29. Degdegan
5 Mei 2022
______________
Sekolah tampak lebih meriah dengan berbagai dekorasi yang menghiasi berbagai sudut. Mulai dari gerbang, sampai lorong jalan menuju aula indoor sekolah, semua penuh dengan balon berbagai bentuk, karangan bunga, juga ucapan happy graduation.
Tidak hanya indah dalam dekorasi, tetapi para murid yang bersangkutan pun tampak tidak main-main di hari wisuda serta pelepasan ini. Mereka seolah tidak ingin menyia-nyiakan hari yang sakral ini. Apa lagi ditemani dengan kedua orang tua.
Kalau hari biasanya para murid hanya dibolehkan memakai riasan yang tidak terlihat, maka kini sebaliknya. Malahan di hari ini dianjurkan untuk memakai riasan yang bisa membuat pangling.
Seperti yang dilakukan oleh para siswa-siswi yang tengah berjalan ke kursi khusus di aula itu.
Para siswi berlenggok dengan setelan kebaya yang membalut tubuhnya. Kaki yang biasanya dibalut sepatu kets itu, kini tampak lebih manis dengan balutan high hills. Rambut yang biasanya diikat asal pun kini tampak lebih indah dengan berbagai model. Ada yang digerai, ada yang disanggul dan menyisakan beberapa helai di bagian depannya. Pokoknya semua model rambut tampak cocok dengan riasan yang mereka pakai.
Hal itu juga tak berbeda jauh dengan para siswa.
Jika para siswi terlihat lebih feminim dengan kebaya yang dipakai, maka untuk para siswa sebaliknya. Mereka tampak lebih gagah dengan setelan jas yang membalut. Membuat tubuh-tubuh itu tampak lebih tegap dan menawan. Apa lagi didukung dengan rambut yang disisir rapi. Sepertinya, khusus untuk hari ini, para murid yang sering cekcok setiap bertemu akan berganti dengan salah tingkah yang menyelimut.
"Ay, ya ampun, lo cantik banget, gilak!"
Ita berujar heboh begitu Athiya sampai di hadapannya. Dirinya benar-benar tidak menyangka, kalau cewek berkacamata yang bahkan tidak pernah curhat apa-apa tentang skincare, make-up, dan lain sebagainya itu akan sangat cantik hari ini. Bahkan lebih dari dugaannya. Apa lagi melihat mata itu sudah tak lagi memakai kacamata, melainkan memakai softlens.
"Loh, iyaaa. Kamu cantik banget, sayang. Siapa yang make-up-in? Bunda? Apa MUA?" Felita menyentuh pipi Athiya. Membuat gadis yang kini memakai setelan kebaya berwarna nude pink itu tersenyum malu-malu dan sedikit salah tingkah.
Belum sempat Athiya menjawab, Renata dan Arkan sudah muncul di balik gadis itu. Tangan keduanya langsung merangkul bahu Athiya yang lebih tinggi dari Renata, dan lebih pendek dari Arkan.
"Aku make-up-in sendiri, sih, Fel. Enggak menor, kan?" Renata terkekeh kecil. "Sekalian eksperimen soalnya."
"Nah loh, eksperimen aja sebagus ini. Apa lagi udah pro. Emang berbakat, kamu, Ren."
"Iya, dong. Istriku!" sambar Arkan. Yang langsung dijawab dengan putaran bola mata malas oleh wanita nyentrik itu.
"Ini Ita juga cantik banget. Sampe pangling Tante liatnya. Kamu make-up-in sendiri juga, Fel?" tanya Renata. Mengabaikan bualan Arkan.
"Iya. Harusnya lebih tebel lagi dikit make-up nya biar makin nampol. Eh, tapi malah anaknya nggak mau. Jadi ya, gini. Seadanya."
"Lebih tebel dikit apaan. Mami bilang mau pake eyeliner kuning, kan? Nyentrik banget, Mamiiii. Jelas nggak mau-lah aku."
"Ih, nggak papa kali. Di wisuda gini emang harus nyentrik. Kamu, sih, nggak tau."
"Serah Mami, ah." Gadis berpipi chabi yang kini memakai kebaya berwarna ungu dengan selendang berwarna senada yang tersampir di pundak itu akhirnya mengalah.
"Eh, udah mau jam sepuluh, nih. Kalian bareng yang lain dulu, sana." Arkan berujar. "Ayah giring Bunda kamu sama Tante Felita duduk di paling depan, deh, biar kalian enggak susah nyarinya."
"Giring. Emang kita bebek?"
Renata dan Felita sontak manyun mendengar cibiran Arkan. Membuat dua gadis yang ada di sana hanya bisa memutar bola mata malas.
***
Sesi foto bersama antara siswa dengan guru, siswa dengan orang tua, satu kelas, bahkan foto masing-masing siswa dengan berbagai hadiah yang mereka dapat dari orang terdekat sudah dilaksanakan beberapa saat yang lalu dengan tertib dan tertata. Panitia di acara wisuda ini memang sangat niat dalam menyusun acara.
Fotografer yang disewa pun tidak main-main banyaknya. Bahkan setiap kelas mempunyai fotografer!nya masing-masing. Belum lagi siswa yang membawa kameranya sendiri dan cosplay menjadi fotografer teman-temannya. Benar-benar membuat mereka yang suka berfoto jadi kalap dan lupa dengan agenda selanjutnya.
Seperti Tama yang tampak eksis dengan dua buket berisi uang dengan latar mobil ayahnya. Cowok yang memakai setelan jas itu entah sudah berapa banyak foto yang ia ambil.
"Zef, lo sekarang."
"Apaan?"
"Foto-lah. Ya masa ngereog, Mas." Tama memutar bola mata. "Sana! Ini buket gue banyak gue kasih pinjem, deh."
"Iya, Zef. Buat kenang-kenangan. Biar bukan cuma game doang kenangan lo di SMA," cibir Ita, "Mas, habis ini dia yang difoto, ya."
Sejoli itu sudah melakukan foto dengan berbagai pose sedari tadi. Kini keduanya sedang memilah-milah mana yang bagus untuk diposting di Instagram.
"Ck! Berisik lo pada." Zefran mendumal. Namun, tak urung, cowok itu akhirnya mau juga dipotret oleh fotografer yang Tama sewa.
"Mau juga, lo difoto gitu, Zef." Athiya datang setelah pamit ke toilet.
"Eh, pas banget. Lo ikut foto, Ay. Mas, mereka, ya! Kalo nggak mau pukul aja nggak papa."
"Loh--"
"Gaya, Kak."
Cekrek!
Keduanya sudah difoto begitu saja. Entah gaya apa yang mereka lakukan. Yang pasti, gara-gara itu, keduanya menjadi tampak salah tingkah
***
"Ay, kalian kontras banget, deh, serius," celetuk Ita tiba-tiba.
Kini mereka sudah kembali duduk di kursi khusus siswa yang panitia sediakan. Di depan panggung bagian kiri. Sedangkan di bagian kanan adalah kursi untuk para wali murid yang hari ini hadir.
Athiya menoleh dengan bibir maju. Dahinya bergelombang.
Ita terkekeh geli. "Lo melas banget, sih, anjir. Ekspresi lo jangan gitu, ah." Cewek dengan kipas elektrik di tangannya itu menoleh ke cowok di sebelah cowok di sampingnya. "Iya, kalian. Lo sama Zefran. Dia anteng banget main game. Beda banget sama lo yang kayak lagi nahan boker."
Athiya tidak lagi bereaksi. Tenaganya sudah hilang untuk sekadar menjawab ledekan Ita.
Pengumuman kelulusan sudah diumumkan beberapa saat yang lalu. Tidak setegang ini, karena SMA Gemilang bisa dikatakan sekolah favorit, jadi bisa dipastikan semuanya lulus.
Namun untuk pengumuman yang satu ini, ibarat pengumuman hidup dan mati!
Ranking pararel ujian sekolah urutan sepuluh sampai empat sudah diumumkan beberapa saat yang lalu. Namanya dan nama Zefran tidak masuk di jajaran ketujuh orang itu. Jujur, untuk kali ini, Athiya pengen dirinya tiba-tiba tidak terlihat. Atau minimal berubah jadi kursi deh, gitu, atau bagaimana. Athiya belum siap, woy! Seriusan!
Apa lagi melihat Zefran setenang itu setelah tadi malam mengirim pesan singkat yang berhasil membuat dirinya tidur bisa tidur. Memang dasar cowok! Sukanya bikin ketar-ketir dengan bualannya!
"Di jajaran yang ketiga, tepuk tangan yang meriah untuk ...." Kepala sekolah menjeda kalimatnya. "Mas ...." Lagi-lagi pria berjas itu menjeda kalimatnya. Membuat para cowok yang biasa dipanggil "Mas" menahan napas dalam-dalam.
"Ardian Ramadan!"
Sorakan terdengar dari sudut kiri belakang. Senyum bangga yang disambut ucapan selamat itu tampak berseri-seri di sana.
"Kepada Mas Ardian Ramadan, silakan maju ke depan untuk penyerahan piala dan sertifikat."
Cowok berambut cepak itu tampak maju dengan senyum merekah. Dirinya langsung berdiri di antara murid-murid lain yang namanya sudah disebutkan tadi.
"Dan ... ini dia saat yang kita tunggu-tunggu." Kepala sekolah mendongak dan menatap seluruh wali murid yang ada di hadapannya. "Jujur, saya sendiri degdegan dan ikut bangga dengan dua anak didik saya yang tercantum di sini. Apa lagi bapak-ibu sekalian yang sudah merawat mereka dari kecil."
Ucapan dari kepala sekolah itu benar-benar membuat semua orang semakin penasaran. Jantung pun semakin berdetak tidak karuan dibuatnya.
"Karena ini dua orang, dan untuk mempersingkat waktu, saya rasa namanya lebih baik ditampilkan di LCD. Bagaimana?"
"Setuju!"
"Setuju, Pak!"
"Kenapa enggak dari tadi, Pak."
Celetuk-celetukan terdengar setelah penawaran itu, membuat orang yang bersangkutan terkekeh dan mengucapkan maaf.
Pria berjas itu memberikan kertas yang tadi ia pegang ke guru operator LCD untuk kemudian diketik di Microsoft Word selama layar masih dalam mode pouse.
Kepala sekolah tampak memberi arahan setelah guru operator selesai mengetik.
"Baik, tanpa menunggu lama, di urutan satu dan dua ada ... mari kita hitung mundur bersama-sama."
"Satu ...."
"Dua ...."
"Tiga!"
1. Athiya Cahyandini dengan
rata-rata nilai 97,06
2. Oyjie Zefran Mahardika
dengan rata-rata nilai 97,01
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
----- tbc ----
HAVEBWJWNSNS
AAAAAAA! SESUAI EKSPEKTASI NGGAK??
BTW SEBELUM BENER-BENER TAMAT, AKU MAU TANYA SEKALI LAGI.
Kalo aku bikin cerita versi Ita - Tama ada yang mau gak?
______
Oiya, source foto by Pinterest & Instagram. Thankyou!
Senin, 4/7/2022
©️wishasaaa
Jejaknya beb! <3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro