-Sebelas-
Pria dengan gestur tegap dan berpenampilan layaknya seorang remaja, berjalan dengan sedikit melompat-lompat riang.
Sementara gadis di belakangnya—[Name]—berjalan mengikuti dengan kerutan-kerutan di dahinya.
Dia heran, kenapa eksekutif muda yang satu ini selalu bertingkah seperti ini—bahkan selain padanya.
Baru saja [Name] dengar kalau beberapa hari yang lalu Dazai menemui seorang veteran mafia dengan berjalan sambil memainkan video gamenya.
Gadis itu bersyukur Dazai tidak jatuh dengan wajahnya yang lebih dulu menyentuh tanah lantaran fokusnya pada layar video game sementara langkahnya goyah.
"Ne, Dazai-san... bisa kau berhenti dulu? Bagaimana kalau nantinya kau jatuh lagi?"
Dazai melirik sesaat tapi segera kembali memainkan video gamenya. "Sebentar, dikit lagi, aku sampai garis finish—ah! Sial dia mengejarku lagi! Akan kubalas kau—!"
Lagi. [Name] dengan yakin mengatakan hal itu. Dia tidak tahu pasti keberapa kali Dazai terjatuh ke selokan hanya karen gamenya itu bahkan sampai melukai kakinya sendiri.
Gadis itu menghela nafas pasrah lantas melangkah dua langkah lebih cepat di depan Dazai begitu mengetahui mereka sudah ada di depan undakan anak tangga.
Begitu [Name] sempurna menuruni undakan anak tangga, dia menoleh ke belakang menunggu Dazai—yang masih lebih memilih fokus pada layar video gamenya.
"Dazai-san, aku akan memberikan laporannya sekarang. Sebaiknya kau dengarkan karena aku tidak akan mengulangnya."
"Kenapa?" Dazai melirik cepat dan menghentikan langkahnya, lantas kembali pada gamenya. "Oh, aku mengerti maksudmu! Coba aku tebak dengan pikiran luar biasaku ini! Kau pasti ingin membuatku mengalihkan gameku terlebih dulu, 'kan, [Name]-chan?"
"Kalau kau sudah tahu, cepat singkirkan benda itu dulu, Dazai-san," ujar [Name] sudah pada puncaknya.
"Aku akan mendengarkan." Dazai melangkah lebih dulu, melewati [Name] dan kembali menuruni anak tangga itu. "Kau jelaskan saja, [Name]-chan."
Sekali lagi [Name] menghela nafas pasrah, lantas berjalan dengan mensejajarkan tempo langkahnya dengan Dazai.
"Gudang persenjataan kita di serang lagi, sepertinya semuanya ini terjadi karena penyerangan baru-baru ini. Mereka membobol dengan menggunakan kode yang hanya diketahui sub eksekutif dan diatasnya."
"Huh, mereka cukup berani juga. Lalu apa lagi?"
"Sepertinya mereka dari organisasi kecil yang ada di pinggiran kota. Aku sudah melacak jejak mereka dari rekaman kamera CCTV dan suara mereka."
"Suara?" Dazai melirik cepat, pun langsung kembali pada layar gamenya.
[Name] mengangguk lalu berkata, "mereka membicarakan tentang balas dendam dan memancing."
"Apa yang mereka pancing?" Dazai kembali memotong. "Oh, kalau kau berbicara soal organisasi itu, aku yakin mereka menginginkan informasi yang baru-baru ini kau dapatkan."
"Sebenarnya... iya."
Kadang [Name] heran, Dazai sebetulnya mendengarkan atau tidak sama sekali? Kadang ucapannya suka melantur karena fokusnya yang tak karuan tapi ikut menyahuti ketika dijelaskan.
Memancing yang [Name] maksud adalah barang selundupan—yang baru-baru ini dia cari tahu—soal obat-obatan yang beberapa mafia rendahan konsumsi.
Mengonsumsi obat-obatan seperti itu termasuk melanggar aturan tingkat tinggi Port Mafia. Ketahuan menggunakannya, para petinggi akan "mengurus"-nya. Kematian.
[Name] kembali memutar tubuhnya ke belakang begitu lebih dulu sampai daripada Dazai.
"Laporannya selesai. Kita akan ke sana untuk melenyapkan organisasi itu."
"Hanya itu?" Dazai melirik cepat lalu tersenyum lebar. "Itu mudah, kok."
Tepat ketika Dazai selesai mengucapkan itu, dia salah memijak undakan anak tangga dan malah jatuh dengan tubuhnya yang condong ke depan.
[Name] melihat itu refleks mendekati Dazai dan menahan beban tubuh pria itu dengan memeluknya.
Dazai terkejut, lantas mengangkat kepalanya dan menatap [Name] yang melihatnya dengan gusar.
"Sudah kukatakan agar kau melepas game milikmu dulu. Kenapa kau tidak mendengarnya, Dazai-san?!"
Tanpa sadar, Dazai terus menatap lurus manik [eyes colour] milik gadis di depannya lalu tetiba mendengus dan tersenyum miring.
"Kalau kukatakan aku tidak bisa, bagaimana?"
[Name] kembali menghela nafas pasrah. Sudah jelas Dazai tidak akan menghentikan kebiasaannya yang satu ini.
Gadis itu melepaskan tangannya dari tubuh Dazai dan mundur selangkah. "Kau itu berat, jadi tidak mungkin aku bisa terus menahanmu seperti tadi. Ada kemungkinan berikutnya malah aku ikut terjatuh denganmu. Mengerti?" jelasnya setengah malas.
Dazai tertawa kecil. "Kalau begitu, itu bagus, dong."
🔫🔫🔫
Laki-laki itu tertawa kencang. "Kalau kuingat lagi, dia benar-benar melakukannya bahkan pernah sekali malah sampai jatuh ke laut karena aku bermain sambil berjalan di atas pembatas pelabuhan," ujarnya pada bartender berompi merah di depannya.
Bartender itu tersenyum kecil sambil memoles gelas miliknya untuk kesekian kalinya.
"Ya, kuakui memang aku sengaja melakukannya. Alasannya, karena aku menyukai sentuhannya itu. Lembut dan hangat seolah menyelamatkanku dari dalam lubang besar yang selama ini aku tempati."
Bartender itu membuka mata, menatap Dazai tapi dengan tangannya yang masih aktif bergerak mengelap sampai mengkilap gelas di tangannya.
"Saya senang mendengarnya."
🔫🔫🔫
"30 pistol otomatis, 5 senapan laras panjang, 5 bedil sniper, 80 granat tangan dan 15 kilogram bahan peledak... apa semuanya sudah lengkap?"
Orang-orang berjas hitam itu mengangguk menanggapi ucapan [Name], lantas gadis itu mencatatnya pada buku catatan kecil untuk dibuat laporan nantinya.
"Pastikan orang-orang itu kalian borgol dengan benar. Di ruang bawah tanah nanti, aku yang akan mengurus mereka," ujar Dazai.
"Dazai-san...."
"Apa?"
"Bisa kau tidak perlu seperti ini? Aku tahu kau tinggi, tidak perlu mengejekku begini dengan meletakkan ujung dagumu di atas kepalaku!"
"Eeeh?! Justru aku melakukan ini karena aku mengakui kalau kau pendek itu lucu."
"Ucapanmu barusan bahkan lebih terdengar menyebalkan, lho, Dazai-san." [Name] menghela nafas pasrah. Dazai mengangkat kepalanya dan gadis itu memutar tubuhnya lalu melanjutkan, "aku sudah mengubah sandi pada kunci elektronik di tiga gudang utama, dan yang tahu kuncinya? Saat ini tentunya hanya Anda, Tuan Eksekutif."
"Tidak ada pekerjaan lagi, sisanya hanya tugas yang baru-baru ini diberikan padaku, ya?"
"Kasus yang baru-baru ini ditangani Odasaku-san?"
Dazai mengangguk. Pantas saja beberapa hari ini [Name] jarang bertemu Dazai, tapi tentu saja tugas membuat laporan tidak ada henti-hentinya mengalir—atas perintah Dazai.
"[Name]-chan, makan siang bersama hari ini, mau? Tapi kau yang bayar, aku lupa membawa dompetku."
"Dasar kau ini."
🔜 To Be Continued 🔜
AWOKWOKWOK ;VVV SALAH APDET <(") SELAMAT KEPADA ANDA SEKALIAN YANG UDAH BACA ;3333 BONUS DARI SAIA :V JAN CERITA YAK BTW <(")
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro