (Name) kembali terbakar, ia berjalan hampir berlari mengikuti kawannya yang sudah menghilang entah kemana.
Niatnya untuk mengejar urung, sebab tangannya masih dipegang oleh pemuda itu. Memang tak erat tapi lumayan susah untuk dilepaskan dengan mudah dengan sekali tarikan.
"Anu... Izumi-san... Bisa kamu lepaskan tanganku? " tanya (Name) sambil tersenyum canggung.
Sekali lagi pemuda itu berdehem, ia mengeluarkan sebuah kaleng minuman dingin dari tangan yang tak memegang tangan (Name).
Diarahkannya kaleng itu untuk digenggam oleh tangan (Name) yang baru saja digunakan untuk memukul tadi.
"Sudah dingin, kan? "
Pertanyaan dari pemuda itu membuat kedua bola mata (Name) melebar, ia mendongak untuk menatap wajah pemuda itu. Wajah tenang dengan tak banyak emosi tergambar.
Anggukan diberikan sebagai respon.
Memang benar tangannya sangat panas setelah memukul dengan keras lengan kawannya itu.
"Bagus. Lebih baik kau teruskan piketmu" sambungnya sambil melepas pelan genggaman tangannya dari tangan (Name).
Pemuda itu mengangguk pelan sambil melemparkan senyum tipis. Berbalik badan lalu menghilang dibelokan pintu kelas.
"(Name)?! Kau kenapa?! Mengapa wajahmu merah?! "
Teriakan khawatir dari kawannya tak digubris. Ia lebih memilih untuk menutup wajahnya dengan kedua tangan yang masih menggenggam kaleng minuman itu. Rasa dingin dari kaleng bersentuhan langsung dengan wajahnya. Rasa itu tak menyurutkan hawa panas yang menguar dari pipinya.
Begitu juga dengan detak jantungnya yang semakin berpacu.
"Hei... " panggil (Name) pelan.
Salah satu kawannya menyahut,
"Ya? "
(Name) dengan badan bergetar berkata,
"Kau benar. Aku aneh jika tak jatuh cinta dengannya"
Kawannya membolakan kedua matanya, ia menggebrak meja yang ada dihadapannya.
"SIAPA YANG KAU MAKSUD, (NAME?! "
(Name) hanya menghela nafas, ia berbalik kearah bangkunya. Menelungkupkan wajahnya ke lengkukan kedua lengannya.
"Gantikan aku piket hari ini" katanya dengan ketus.
Kawannya mendelik, teriakan protes dilayangkan namun (Name) memilih bungkam. Ia melirik kaleng minuman yang berada dihadapannya.
Rasa panas dan detak jantung kembali lagi menganggu seorang (Fullname). Sekali lagi ia menyembunyikan wajahnya. Memilih sedikit menikmati 'rasa' yang baru ia rasakan.
'•'
"(Name)-san? Apa sedang kau tertawakan? "
Lamunan sesaat dari gadis itu terhenti. Pertanyaan dari pemuda yang berjalan disampingnya hanya dibalas senyum lebar.
"Rahasia, Iori-kun~"
Iori mengalihkan pandangannya, sekali lagi organ jantungnya berdetak kencang. Ia mengelus perlahan tepat didadanya yang berdetak kencang. Berusaha mengembalikan detak jantungnya ke detak normalnya.
(Name) mendekatkan wajahnya kearah Iori yang sibuk menertralkan detak jantungnya.
"Kenapa? Deg-degan lagi, ya? " celetuk (Name) dengan telunjuk menusuk pelan pipi sebelah kanan Iori.
Iori melompat kebelakang dengan ekspresi terkejut, ia meremat baju bagian dadanya dengan kedua mata melotot.
(Name) tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk pahanya, air mata menganak di kedua pelupuk matanya. Napasnya tersegal karena tawa yang terus keluar dari mulutnya. "Ahahaha! Raut wajahmu, Iori-kun! Lucu seka–"
(Name) merasakan tubuhnya tertarik kedepan, tak lama ia menumbruk dada bidang pemuda berambut navy yang merengkuhnya erat.
"Kau tak apa, (Name)-san? " bisiknya perlahan.
(Name) mengerjapkan kedua matanya, otaknya sedikit berhenti bekerja sebab peristiwa tak terduga baru saja terjadi kepada dirinya.
(Name) mengadah, menatap wajah Iori yang menatap tajam laki-laki yang ada dihadapannya. Laki-laki itu hampir menabrak (Name) dengan sepedanya, untunglah Iori segera tanggap menarik (Name) agar tak tertabrak laki-laki itu.
Sepertinya laki-laki itu ingin memaki (Name) karena menghalangi jalannya, namun niatnya urung sebab tatapan tajam yang dilemparkan oleh Iori.
Dengan decihan, laki-laki itu menganyuh kembali sepedanya meninggalkan Iori dan (Name).
Iori masih menatap kemana perginya laki-laki bersepeda itu dengan tatapan tajamnya.
Entah apa yang ada dipikiran laki-laki itu, tiba-tiba sepeda yang dinaikinya oleng dan menabrak tong sampah disamping sebuah minimarket.
Beberapa pejalan kaki tersentak kaget sambil refleks menatap laki-laki itu yang masuk kedalam tong sampah.
Iori tersenyum culas bak tokoh antagonis yang berhasil menjatuhkan tokoh protagonis.
"Mampus..." bisiknya pelan dengan seringai mengembang.
(Name) menarik-narik baju seragam bagian depan Iori, segera pemuda itu menunduk menatap (Name) yang menatapnya dengan mata berbinar dan antusias.
"Iori-kun! Kamu ganteng, deh! " celutuk (Name) dengan riangnya.
Iori menepuk dahinya sendiri, helaan napas keluar dari mulutnya. (Name) masih memasang wajah bahagia dengan binar mata semakin gemerlap.
Dengan perlahan Iori memijit dahinya yang berdenyut nyeri. Namun bibirnya terangkat sedikit dengan dengkusan geli terdengar darinya.
"Terima kasih " bisiknya pelan dengan senyum tipis.
(Name) mengerjapkan perlahan kedua matanya. Dadanya mulai terasa meletup-letup bak gelembung sabun yang meletus terus menerus.
Dipeluknya tubuh pemuda dihadapannya. (Name) menyembunyikan wajahnya yang memerah didada bidang Iori yang tersentak karena serangan mendadak dari gadis yang tiba-tiba memeluknya.
"(Name)-san... "
"Sebentar saja, Iori-kun. Sebentar saja... "
Iori mengalihkan pandangannya kembali, pipinya terasa memanas. Entah dorongan dari mana, sebelah tangannya mengelus perlahan kepala (Name). Gadis itu tersentak dalam pelukan Iori.
Terdengar gumam tak jelas dari (Name) yang membentur-benturkan kepalanya berulang kali ke dada Iori.
Iori menutup mulutnya yang bergetar dengan sebelah tangannya. Merasa tak kuat menatap keimutan yang tersaji didepannya.
'Tunggu! Imut?! ' teriak batin Iori yang kembali ke realita. Dengan paksa Iori melepaskan pelukan (Name). Yang dipaksa tentu meronta agar tak melepaskan pelukannya, namun perbedaan kekuatan antara mereka jauh berbeda.
"(Name)-san! Kita harus–"
"Ukh! Jangan lihat! "
Tangan mungil seorang (Fullname) berusaha menutupi netra Izumi Iori. Namun usahanya untuk menutupi wajahnya sia-sia. Tangan yang lebih besar menahan tangan yang lebih kecil.
(Name) menunduk dalam, tak memiliki keberanian untuk mengangkat wajahnya.
"(Name)-san... " panggil Iori perlahan.
Yang dipanggil menggelengkan kepala, menolak untuk mengangkat wajahnya. Dagu gadis itu terangkat pelan. Sang gadis menahan napas kala matanya ditatap dalam oleh pemuda dihadapannya.
Seketika suara disekitar terasa sunyi.
"(Name)-san... Aku.. "
Wajah itu semakin mendekat dan mendekat... Lalu...
"Mas... Mbak... Kalau mau UwU an jangan disini... Banyak yang iri... " tegur seorang gadis berhijab coklat sambil menepuk pelan bahu Iori yang wajahnya tinggal beberapa senti dari depan wajah (Name).
Segera kedua anak manusia itu melepaskan pelukannya dengan wajah memerah padam. Iori dengan wajah ditutupi sebelah telapak tangannya dan (Name) yang memegang kedua pipinya yang memanas dengan mulut meracau pelan.
"(Name)-san! Ayo pulang sekarang. Hari sudah gelap! "
"Hahahaha! Iya! Benar Iori-kun! Ayo kita pulang, aku takut ayahku marah nanti! "
Keduanya berjalan meninggalkan gadis berhijab coklat itu dengan tawa hambar. Si gadis mengelus perlahan dagunya sendiri, kepalanya manggut-manggut dengan ekspresi bahagia.
"Lumayan buat inspirasi... " bisiknya perlahan.
______________________________________
Enthor nyempil bentaran~
Tak semudah itu kalian melakukan hal seperti itu, anak muda!
Muahaha!
(Name) : ....
/tabok Author pake gitarnya.
Author : /tertabok. Pingsan.
(Name) : /senyum senang.
"Satu-satu Iori itu ganteng, dua-dua Iori itu tamvan. Tiga-tiga Iori itu unyu, satu dua tiga sayang Izumi Iori~"
Iori : /tepok jidatnya sendiri.
Iori : "Untung sayang... "
/bisik pelan.
See you next chapter~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro