Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Fourth Reasons

Kudengar suara ketukan pintu berkali-kali tertangkap indra pendengaranku.

Aku membuka mataku dan melihat ke arah ponselku. Pukul 8 pagi. Ah benar, aku harus bersiap untuk pergi membeli bahan-bahan dengan Momoi-chan.

"[Name]-chan! Bangun! Jangan lupa kalau kita hari ini akan pergi!"

Tunggu—! Momoi-chan?! Dia sudah disini?! Bukankah kita janji akan jalan pukul sembilan.

Dalam keadaan masih setengah tersadar, aku duduk di atas kasurku.

"Momoi-san, kau bisa menungu di ruang tamu saja. Aku yang akan membangunkannya."

"Aku tidak mau, Tetsu-kun! Aku yang ada urusan dengannya, jadi aku yang akan melakukannya. Oke?"

"Ya, tapi...."

"[Name]-chan! Bangun!! Nanti kita terlambat!"

Aku akhirnya sepenuhnya tersadar. Aku beranjak dari kasur dan mendekat ke arah pintu.

"Ya, kau berisik, Momoi-chan!"

"Buka pintunya dan biarkan aku masuk!"

Aku menghela singkat. Astaga, aku lupa kalau perempuan ini bawelnya minta ampun.

Suka heran, kenapa Tetsuya sesabar ini menghadapinya. Padahal dia sering sekali bergelayutan dengan Tetsuya dan menyerangnya.

"Iya, sebentar!"

Kunyalakan lampu ruanganu lalu kuputar kunci pintu. Namun gerakanku terhenti. Ah, sial! Aku lupa.

Aku buru-buru kembali ke kasur dan bersembunyi dari balik selimut.

"[Name]-chan? Kau sudah membuka kuncinya?"

"Jangan masuk!"

"Hah? Apa-apaan? Kalau begitu aku masuk, ya?"

Sial! Kenapa aku tidak langsung kembali mengunci pintunya. Sial! Sial! Sial!

Aku memberanikan diri mengeluarkan diriku dari dalam selimut, lantas melangkah keluar dari sana.

Namun, begitu kulihat pintu sudah terbuka disusul bayangan tipis seseorang, aku kembali menyembunyikan diriku di dalamnya.

Aduh, bagaimana ini?! Momoi-chan sudah di dalam! Bagaimana ini?!

"[Name]-chan! Cepat bangun! Jangan tidur lagi!"

"Kau keluarlah, sekarang!"

"Apa-apaan kau ini? Kenapa mengusirku seperti itu?"

Kurasakan Momoi-chan mulai menarik-narik selimutku, tapi aku menahan gerakannya. Lebih menguatkannya agar dia tak melihat diriku.

"Momoi-san, sudah hentikan ini. Aku mohon," kudengar Tetsuya memohon dengan polos.

"Tidak bisa begitu. Kalau dia sudah bangun, kenapa bersembunyi?"

"Soal itu...."

Hening sesaat. Kurasakan Momoi-chan sudah tidak menarik paksa selimut yang membalut seluruh tubuhku ini.

"Jadi kalian memang menyembunyikan sesuatu, ya?"

Diam. Aku bahkan diam seribu bahasa dan Tetsuya tidak menjawab sama sekali. Aku merasa tidak enak kalau seperti ini.

"[Name]-chan, apa yang kau sembunyikan? Kenapa kau seperti ini padaku? Pada temanmu sendiri?"

Kau tidak akan mengerti Momoi-chan. Kau tidak akan mengerti. Aku juga tidak ingin menyembunyikan diriku seperti ini, terlebih padamu sebagai temanku.

"Aku ingin kau keluar dari sana juga!"

Aku diam, tak bergerak sedikit pun. "Maaf, Momoi-chan. Bisa kau keluar sekarang?" Aku berkata pelan, berusaha agar tidak mengeluarkan kata-kata kasar yang bisa melukainya.

Namun karena tidak mengindahkan ucapanku barusan, Momoi-chan kembali menarik selimutku dengan kuat.

Aku yang tidak siap dengan gerakannya yang tiba-tiba itu, membulatkan mata lebar.

Selimutku tersibak lalu jatuh beserta rambutku yang tergerai panjang. Aku menunduk, tidak melihat ke arah perempuan di depanku dan sepupuku.

Hening seketika. Aku masih tertunduk menyembunyikan wajahku.

Aku menghela pelan dan kuberanikan diriku mengangkat kepalaku dan menatap Momoi-chan lurus.

Perempuan itu membulatkan matanya lebih. Ia tidak berkata apa pun, diam seperti patung.

Tidak ada yang bisa kusembunyikan lagi kalau seperti ini. Menyalahkan Momoi-chan pun tak ada gunanya, justru hubunganku dengannya sebagai teman bisa hancur karena hal seperti ini.

"Kau sudah melihat semuanya, 'kan?" ucapku putus asa.

Momoi-chan terlihat lebih tenang tapi masih diam. Aku tersenyum kecil dan sedikit memiringkan kepalaku.

"Inilah diriku yang sebenarnya, Momoi-chan."

Benar. Aku amat berbeda. Kuulangi. Secera fisik, aku memang terlihat sama seperti gadis SMP pada umumnya.

Berumur 15 tahun, dengan rambut hitam panjang bergelombang dan manik kecoklatan.

Gadis transparan yang kadang diejek complete geek karena menggunakan kacamata berframe lebar dan selalu berada di perpustakaan (padahal aku di sana untuk menemani Tetsuya).

Itu hanya diriku yang mereka lihat, bukan diriku yang kulihat. Diriku yang sebenarnya jauh berbeda dari yang mereka lihat.

Aku yang sebenarnya... berambut merah menyala dengan mata heterocromia iridium penuh hijau-biru.

🌹

"Kedua gen dari orang tuamu sempurna menuruni dirimu?"

Aku mengangguk. Sekarang semuanya sudah jelas. Rambut merah menyala milikku adalah gen sempurna dari Papa yang asli dari Irlandia.

Sayang karena sekarang Papa sudah berambut putih, jadi terkadang seseorang mengira aku bukan anaknya. Mendengar ejekan itu membuat dadaku sakit.

Biasanya di tanah kelahiran Papa, hanya ada 10% dari total populasi yang mempunyai rambut merah, coklat kemerahan dan pirang kemerahan. Sekiranya mungkin ada 420.000 orang.

Kalau keluarga Akashi, memang pada dasarnya keluarga mereka terkenal seperti itu, jadi terdengar biasa.

Sementara mataku? Tentu saja secara sempurna keturunan dari ibuku dan ibuku dari kakekku. Tepatnya, saudara dari nenek Tetsuya.

Walaupun menurun, tidak semua anak bisa mendapatkan mata yang seperti ini. Hanya beberapa dari mereka. Makannya Tetsuya tidak sama denganku.

Lalu, tentu saja... aku sempurna mendapatkan kedua bola mata yang berbeda ini.

"Kupikir kau cantik seperti itu, [Name]-chan!" ucap Momoi-san semangat seraya tersenyum lebar.

Aku tertawa kecil. "Tapi... freak, bukan?"

"Aku serius. Kau sangat berbeda, bahkan lebih cantik dari perempuan paling cantik di SMP Teiko."

Iya, memangnya aku tidak tahu yang kau maksud paling cantik di Teiko itu siapa? Itu kau sendiri, 'kan, Momoi-chan?

"Kau ini bergurau saja, Momoi-chan." Aku memukul angin dan tersenyum miring.

"Jadi, kenapa kau menutupinya? Bukan karena kau merasa aneh, 'kan?"

Aku menggeleng. "Aku sudah sering dibilang seperti itu. Aku hanya tidak ingin dijadikan objek ijime lagi seperti dulu."

"Hah?! Yang benar saja! Aku yakin, kau pasti menjadi pusat perhatian. Hah! Mereka hanya iri padamu yang unik dan sangat cantik, [Name]-chan."

Aku tertawa. "Sudahlah. Terimakasih, ya, hiburannya, Momoi-chan. Aku pakai wig dan softlens dulu, ya?"

"Tidak perlu!"

Momoi-chan berdiri, lantas memaksaku agar duduk kembali di depan cermin. Perempuan itu menyisir lembut rambut merahku yang panjang dan menatap pantulanku di cermin.

"Seperti ini saja, ya? Kumohon."

Aku menggeleng kuat. "Nggak mau, yang ada aku malah dikira turis atau orang yang tengah bercosplay lagi."

"Itu lebih baik daripada kau terus menerus menutupinya, bukan? Ayolah, coba berlatih di depan umum."

Aku terdiam. Momoi-chan benar. Aku harus membangun rasa percaya diriku sendiri.

Tapi, di negara asia seperti Jepang ini, sungguh tidak lazim. Apa aku bisa menjalaninya? Yang ada orang-orang malah menatapku aneh.

Tidak! Aku harus membuang pikiran itu. Aku harus mencobanya dan belajar sedikit demi sedikit dari sini.

"Kalau begitu, mohon bantuannya, Momoi-chan."

🌹

Aku mematut diriku di depan cermin. Melihat betapa berbedanya gadis pada pantulan di sana.

Jujur, aku tidak pernah sedikit pun mencoba merias wajahku atau berpenampilan sesungguhnya seperti ini saat hendak keluar.

Kecuali saat aku tinggal di Irlandia bersama kedua orang tuaku. Tapi di Jepang? Ini memang bukan yang pertama kalinya.

Saat keluargaku pindah ke Tokyo dan aku memulai pendidikanku di tahun ketiga sekolah dasar. Aku mencoba membuka diriku.

Namun apa yang kudapat? Selama tiga tahun berturut-turut, aku dijadikan objek ijime.

Karena trauma itulah, setelah lulus sekolah dasar, aku dipindahkan ke Kyoto dan menetap dengan keluarga Kuroko dengan menyembunyikan diriku.

Dan sekarang, aku harus mencoba membuka diriku kembali? Great! Kuharap, aku tidak bertemu dengan anak-anak dari Teiko.

"Kau cantik, 'kan?" ujar Momoi-chan begitu melihat penampilanku.

Aku menghela singkat dan tetiba saja Momoi-chan membuka pintu. Disana kulihat Tetsuya berdiri sambil menatapku.

Dia melihatku dari bawah sampai atas, menilik bagaimana diriku lalu tersenyum. "Benar 'kan kalau kau lebih baik seperti itu, [Name]-chan? Kau cantik."

Aku merona. "Terima kasih, Tetsuya dan... Momoi-chan."

"Dan ini... ada pot pohon bunga sakura dan surat untukmu, [Name]-chan. Diletakkan di depan rumah."

Aku membeku. Astaga! Bahkan sampai mengirimnya ke sini? Sebenarnya apa yang diinginkan orang ini?

Aku melesat ke arah sepupuku itu, lantas membuka isi surat dengan amplop berwarna baby pink. Pada ujung amplop bertuliskan: untuk [Full Name].

Karena keberadaanmu, menjadi kesejukan dan ketenangan untukku

Oke, aku harus tenang. Ini memang menakutkan karena orang ini sampai meletakkannya di depan rumah. Sungguh.

Bukan, ini sangat mengerikan!

Aku menghela singkat dan mengambil pot bunga sakura itu, lalu meletakkannya di atas meja.

Untuk sekarang, aku harus tenang. Aku tidak bisa berpikir yang tidak-tidak soal hal ini.

Aku memang pernah mendengar kasus seperti ini: tentang seorang gadis biasa yang dikirimi surat anonymous dan ternyata suratnya itu datang dari gurunya yang psikopat.

"Ayo, Tuan Putri Irlandia. Kita terlambat."

"Tunggu sebentar!" Aku menginterupsi, lantas Momoi-chan dan Tetsuya menghentikan langkah mereka untuk keluar dari pintu. "Ada yang ingin kurencanakan dulu untuk berjaga-jaga."

🌹

Aku bersama Momoi-chan dan Tetsuya akhirnya sampai pada sebuah toko roti.

Toko ini cukup ramai dikunjungi. Terlebih dengan segala jenis coklat yang diperjualkan demi mengisi hari kasih sayang nanti.

Aku melangkah dengan Momoi-chan di sampingku dan Tetsuya di belakang. Aku mulai melihat sekeliling, mencari bahan untuk coklat yang cocok.

"Momochin dan Kurochin... jadi kalian ada disini?"

Tubuhku membeku. Bahkan bukan hanya aku, kedua orang yang bersamaku pun ikut menghentikan gerakannya dan menoleh ke belakang.

Itu... Murasakibara!

Dari semua orang di Teiko, kenapa harus Murasakibara?! Apa yang harus kulakukan?

"Murasakibara-kun, kenapa kau kesini?" tanya Tetsuya langsung.

"Tentu saja membeli coklat," jawabnya dengan intonasi malas. "Kemana [Name]chin? Bukankah kalian ingin berbelanja hari ini?"

Glek! Bagaimana ini? Dia mencariku?!

"Dan siapa gadis berambut merah itu?"

Mati aku! Aku menghela singkat dan memutar tubuhku sempurna. Aku sudah merencanakan hal ini kalau-kalau hal seperti ini terjadi.

Aku harus mengubah kepribadianku dan karakterku untuk sementara waktu. Ya, aku bisa!

Dengan wajah datar khas Tetsuya, aku menunduk sopan dan mengenalkan diri, "hajimemashite, watashi wa Matsubara Kanon. Yoroshiku."

"Aku Murasakibara Atsushi. Salam kenal."

Yes! Berhasil! Astaga, aku kira ini tidak akan berhasil. Aku menghela lega dan tersenyum lebar dalam hati.

Tapi aneh, kenapa Murasakibara-kun masih menatapku aneh seperti itu? Seolah aku ini makanan yang enak untuk disantap.

"Sedang bercosplay, ya?" ucapnya santai.

Aku terjatuh! Jadi itu yang dia perhatikan. Segitu anehnya kah diriku sampai dikira benar-benar sedang bercosplay?

"A-ah, iya... dia itu otaku, Muk-kun."

Hah?! Tunggu—! Aku tidak mengatakan soal hal ini, dan lagi... otaku? Selesai hari ini, akan kupastikan mulut Momoi-chan akan kujahit dengan rapih sampai tidak bisa digunakan lagi.

Dari sekian hal yang bisa diberitahu, harus kah aku disebut otaku? Padahal dia tinggal bilang aku mengecat rambutku dan salah menggunakan softlens.

"Begitu, ya?"

🌹

Dasar Momoi-chan kejam! Lihat saja, aku ditinggal sendirian sambil mencari-cari coklat batangan sementara dia sedang asyik dengan Tetsuya.

Aku melangkah dengan gusar. Kuturnkan lebih topiku sambil melihat-lihat ke arah tumpukkan coklat di depanku.

Tak jauh di depanku, aku melihat coklat fountain. Aroma manis coklatnya begitu menggugah selera.

"Pasti coklat Amedei’s Prendimé," aku bergumam.

Tentu saja benar dugaanku. Aku pernah merasakannya beberapa kali dan jujur saja, rasanya memang enak.

Walaupun begitu, harganya sangat mahal. Tapi hitung-hitung sebagai hadiah untuk teman-temanku, juga uang dalam dompetku cukup, tidak masalah kalau aku membelinya.

Ketika tanganku terangkat hendak mengambil batang coklat besar bermerk Amedei’s Prendimé, sebuah tangan di sampingku menyentuhku.

Aku sedikit terkejut. Namun kuberanikan untuk mendongak siapa sang pemilik tangan terkait.

Detik itu juga aku mematung. Keringat dingin meluncur melalui pelipisku dan aku seperti mati rasa.

Astaga! Ada apa sebenarnya ini?! Kenapa ada... Akashi-san?

"Akashi, kau sudah selesai-nano ka?"

"Sebentar lagi. Tungu aku."

Dan... Midorima-kun!?

Aku yakin, aku akan mati sekarang! Aku akan mati sekarang! Dewi Fortuna, tolong berpihaklah padaku!

Tangan Akashi-san bergerak mengambil coklat yang ingin kuambil juga. Sambil tersenyum, dia memberikannya padaku dan berkata, "suka ini juga?"

"Ahh... iya. Terima kasih. Kau... duluan saja."

Akashi-san tertawa kecil dan tersenyum lebih. "Ladies first."

Aku mengangkat tanganku dan meraih coklat itu ragu tanpa menatap Akashi-san.

Bisa kurasakan mata Akashi-san menilik diriku dan terus menatapku. Dia tengah menebak-nebak, ya?

Astaga! Aku mohon, jangan mengenaliku!

"Oh, kau yang tadi bersama Momoi dan Kuroko-nano ka?"

Suara Midorima mengalihkan eksistensiku dan Akashi-san. Lantas aku menoleh ke arahnya dan berkata dengan cepat untuk mengalihkan perhatian Akashi-san lebih.

"Iya, namaku Matsubara Kanon. Tetangga Kuroko-kun."

Ya, semoga kegugupan ini tidak terlihat jelas.

"Midorima Shintaro. Dia...."

"Akashi Seijuro," sambung Akashi-san.

Aku menunduk kecil dengan sopan. Setelahnya kembali mengambil beberapa coklat yang kubutuhkan.

Tentu saja ini menjadi pekerjaan yang sulit, pasalnya Akashi-san ada di sana dengan Midorima-kun. Lalu ada Murasakibara-kun yang tengah mencoba-coba coklat fountain gratis.

Selagi ada kesempatan untuk kabur, aku pun kabur dengan melangkah cepat mencari keberadaan Momoi-chan.

Begitu mendapati sosoknya, aku memukul tangannya pelan. "Kau kejam, Momoi-chan!"

"Eh? Memangnya ada apa?"

"Kau belum bertemu dengan Akashi-san dan Midorima-kun?"

"Aku saja baru tahu mereka ada disini setelah kau tanya tadi."

Jadi Midorima-kun melihat Momoi-chan, sementara Momoi-chan tidak melihat Midorima-kun?

Astaga! Bagus sekali! Kalau tahu seperti ini, sebaiknya aku membuntuti dua pasangan bodoh ini daripada bertemu mereka.

Terlebih mata Akashi-san yang terus melihat ke arahku seolah ia penasaran dan ingin menebak-nebaknya.

"Bagaimana? Ketahuan?"

Aku menggeleng. "Midorima-kun sebelumnya melihatmu dan langsung mengatakan kalau aku kenalanmu."

"Syukurlah."

"Kau sudah menemukan semua bahan yang kau perlukan, Matsubara-san?"

Dadaku melompat karena kaget. Aku menoleh dengan sedikit ragu. Dengan wajah yang sudah kulatih agar bisa seperti sepupu hantuku, aku menjawab, "sudah."

"Bagaimana dengan kalian, Momoi, Kuroko? Lalu, kemana [Name]?"

"Bukankah kalian janjian untuk membeli coklat bersama-nano ka?"

"Dia sedang tidak enak badan, jadi hanya menitipkan pesanannya saja."

Bagus Tetsuya! Lanjutkan kebohongan ini dan maafkan aku Midorima-kun, Akashi-san, Murasakibara-kun.

Tidak ingin berlama-lama disini, akhirnya aku menyela Momoi-san setelah berbisik, "aku keluar duluan."

Momoi-chan yang mengerti lantas mengangguk.

🌹

Sekeluarnya diriku dari dalam toko, aku bernafas lega sambil membawa satu kantung plastik berisi berbagai jenis coklat.

Namun tetiba saja, mataku terpaku pada sebuah toko bunga.

Bunga yang tadi itu... bunga sakura, 'kan? Aku tidak menyangka akan ada yang menjualnya seperti itu dalam pot. Aku tahu memang ada, tapi jarang.

Aku menyebrang jalan dan memasuki toko bunga. Suara berdenting tanda seseorang baru saja masuk.

Begitu sampai di dalam, mataku langsung disuguhkan pemandangan indah di dalam sana.

Warna-warni jenis bunga entah yang masih dalam pot atau yang sudah dipotong dan dibersihkan lalu dimasukkan dalam drum berisi air.

Aromanya semerbak begitu menusuk hidungku. Begitu manis dan sangat lembut. Aku suka.

"Kalau begitu, yang satu ini-ssu?"

Aku mencari sumber suara. Mataku langsung mendapati sesosok siluet seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan tubuh atletis.

Mata amber dengan bulu mata panjang yang ditutupi kacamata hitam. Rambut pirang yang ditutupi topi itu, terlihat jatuh di depan wajahnya.

Itu... Kise-kun. Kise Ryota-kun.

Aku sangat yakin itu karena aku sangat mengenalnya, terlebih dengan aksen lucu di akhir kalimatnya.

Namun, mataku bukan hanya berpaku pada sosoknya saja, tapi juga pada sebuah pot cantik dengan bunga matahari kecil di depannya.



























Alasan Keempat selesai! Gimana pendapat kalean, Gaeees~? Sudah ada pencerahan baru keun tentang siapa yang ngirim bunga sama surat misterius itu? Makin jelas malah XD

Eit ...!? Kenapa? Fisik Reader-tachi yang asli udah biasa soalnya Akashi juga kek gitu? Eh? Kenapa? Yang lebih aneh Midorima, Murasakibara, Aomine, Momoi, sama Kuroko? Aihh... Mikajeh ngakak soal ini 😂😂🔫 Ahh... gimana, ya?

Mikajeh juga mikir gitu awalnya, kok... agak biasa. Tapi nggak biasa kalo di luar negeri, udah di jelasin keun kalo kalean sempet kena bullying gegara itu makannya jadi nutupin diri :')))) ??? Yep, hal yang biasa belum tentu jadi biasa juga ditempat laen.

Momoi : Uwaaa... ternyata aku dapet bagian 😗
Mikajeh : Yep, bikes Momotan banyak keluar disini 🙂
Momoi : Hehehe... arigatou, Kajeh-kun 😘
Mikajeh : Nggak, kok. Sans ae sama Mikajeh mah~ 😏
Momoi : Tapi bisa-bisanya, ya, Ki-chan kayak gitu 🙄
Mikajeh : Iya, dums, bisa. 'Kan sekongkolnya sama Mikajeh 😆
Momoi : Uwaaa... pantes lancar 😂
Mikajeh : Sama Mikajeh mah... sans ae 😎 yang penting bayarnya lancar
Momoi : Bayar juga, toh?
Mikajeh : Bayar, dong. Saya menerima bantuan dalam bentuk jasa berupa ide cemerlang 😂😂🔫
Momoi : ...
Mikajeh : Ya, udah. Kita tutup!

Terimakasih sudah mampir semua! Jangan lupa vote dan krisarnya yak 😗

Terimakasih!

xoxo,

Istri SAH Dazai Osamu, Selingkuhan Nakahara Chuuya, Pacarnya Akashi Seijuuro

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro