-Dua Puluh Empat-
"[NAME]!?"
Sekelebat cahaya putih yang menusuk mata menghilang seketika begitu gadis yang dipanggil namanya itu membuka kedua bola matanya kembali.
Untuk waktu yang singkat, Chuuya menghilangkan seluruh gravitasi disekitar tubuhnya lantas dengan cepat menerjang ke arah [Name], menggendong gadis itu dengan sebelah tangan dan membawanya ke langit.
Entah [Name] menyadarinya atau tidak, tepat ketika ia membuka matanya, tangannya sudah sedari tadi melingkari leher Chuuya dan sempat membenamkan wajahnya pada bahu pemuda itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Chuuya kalap.
[Name] mengangguk pelan tatkala dirinya masih mencoba mencerna semua kejadian yang singkat itu sebelum berkata, "... aku tidak apa-apa."
"Ngomong-ngomong, yang dibawah sini sedang tidak apa-apa, lho."
Sedetik kemudian kedua insan itu lantas menyadari eksistensi seseorang yang sebelumnya hampir menghilang itu, Dazai Osamu, tentu saja.
"Chuuya, kau tahu cara membawa seorang gadis dengan baik tapi tidak dengan atasanmu?" tanya pemuda bersurai gelombang kecoklatan itu.
Chuuya tampak tak peduli, sebelum sampai langkahnya menyentuh tanah—sebelah tangannya yang terbebas yang sebelumnya ia gunakan untuk membawa Dazai dengan menarik kerah belakangnya—ia melepas Dazai begitu saja hingga membuat pemuda itu tersungkur.
"Ah~ sakit sekali, [Name]-chan~!" gerutu Dazai sambil mendekat ke arah gadis yang disebut namanya itu. "Lihat! Kerdil itu bersikap buruk padaku!"
"Apa katamu!? Sebelum kau berkata begitu, kau harus mengucapkan 'terima kasih' dulu padaku!"
"Iya, iya, terima kasih."
Chuuya naik pitam sementara Dazai melengos tidak peduli, di lain sisi [Name] langsung mengalihkan fokusnya kembali pada misi yang ia jalani saat ini. "Ayo, kita tidak punya banyak waktu lagi!" ujarnya.
🔫
Begitu sampai pada pintu masuk menara, [Name] ditahan oleh segerombolan orang bersenjata.
"Chuuya, kau tahu apa yang harus kau lakukan, bukan? Cepat singkirkan sampah-sampah ini," kata Dazai santai.
Chuuya melirik sengit ke arah depannya ketika ada seseorang berkemampuan khusus mengeluarkan hembusan yang terlihat dingin itu.
Orang itu tersenyum penuh kemenangan, menganggap dirinya sudah menangkap tikus dalam jebakan.
"Ada tikus yang ingin menyelamatkan tikus lainnya, ya?" kata laki-laki itu.
Begitu ia menggerakan kakinya, es mencuat keluar dari tanah dan menerjang ke arah [Name] dan dua sobat mafianya. Es itu melewati celah diantara Dazai dan [Name].
Sesaat [Name] menyadari sesuatu, sebuah suara besi yang tak sengaja membentur sesuatu yang terdengar halus.
Kepala gadis itu lantas berputar ke arah Dazai dan dari balik pria perban itu terdapat sebuah kilatan cahaya.
[Name] mengangkat pistolnya dengan cepat dan langsung menarik pelatuknya, pelurunya tepat mengenai sasaran.
Ketika kepala gadis itu kembali berputar, laki-laki yang tadi menyerangnya sudah berada di hadapannya.
"Ternyata pendengaranmu cukup tajam juga, Nona...." Kalimatnya berakhir, laki-laki itu menendang tubuh [Name] hingga terpental ke belakang.
Chuuya dengan cepat memperkecil gravitasi pada tubuhnya dan melesat ke arah [Name].
Laki-laki itu lantas menyeringai dan langsung menyerang kembali dengan menghantamkan bebatuan es yang lebih tajam dari sebilah pedang itu.
Sekliling [Name] dipenuhi dengan debu dan es yang berhamburan di sekelilingnya.
Saat laki-laki itu lebih mengembangkan senyumannya sementara debu di depannya sudah menghilang, ia tetiba membulatkan matanya sempurna. Dengan kemampuan Chuuya, asap dan es itu segera menghilang bersamaan.
"Jangan menyentuhnya, Chuuya." Tanpa merasa bersalah, Dazai memukul tangan Chuuya yang merangkul bahu [Name]. "Jangan ambil kesempatan."
"Dasar Bodoh! Ingin kubunuh sebagai pengganti jika [Name] terkena serangan?"
"Gunakan otakmu, Cebol-kun," balas Dazai, tidak ingin kalah. "Gunakan saja tubuhmu daripada menggunakanku."
Chuuya berdecih. Dazai lantas kembali melanjutkan sambil menyentuh kedua bahu [Name] dari belakang, "kecuali... jika dengan [Name]-chan, tentu aku tidak akan menolaknya, lho."
[Name] menghela pasrah. Jelas ini bukan misi yang mudah kalau seperti ini. Namun di matanya, Dazai dan Chuuya ternyata lebih akur dari dugaannya.
Lagi pula, kenapa mereka berdua bisa menganggap ini seperti taman kanak-kanak saja!?
"Iya, iya. Ternyata kalian semakin akrab saja, ya?" kata [Name].
"Dari mananya?!" "Itu tidak mungkin, [Name]-chan!" "Aku saja yang—" "Dia saja yang—" "—terpaksa harus—" "—terus menempel—" "—bersamanya karena Bos." "—padaku!"
Gadis itu bersweatdrop-ria. Ya, ini tidak akan berakhir dengan cepat. "Bisa kalian berhenti bicara bersamaan seperti itu?" [Name] mencoba menengahi. "Lebih baik pikirkan cara kita pergi ke sana, Dazai-san, Chuuya-san."
Dazai dan Chuuya saling menatap sengit sesaat sebelum akhirnya netra mereka menatap bangunan pencakar langit di depan.
"Kau sudah menyiapkan untuk ini, 'kan? Cepat selesaikan, Chuuya...."
Chuuya memutar lehernya ke samping dan menatap Dazai sekilas yang hanya memperhatikan bangunan di depannya, lantas netranya beralih pada manik [eyes colour] milik [Name] lalu berkata, "lagi pula, aku sudah berjanji untuk melindungi [Name] bagaimana pun caranya."
Cahaya kemerahan membungkus tubuh Chuuya dan dalam kedipan mata, semua orang di sekitar [Name] sudah tumbang.
🔫
Dazai memperhatikan sekeliling. Tidak ada yang aneh, hanya bangunan tinggi yang hampir bobrok dan sudah lama ditinggalkan.
Saat sebuah tembakan mendarat tepat di depan kaki [Name], gadis itu dengan sigap menyiapkan pistolnya dan melangkah mundur sementara dua mafia di belakangnya hampir tak bergerak sama sekali.
Ya... mereka memang berbeda, ya? pikirnya.
"Chuuya...."
"... urusai."
Sekali lagi, dengan kemampuan memanipulasi gravitasi milik Chuuya, peluru-peluru yang mengarah ke arahnya berbalik menyerang dan membunuh sang penembaknya.
Namun ini belum selesai. Saat [Name] membuka pintu besi yang hampir berkarat di depannya, tetiba seseorang langsung datang ke arahnya.
"Kau—!"
"—kau harus cepat keluar dari tempat ini dan lindungi aku!"
Tubuh [Name] menegang, sebuah tekanan lantas menyelimuti dirinya. Saat Dazai menyadari apa yang terjadi dengan [Name], laki-laki itu menutup mata gadis itu dan mengaktifkan kemampuannya.
Mata perempuan di depan [Name] membulat tidak percaya. "Penetral kemampuan? Jas itu—jangan-jangan-!"
"Kau pasti Akasaka Mei-chan, benar?" kata Dazai memastikan. Dia tersenyum ringan. "Kami datang untuk menjemputmu."
"Ano... Dazai-san...."
Dazai mengalihkan netranya ke arah [Name] yang menunjuk ke arah tangan Dazai yang menutupi matanya. Begitu tersadar, Dazai menurunkan tangannya dan tersenyum ceria seperti biasa pada gadis itu.
"Jangan ambil kesempatan," ketus Chuuya, membalikkan ucapan Dazai beberapa waktu lalu.
"Kau juga, Chibi-kun."
"BERHENTI MEMANGGILKU DENGAN PANGGILAN BODOH ITU, OI BRENGSEK!?"
"Kau berisik sekali. Bisa pelankan suaramu tidak?"
[Name] kembali bersweatdrop-ria, bukan hanya dia, Akasaka Mei pun terlihat begitu.
Saat [Name] kembali memutar bola matanya ke arah Mei, gadis itu dengan cepat menjelaskan situasi dan kondisi saat ini.
"Begitu, ya?" kata wanita itu. "Aku memang mendapat undangannya dan Mori-san bilang memang akan menjemputku."
"Kami akan melindungimu sampai keluar dari tempat ini, Akasaka-san. Tetap di tengah-tengah, oke?"
Mei mengangguk, lantas [Name] segera melenggang pergi dengan wanita itu yang ada di depannya untuk dia lindungi.
Bertepatan ketika [Name] berhasil keluar gedung, orang-orang yang sebelumnya ia temui sudah mengepung dirinya bahkan sampai menodongkan senapan mereka.
Namun kali ini, bukan hanya satu orang berkemampuan yang ikut membantu, melainkan tiga.
"Serahkan berkas itu pada kami!" ujar orang di depan [Name].
"Berkas ...?" [Name] mengulang kata-katanya, bingung.
"Berkas yang berhasil aku curi dari pusat informasi mereka," jelas Akasaka Mei.
"Kau tidak akan bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup, Mei!" ujar orang lainnya.
"Membelot dari kami artinya mati, kau harus terima hukuman itu."
[Name] lebih menajamkan indranya, menajamkan fokusnya lebih. Tidak ada apa-apa, tidak ada suara aneh. Ini murni hanya kepungan seperti ini.
"Chuuya, sudah kukatakan bukan untuk segera menyelesaikan ini?" sahut Dazai, dia masih senantiasa terlihat bersantai-santai-ria.
"Berisik, Dazai Sialan."
"Ngomong-ngomong, [Name]-chan, aku punya permintaan untukmu...."
"Eh ...?"
Dazai bergerak mendekat, sambil tersenyum tetiba laki-laki itu menarik tubuh [Name] dan menjatuhkannya pada dada bidangnya. Tepat setelahnya, sebuah suara yang amat halus baru saja tertangkap indranya.
Mata [Name] terbelalak, bukan karena perlakuan Dazai atau hal yang baru saja ia sadar, tapi karena rasa hangat yang ia rasakan di telapak tangannya.
Sambil menahan tubuh Dazai, [Name] mengangkat telapak tangannya dan melihat cairan merah tertempel di sana.
"Da... rah...."
"[Name]-chan, biarkan aku tetap seperti ini...."
"Dazai ...-san," [Name] memanggil tapi Dazai tidak menjawab sama sekali. "Dazai-san! Dazai-san, kau jangan bercanda! Ini tidak lucu!"
Mata [Name] terasa panas. Dazai tak kunjung menyahut seiring dengan gadis itu terus-menerus menanggilnya.
"Dazai... oi, kau... jangan bercanda...." Bahkan Chuuya sendiri pun terkejut.
"Sniper, ya?" kata Mei. "Dia pasti menggunakan silencer untuk meredam suaranya."
"Eh—!?"
Chuuya mengepalkan tangannya kuat. Ia kembali membungkus dirinya dengan kemampuannya lantas menyerang dengan satu kali serangan.
Saat yang dibawah tumbang, Chuuya melesat ke langit seraya membawa bebatuan yang hancur karena serangan sebelumnya.
Begitu melihat seseorang di depannya, Chuuya menembakan puing-puing bebatuan itu layaknya sebuah peluru dengan amat cepat.
Sementara Chuuya terus menyerang sambil melindunginya, [Name] bertahan pada posisinya seraya menahan luka tembakan yang menembus punggung Dazai dengan tangannya, berharap cairan kemerahan itu berhenti walau hanya sedetik saja.
Seolah tak ada yang bisa mengganggunya, pikiran [Name] dipenuhi oleh rasa bersalah dan mengakui ketidakmampuan dirinya.
Dazai sudah melindunginya, menyembunyikan jati dirinya selama di dalam Mafia, tapi apa yang gadis itu berikan pada Dazai?
Kalau sejak awal dia tahu ini yang terjadi, [Name] pasti sudah keras menolak keduanya untuk ikut.
Seharusnya [Name]lah yang melindungi Dazai bukan malah dia yang terus dilindungi. [Name] merasa sangat bodoh!
Begitu Chuuya turun, melihat [Name] terdiam mematung, dia berkata, "kita harus segera kembali dan menyembuhkan Si Brengsek ini."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro