Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30. Akhir Untuk Awal

23 Juni 2022
_____________

"Taaay, pelan-pelan."

"Ini udah pelan, Tayang. Sabar, dong. Cari posisi enak dulu."

"Dari tadi posisi enak mulu kapan mulainya?"

Athiya dan Zefran hanya bisa saling lirik dari kamera laptop masing-masing mendengar keributan itu. Suara di kamera yang masih mati di antara tiga kamera Zoom yang menyala itu terdengar sangat ambigu sedari tadi.

Wah, jangan-jangan ....

"Akh! Tama! Pelan-pelan!"

"Astaghfirullah! Suara siapa itu!"

Zefran left this meeting.

"Ita, Tama! Lagi ngapain kalian? Om kasih tau Mami kamu, ya, Ta. Kalo kalian aneh-aneh."

Kamera langsung menyala begitu pekikan itu keluar dari mulut Renata dan Arkan. Dan Zefran yang sudah left terlebih dahulu. Menampilkan wajah Ita yang kusut sekusut cucian yang masih basah.

"Tama ini, Om!" adunya, "dari tadi grasak-grusuk sambil bawa laptop Ita. Kalo laptop-nya rusak gimana?"

"Terus kok ada 'akh' nya?"

"Tamaaa!" Ita menunjuk sosok tak terekspos kamera di sampingnya. Wajah putihnya memerah. "Itu, Om. Tama dibilangin gitu malah kepala aku dipukul pake laptop."

"Nggak sengaja, astaghfirullah." Kamera terlihat ditarik ke belakang. Membuat sosok di samping Ita langsung terlihat di kamera. "Nggak sengaja, Om. Beneran. Tama nggak bermaksud mukul kepala It--."

Tut!

Sosok Tama yang mengangkat jari tengah dan jari telunjuk itu langsung lenyap tak tersisa. Terganti dengan laman LTMPT yang lagi-lagi terlihat tengah menampilkan waktu menghitung mundur.

0 : 01 : 38 : 54
Hari : Jam : Menit : Detik

"Aya!" tegur Renata. "Mau matiin kok nggak bilang dulu? Kasian, loh, Tama-nya. Jangan gitu, ah. Nggak sopan."

Athiya meringis mendengar teguran itu. "Berisik, Bund. Aya nggak fokus nunggu jam-nya."

"Astaghfirullah. Masih lama, itu, Bu Dokter," pekik Arkan, "Aya mau cosplay jadi patung sambil liat itu jam?"

Athiya manyun. Matanya melirik Arkan dan Renata bergantian. "Nggak gitu loh, Yah, maksudnya. Maksud Aya tuh, biar, kita ada jeda waktu gitu buat nenangin diri, gitu."

Sepasang suami istri itu mengernyit mendengar kalimat anaknya yang belibet. Tanpa aba-aba, keduanya langsung merangkul gadis berkacamata itu ke tengah-tengah mereka.

"Aya grogi?"

Athiya mengangguk di dalam pelukan itu. "Jantung Aya udah kayak mau loncat dari tempatnya."

"Dih, lebay." Arkan terkekeh. Tangannya bergerak mengusak surai berkucir Athiya. Pelukan mereka sudah terlepas sekarang.

"Ih, bener tau, Yah." Athiya mengalihkan pandangan ke layar laptop di depannya. Bahunya merosot.

Halaman yang tengah menampilkan waktu penghitung mundur itu sudah kedua kalinya ia tonton. Saat pengumuman SNMPTN kemarin, dan saat ini, pengumuman SBMPTN.

Suasana yang tercipta pun sama. Penasaran, takut, ragu, pesimis. Semua campuraduk menjadi satu.

Entahlah. Mungkin kalau mesin waktunya Doraemon masih ada, Athiya ingin pinjam sebentar. Dirinya ingin mengintip ke satu jam ke depaaan, saja. Tidak jauh-jauh. Cukup dirinya tahu dulu bagaimana hasil ujian ini sudah cukup.

Setidaknya kalau sudah tahu, dirinya bisa siap-siap harus melakukan apa nantinya. Harus bagaimana menghadapinya. Biar kalau hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi, dirinya bisa kabur dan pergi terlebih dahulu.

Katakan saja Athiya takut dengan kegagalan, tetapi memang itu faktanya.

Athiya takut, sangat. Bahkan bila bisa memilih, dirinya akan menghindari kegagalan itu. Atau minimal mendapat bayangan terlebih dahulu supaya dirinya bisa bersiap-siap dengan segala kemungkinan yang ada.

Namun, sayangnya tidak bisa. Kegagalan itu nyata, dan tidak dapat dihindari. Siap tidak siap, kegagalan selalu berjalan beriringan dengan kemenangan. Bahkan keduanya selalu ada di setiap peluang.

"Aya takut hasilnya kayak pengumuman kemarin ...." Nada Athiya melirih di akhir kalimat.

Tentang bisik-bisik teman sekelas yang mencibir tentang kepintaran Athiya dan bagaimana ambisnya gadis itu. Tentang respons para guru. Tetangga sekitar. Bayang-bayang itu menyatu di kepala Athiya.

Apa lagi setelah mendapat peringkat satu di pararel kemarin. Athiya tidak bisa membayangkan bagaimana respons orang-orang kalau dirinya tidak lolos di jalur ini.

"Aya liat Ayah."

Athiya mengikuti perintah. Mata berbalut bingkai itu menyorot lurus sosok yang selalu berhasil membuat dirinya tenang itu dengan intens.

"Aya itu hebat. Aya cantik. Aya selalu peringkat satu. Aya sering ikut lomba olimpiade dan menang di beberapa cabang. Dan baru beberapa hari lalu, anak Ayah berhasil jadi ranking satu pararel dan ngalahin rivalnya." Arkan memegang pundak Athiya. "Dengerin Ayah."

"Aya percaya hasil nggak akan menghianati usaha, kan?"

Athiya mengangguk ragu.

"Kalo gitu, Aya juga harus percaya kalo jalur ini jalurnya Aya. Jalur yang udah Tuhan pilih buat jalan ke tempat tujuan."

Athiya bergeming.

"Aya harus inget gimana perjuangan sampe bener-bener hafal sama materi-materi guru. Sampe Aya bisa mudah milih jawaban pas UTBK kemarin. Katanya, Aya enggak kesulitan, kan, pas ngisi jawaban? Cuma di beberapa soal TPS aja Aya kebingungan, kan?"

Lagi-lagi Athiya mengangguk.

"Naaah." Arkan tersenyum. "Tapi, kalaupun bukan rezeki ... It's okay. Nggak papa. Ayah kerja buat kamu. Kamu mau kuliah di kampus swasta pun, semahal apa pun itu, InsyaAllah Ayah siap menuhi semua."

Hening. Senyum tulus yang Arkan pancarkan berhasil menghipnotis Athiya. Bagai di bawah pohon besar, rongga dada Athiya seperti ditiup sekarang. Menciptakan ketenangan. Kehangatan.

Dan yang pasti, membuat Athiya lebih percaya diri dan siap dengan segala kemungkinan yang ada.

"Eh, udah waktunya."

Suara Renata berhasil membuyarkan lamunan satu keluarga yang ada di sana. Arzui tengah ada kelas, sekarang. Jadi laki-laki itu tidak bisa ikut melihat pengumuman seperti kemarin.

Dan benar saja. Laman waktu itu sudah berubah, sekarang. Bahkan sudah lebih lima belas menit dari waktu yang dijadwalkan.

Athiya menghela napas. Senyum ia ukir di bibir merah muda itu.

Bismillahirrahmanirrahim ....

Klik!

***

"Lo mau minta apa?"

Pertanyaan itu langsung keluar dari mulut Zefran. To the point. Tanpa aba-aba. Bahkan Athiya sendiri belum tahu dia mau minta apa dari cowok itu.

"A-apa?" Athiya malah grogi menjawabnya.

Duh, Athiya. Cuma ditanya mau minta apa sudah seperti diminta menjadi pasangan saja.

"Ya apa? Lo mau minta apa? Kok malah tanya gue."

Athiya mengalihkan pandangan. Jujur, dirinya benar-benar tidak tahu mau minta apa. Bahkan dirinya tidak ada ekspektasi akan menang dengan cowok itu. Jadi, harus minta apaaa?

His! Athiya mendadak frustrasi memikirkan itu.

"Bentar, lo, kan lolos, ya, di SBMPTN kemarin. Mau liat hasil pengumuman lo, dong."

Tanpa banyak bicara, Zefran mengeluarkan ponselnya. Mengutak-atik sebentar, dan langsung menyodorkan benda itu ke cewek di hadapannya.

"Eh, lo ambil ITB, Zef? Kok gue baru tau?"

"Ya, lo nggak tanya." Seperti biasa. Zefran menjawab santai. "Lo sendiri?"

"Tumben tanya balik," sindir Athiya, tapi tak urung, cewek itu juga melakukan hal yang sama dengan Zefran.

Zefran hanya mengintip sebentar. Cowok itu berdecak. "Lo sendiri ambil di Yogyakarta nggak bilang gue. Bilangnya mau ke Semarang, kan?"

"Loh, harus bilang?"

Zefran langsung kicep ditanya demikian. Pandangannya mengedar ke mana-mana. "Ng-nggak juga. Tanya doang, sih."

Melihat reaksi Zefran, tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepala Athiya. Cewek itu kini mengalihkan atensi ke cowok yang tengah duduk di sampingnya itu sepenuhnya.

"Gue udah tau mau minta apa."

Sial! Zefran langsung mode waswas sekarang. Udara sejuk di taman itu yang sedari tadi melingkupi keduanya kini seolah disedot oleh benda tak kasat mata.

Bukan. Bukan karena perkataan Athiya yang sudah tahu mau minta apa. Namun, posisi keduanya. Bagi Zefran yang tidak pernah dan tidak ingin dekat dengan yang namanya wanita posisi mereka ini bisa dibilang mode siaga. Apa lagi tatapan itu.

Sialnya lagi. Jantungnya. Alat pemompa darahnya ini kenapa? Zefran rasa keluarganya tidak pernah ada yang punya riwayat penyakit jantung, tetapi kenapa jantungnya berdetak berkali-kali lebih cepat dari biasanya?

"Zef?"

"E-o e-iya. Apa? Lo mau minta apa?"

Athiya tersenyum pongah. Cewek itu sudah seperti orang jahat yang tengah menculik anak-anak.

"Gue mau ... lo nggak cuek lagi sama gue. Nggak galak lagi. Nggak sarkas! Asli, lo ngeselin parah kalo sarkas. Pengen gue bejek-bejek itu muka lo!"

Zefran hanya diam melihat Athiya yang tengah meremas tangan di depan wajah seolah tengah meremas wajahnya itu. Padahal jantungnya ... waaah, jangan ditanya.

"Oiya, satu lagi!"

Zefran menarik sebelah alis.

"Kurangi ngerokoknya, perbanyak minum air putih, makan teratur biar nggak mag. Apa lagi nanti kalo udah ngekost. Dan ...." Athiya beranjak tiba-tiba. "Ayo beliin gue alpukat kocok!"

Diam-diam Zefran menahan senyum melihat tingkah sosok di hadapannya itu. Tidak dapat dipungkiri, dirinya senang. Sangat! Bahkan kalau diminta gadis itu untuk membelikan alpukat kocok setokonya pun akan Zefran jabanin.

Entah rasa apa yang menyusup di dirinya kali ini. Zefran sendiri tidak tahu. Yang jelas, Zefran merasa tengah berada di taman kupu-kupu sekarang.

Di lain sisi, Athiya pun merasakan hal yang sama. Gadis itu bahkan susah payah menahan senyum sedari tadi. Padahal tidak ada yang lucu.

Semesta memang selucu itu menciptakan jalan. Dari persaingan, menjadi ... ah ... mungkin ada yang bisa mendeskripsikan suasana mereka sekarang?

Athiya jadi bersyukur dirinya tidak lolos di jalur SNMPTN kemarin. Mungkin, kalau dirinya lolos, mereka tidak bisa lebih dekat seperti ini. Momen yang mereka lewati pun mungkin hanya sampai di hari pengumuman. Selebihnya, sendiri-sendiri.

Athiya juga bersyukur dirinya bisa masuk ke pilihannya yang ke satu. Yaitu di Universitas Gadjah Mada dengan jurusan Kedokteran Hewan. Jurusan usulan Zefran.

Athiya juga ikut bangga dengan yang lain. Zefran yang lolos di ITB, Tama yang memberi kabar kalau dirinya lolos di pilihan kedua, walaupun kampusnya tetap kampus impian karena ada Ita, UNPAD.

Gadis pemilik surai yang selalu dikucir itu benar-benae ikut senang dan merasa bangga dengan keberhasilan sahabat-sahabatnya.

Mungkin, rasa ini yang sering ayahnya bilang. Rasa bangga dengan orang lain.

Dari sini Athiya belajar, kegagalan bukan akhir dari segalanya. Jalur yang Tuhan ciptakan itu banyak. Bisa saja kita diberi jalan yang jauh. Bisa juga kita diberi jalan yang cepat. Namun, semua balik lagi ke kita.

Cara bersikap saat kegagalan menghampiri itulah yang akan menciptakan semua hal yang terjadi setelahnya.

Tidak ada yang benar-benar terakhir dari sebuah kisah.

Yang ada hanya tujuan yang tercapai, atau tujuan yang terganti.

Lalu ... lahirlah tujuan baru.

Tujuan yang siap kembali mewarnai kanvas putih itu dengan indah warna alurmu.

--- End ---


FINALLY!

ALHAMDULILLAH

😭😭

Kira-kira ada kesan pesan nggak buat cerita ini?

Buat tokohnya?

Buat authornya?

Wkwkwk 😭

Makasih buat yang udah ikutin cerita ini dari awal sampe akhir!

ARCUBNB aku selalu seneng tiap abis update ini tau😭 walaupun ya, maaf, kadang ngaret updatenya ya? 😭🙏

Tanpa kalian, cerita ini ... ya tetep bakal gini, sih.

TAPI berkat kalian ... cerita ini jadi lebih istimewa dan spesial ❤

Love u all!❤❤❤

See u di ceritaku yang lain, ya. Kalo mau baca, sih 😔

DADAH!

____________
Kndl, Kamis, 7 Juli 2022
©️wishasaaa

Jejaknya jangan lupaaa ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro