Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Ayo Saingan!



Lapangan futsal sekolah tampak ramai dipadati siswa-siswi dari berbagai kelas. Teriakan serta pukulan dari berbagai macam benda--yang lebih didominasi suara ember dan galon--terdengar riuh memenuhi pendengaran. Semua itu dilakukan tak lain dan tak bukan agar tim futsal cowok dari kelas mereka semangat mencetak poin. Syukur-syukur bisa mengharumkan nama kelas.

Para cowok yang jadi objek di tengah lapangan sana pun tak kalah semangat dengan pendukung mereka. Maklum, selain untuk mengasah skill, acara class meeting ini juga sebagai ajang buat tebar pesona. Jadi menyelam sambil minum, ya, kan?

Dan ... berhasil!

Usaha para cowok memikat cewek-cewek cantik yang berada di balik jeruji lapangan dengan air asin yang keluar dari pori-pori berhasil membuat pekikan keluar dari mulut mereka. Membuat wajah-wajah basah itu semakin berseri-seri.

"DAAAN ... GOOOL! Permainan dimenangkan oleh KELAS SEBELAS IPS TIGA! Tepuk tangan untuk mereka!"

Riuh tepuk tangan mengiringi kepergian kelas yang disebut MC barusan. Bukan cuma anak kelas mereka yang bertepuk tangan, tetapi hampir semua murid perempuan! Maklum, IPS 3 memang terkenal dengan para cowoknya yang populer dan bisa dibilang parasnya di atas rata-rata.

Namun, hal itu tidak berlaku untuk satu cowok dan dua cewek yang ada di ujung lapangan. Ketiganya terlihat dengan bermacam ekspresi.

Satu cewek berkacamata tampak bergerak tidak nyaman, di sebelahnya, cewek berlesung pipi tampak manyun dengan tangan bersedekap, dan di sebelahnya lagi, seorang cowok tampak memelas sembari menggoyang-goyangkan tangan cewek di sebelahnya.

"Tay ... ih, kamu, mah ...."

"Hust! Gak usah pegang-pegang." Cewek berlesung itu beralih ke sebelah kanan cewek di sebelahnya.

"Kamu, ih."

"Apa?" Ita melotot saat melihat Tama mengekor dan mendekat. "Sana jauh-jauh! Sana foto-foto aja sama mbak-mbak yang tadi. Ngapain ke sini?" Ita kembali ke sebelah kiri cewek di sampingnya.

Dan lagi-lagi, Tama mengikuti.

Hal itu sukses membuat cewek berkacamata yang dari tadi dijadikan objek muter-muter pusing dibuatnya. Cewek itu berdecak. Sungguh, rasanya Athiya ingin mengikat saja keduanya di bawah pohon yang ada di belakang mereka. Biar bisa puas saling adu mulut. Sekalian saja sama Mbak Kun yang katanya penghuni pohon itu. Biar adu mekanik sekalian.

"Kalian bisa diem, nggak, sih, astagaaa ...."

"Tuh, Thi. Temen lo. Tadi, kan, cuma poto-poto bent--"

"Apaan bentar? Kalo nggak aku tarik aja palingan kamu masih di sana. Minta username ig, id Line, no WA, sekalian aja kode token listriknya!"

"Thi ...." Tama malah merengek ke Athiya. Cowok itu seolah meminta pembelaan dengan cewek berkacamata itu.

Athiya memutar bola mata malas. Sungguh, kalau bukan karena bujukan Ita yang mau membelikan titipan notebook di toko dekat rumah cewek itu, mana mau Athiya berada di tengah-tengah keramaian seperti ini. Lebih-lebih lagi ditambahin dengan pertengkaran mereka berdua. Serasa dirinya ingin menghilang begitu saja.

"Kalian masih mau ribut di sini, kan? Gue mau ke perpustakaan. Monggo dilanjutkan," putus Athiya, sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan mereka.

***

"Ay, ayolah." Ita masih kekeh membujuk Athiya yang tengah berkutat dengan rumus-rumus di buku tebal di hadapannya.

"Masa lo tega, sih, enggak mau nyemangatin kelas kita yang bentar lagi tanding. Serius, deh, kelas kita doang. Abis itu lo mau ke mana bebas. Mau baca buku sampe mabok juga gapapa. Tapi kali iniii aja, deh, ayok ...."

Ita memegang sebelah kiri lengan Athiya yang bebas. Wajahnya maju-maju dengan puppy eyes terpatri di sana, berharap sang sahabat akan luluh dengan itu.

Sudah hampir setengah jam Ita membujuk Athiya supaya pergi lagi menonton futsal setelah tadi cewek itu mengekori Athiya yang hendak ke perpustakaan. Berhasil membuat Athiya tidak jadi tenggelam di ruangan penuh buku itu, karena sadar, Ita akan berisik di sana.

Athiya melirik wajah melas dengan bibir maju di atas lengan kirinya sekilas. Helaan napas lolos dari bibirnya. "Ya udah."

"Yes!" Badan Ita menegak dengan tangan meninju ke atas.

Athiya terkekeh. Walaupun dirinya agak sebal dan terpaksa, tetapi tingkah ajaib sang sahabat selalu bisa mengobati semua itu.

"Tumben banget lo minta temenin. Biasanya kalo soal Tama gas-gas aja sendirian."

Ita nyengir. "Tau aja kalo mau liat Tama." Namun, tiba-tiba bibirnya manyun. "Gue gengsi, tau, Ta. Kan ceritanya lagi musuhan. Masa mau nyemangatin. Ogah. Besar kepala nanti itu onta."

"Masih aja gengsi. Padahal kalian udah setahun, loh."

"Biarin! Gengsi harga mati, tau, Ay. Kita sebagai cewek harus menjunjung tinggi rasa gengsi!"

Athiya terkekeh. Begitulah Ita. Gengsinya setinggi langit kalau sudah berurusan dengan Tama. Namun anehnya, kalau sudah dengannya seketika berubah menjadi sosok paling dewasa. Benar-benar seperti dua orang berbeda.

Tidak perlu waktu lama, kini keduanya sudah tiba di lapangan, lagi. Dan bertepatan dengan itu, MC terdengar memanggil kelas mereka, yang ternyata berlawanan dengan kelas 11 IPS 1.

"Tama semangat!"

Athiya langsung menoleh ke suara di sebelahnya. "Katanya gengsi, tapi diteriakin juga," cibirnya saat melihat Ita tampak heboh di sebelahnya. Tangannya melambai-lambai ke arah cowok di tengah lapangan sana.

Pertandingan dimulai. Poin kedua kelas itu tampak kejar-kejaran dari tadi. Dan kini, poin keduanya seri.

Athiya menyipit saat melihat orang yang biasa dengan ponsel miring di kelasnya itu tampak mengoper bola dengan lihai. Bajunya yang basah, serta rambutnya yang tampak menggumpal-gumpal terkena air keringatnya sendiri membuat kesan cool di diri cowok itu. Hampir saja Athiya lupa kalau dia adalah cowok tersarkas yang pernah ia kenal.

"GOL!"

Sorakan itu terdengar memenuhi lapangan.

"POIN 3-2 UNTUK SEBELAS IPA DUA! Tepuk tangan untuk mereka!"

"Gol, Ay! Zefran yang bikin gol!" Ita berteriak sembari mengguncang-guncangkan bahu Athiya. Reaksi itu tidak berbeda dengan reaksi cewek lain di kelasnya. Seolah momen ini benar-benar langka dan patut dirayakan!

Entah Athiya salah lihat, atau cuma perasaannya. Zefran, cowok itu meliriknya sesaat setelah kakinya berhasil menendang bola ke gawang lawan.

***

"Lo Athiya Cahyandini?"

Orang yang dipanggil terlihat mendongak ke asal suara. Dahinya mengernyit. "Iya, gue. Kenapa?"

"Ayo saingan."

"Hah?"

"Lo budek?"

Athiya berdecak mendengar kalimat sarkas itu. Dirinya heran. Kenapa cowok di depannya ini selalu berbicara sarkas? Bukannya bicara baik-baik jauh lebih enak didengar?

"Saingan maksud lo?"

Zefran memutar bola mata malas. "Iya. Kita saingan di ranking pararel kelas dua belas nanti. Siapa yang lebih tinggi. Lo, atau gue."

Dahi Athiya berkerut. "Buat apa?"

"Lo takut?"

Anjir! "Gue tanya, ya!"

"Ya pengen aja. Nanti yang rankingnya lebih tinggi, bebas minta atau ngasih hukuman apa pun ke ranking yang lebih rendah."

Dahi Athiya semakin berkerut mendengar itu. Dirinya bimbang, antara ingin mengikuti permainan cowok di depannya, atau tidak.

Namun, setelah dipikir-pikir, saingan yang Zefran maksud boleh juga.

"Oke!" putus Athiya akhirnya.

"Oke. Jadi, selama di kelas dua belas nanti, atau selama delapan bulan. Lo dan gue resmi saingan."

"Deal!"

Dan semenjak hari itu, tepatnya hari Jumat, pukul 10.32 menit, dengan saksi berisiknya kelas, buku biologi yang terbuka, kaca kecil Ita yang tergeletak begitu saja, kipas angin besar yang berada di atas kepala keduanya, dan benda lain di kelas itu, Athiya dan Zefran resmi saingan!

Wohooo! Akhirnya sampai di momen ini juga ygy 😌

Gimana menurut kelean gaiis?

See u next part!

Senin, 28 Maret 2021
©️wishasaaa

Jangan lupa jejaknya bestiee
👇😋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro