Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XII. Desember: Kesialan Terakhir

Kesialan Keduabelas (Terakhir)

***

Author Note yg terakhir sangat penting. Jangan dilewatin ya.

***

Final part

***

"Apa?" balas [name] tampak tak niat terbesit rasa simpatik.

"Tidak mengapa. Hanya ingin berkata, bahwa permintaanku masih berlaku, 'kan?" ungkit seseorang di balik telepon. "Kita seri dalam ulangan waktu itu."

[Name] nyaris menjatuhkan gagang telepon. "Ah ... aku tentu tak lupa," dusta [name]. Bagaimana ia bisa lupa hal sepenting ini ketika jarak mereka telah terpaut? "Memangnya kenapa? Kau... ada sesuatu yang membutuhkanku?"

Tanpa [name] tahu di seberangnya memoleskan kurva. "Aku tidak akan menelponmu jika tidak membutuhkanmu," jelasnya masih dengan nadanya seperti biasa.

[Name] mendengkus. Menjaga jarak dengan Akashi bagaikan soal matematika yang susah-susah gampang.

Kali ini apa? Eta gelapkanlah?

***

Aku bersirobok dengan iris dwiwarna sang Kaisar. Kita kini saling berhadapan dengan pakaian musim dingin masing-masing. Berdiri kaku di tengah-tengah salju yang mengelilingi sekitar.

"Euh... sekarang kita ingin apa?" ujarku yang tak tahan dengan suasana.

Akashi mengembuskan napas hingga membentuk uap-uap karena suhu udara yang begitu rendah. "Menemaniku hingga tengah malam," jawabnya. "Di hotel."

Aku menceletuk kaget, "Apa?!" Mataku sudah membeliak. "Hotel? Jangan bercanda Akashi-san!" Kupanik kepalang, tetapi Akashi malah tertawa. Melihat reaksinya membuatku mengernyihkan hidung saking kesalnya.

"Tidak akan," katanya di sela-sela tawa. "Lagi pula kaupikir apa? Bisa saja bukan kita makan di hotel sampai tengah malam?" lanjutnya.

Aku mencebikkan bibir kesal. "Tapi, tidak harus hotel juga. Dipikiranmu hanya ada hotel, hotel, dan hotel ya?" Dasar orang kaya, celetukku dalam batin.

"Wajar, bukan? Sejak kecil kusudah terbiasa dengan hotel." Tuh, 'kan. Anak orang kaya memang beda. "Sekarang kita ingin ke mana? Biar yang kau tentukan saja tempatnya."

***

"Mengapa kau membawaku ke sini?"

Aku terlihat tengah berpikir, padahal tidak. Hanya saja jalan menanjak ini membuat responsku tidak seperti biasa. "Hmm... karena jarang saja," jawabku. "Kau dapat dengan mudah melihat kembang api dari sini. Lagi pula, jarang bukan, kembang api beberapa hari sebelum tahun baru?" Aku tidak begitu yakin, sih. Namun, menurutku ini patut dipertimbangkan karena kebetulan saja Mibuchi, dkk sedang ingin menyalakan kembang api dan dari tempat pilihanku adalah tempat yang pas untuk melihat hasil luncuran kembang api tersebut. Oke, pernyataanku sangat tidak nyambung.

"Kautahu, soal Valentine waktu itu."

What—mengapa ia mengungkit hal itu lagi? Aku membisu, langkahku tak berhenti. Malah suasana hening sesaat.

"Cokelatnya enak menurutku. Dan terbayang tanganmu lihai memainkan bahan-bahan dapur. Namun, saat kau memberitahukan yang sebenarnya, aku sempat kalap." Aku tak dapat melihat ekspresinya karena aku tengah berjalan di depannya. Aku tidak berhenti dan sepertinya ia juga tidak berhenti karena dentum jejaknya masih dapat diamati oleh telingaku. Dan entah mengapa pernyataannya seolah-olah menghinaku—meski secara tidak langsung.

Tunggu sebentar.

Bukannya itu berarti dia benar-benar mengharapkan cokelat tersebut dariku?

Wah—ada apa ini. Mengapa tumben sekali....

Apa jangan-jangan—

Tidak. Itu sangat tidak mungkin. Tidak. Mungkin.

Ada apa sih, dengan Akashi. Aku saja sampai dibuat heran dengannya.

Mungkinkah dia....

Hmm. Patut dicurigakan jika saja ia sedang tak waras.

"Apa yang kau pikirkan, aku pun tahu, [name]." Emat[1]. Dasar cenayang, pikirku hiperbolis. Lagipula permintaannya cukup aneh buatku. Jika aku hanya memintanya datang denganku ketika Festival Tanabata, mengapa permintaannya harus sampai tengah malam bersamaku?

Tangan kuangkat, memperlihatkan waktu setengah duabelas malam di jam tangan. Tinggal satu jam lagi aku bersama dengannya. Jika kalian pikir aku hanya berjalan mengantarkannya menuju destinasi terakhir, itu salah. Sebelumnya sudah kuajak ke berbagai tempat. Makan malam, yes. Nonton, yes. Bahkan, itu semua dibayarkan olehnya. Aku hanya orang yang menentukan tempat.

Akan tetapi, aku teringat akan satu hal. Seketika ucapan Mibuchi melintas di pikiranku. Ya, mungkin saja ketika itu Mibuchi sedang peka—ah, sebenarnya tak perlu kata sedang pun, ia selalu peka—dan memberitahuku akan satu hal. Kebetulan pula itu sebulan yang lalu, yang sebenarnya Mibuchi tahu akan masalahku dan ia pun setiap saat selalu mengaitkan Akashi ketika kumerenung. Benar-benar unfaedah sekali.

Mungkinkah Akashi mengajakku karena....

Tanpa mengetahui bahwa menit pada jam sudah kembali ke angka awal lagi, lidahku bergerak terikuti oleh mulut yang membuka, mengeluarkan serentetan kata penuh lazim yang ternyata bersamaan dengan kalimat miliknya serta suara dentum kembang api yang meluncur bercahaya pada langit malam ketika kedua langkah kita menancap pada puncak.

Aduh. Bahkan ini belum mencapai akhir tahun hingga aku dapat terbebas dari kesialan-kesialan ini.

Lagi pula, mengapa ia terpikir untuk mengatakan itu?

***

"Apa kau memikirkan Sei-chan lagi?" Mibuchi memberi tatapan simpatik. [Name] tidak memberi respons. "Ah, souka. Aku baru ingat jika sebulan lagi adalah ulang tahun Sei-chan."

"Mengapa tiba-tiba kau membahas itu? Lagi pula apa faedahnya untukku?"

"Mungkin saja kau ingin memberinya sesuatu atau bagaimana. Asal kautahu, hubungan kalian—meski teman semata—tampak terlihat renggang."

***

"Otajounbi Omedetou, Akashi."

"Jika aku menyukaimu bagaimana, [name]?"

Mereka saling hening dengan tatapan yang saling tertuju. "Ah, aku tak menyangka kau orang yang pertama kalinya mengucapkannya padaku," cetus Akashi. "Aku lebih berharap jawabanmu untuk pertanyaanku dapat memuaskanku. Omong-omong, kembang apinya sangat bagus," lanjutnya dengan mata yang menerawang pada hamburan cahaya di langit. "Hadiah yang cukup menyejukkanku."

[Name] tak merespons. Otaknya seperti sulit mencerna kejadian yang sekarang ia alami.

"Bagaimana dengan pertanyaanku?"

Kesialan di dekatnya itu sebenarnya bermakna apa?[]

OWARI

Emat[1]: maksudnya skakmat. Ini versi KBBI-nya karena baku.

[A/N]
Gakuna oy ngetiknya. Gajelas sumpah.

Gajelas pars. Mikir pen ada sequel tp keknya gak bakal ada. Kalian pada harus tahu gimana aku membuat ide absurd ini. Saya ingin mengakak.

Intinya ini sudah selesai. Saya enggak berani baca ulang buat beta. Enggak.

Btw, seperti yg saya janjikan minggu kemarin bahwa ada extra part, itu benar. Cuman enggak bisa di-post sekaligus. Paling besok atau mingdep.

Jangan lupa ditunggu ya extra part-nya :3.

Salam,
Zena

Sampai jumpa di ceritaku lainnya! Ingat yang ini masih ada extra part-nya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro