27. Hari Ujian
Rangkaian ujian sekolah yang terdiri dari ujian tulis dan praktik dilaksanakan sudah seminggu yang lalu. Dan di minggu kedua ini, adalah jadwalnya ujian praktik setelah berkutat dengan ujian tulis yang membuat sakit kepala.
Semua guru dan siswa tampak berlalu lalang ke sana ke mari. Tempat ujian praktik yang diberi ruangan khusus tiap mata pelajaran mengharuskan para murid dan guru menjadi terlihat sibuk mondar-mandir. Terutama di bagian lantai teratas.
Selain karena ruang praktik siswa memang dikhususkan berada di atas, penggunaan lantai ketiga ini juga supaya lebih mempermudah pergerakan para kelas dua belas untuk lebih leluasa dalam bergerak dan berekspresi.
Seperti saat ini, di sudut utara gedung, terlihat tengah dipadati dengan para siswa yang memakai kaus berwarna biru muda. Sedangkan di sudut selatan sana, suara praktik seni teater terdengar mengalun.
Begitu juga dengan ruangan-ruangan lain. Semua terlaksana sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.
Namun, agaknya ujian praktik tidak semenyeramkan ujian tulis. Buktinya, banyak yang lebih enjoy dengan ujian ini. Apa lagi siswa yang sudah terbiasa ngomong di depan kelas.
Seperti Ita.
Gadis berpipi chabi itu tampak sangat menikmati dirinya yang tengah story telling di depan sana. Ekspresinya yang tidak pernah nanggung, suaranya yang lantang, apa lagi ditambah dengan beberapa properti yang ia bawa untuk menunjang penampilannya. Benar-benar totalitas.
Hal itu juga lah yang membuat Ita ditunjuk sebagai pemeran utama dalam praktik seni teater Kamis besok. Kemampuan berekspresinya yang mumpuni berhasil menarik perhatian guru seni.
Namun, berbanding terbalik dengan Ita. Teman sebangku gadis itu memang cukup bagus dalam berbicara di depan sana, tetapi bisa dibilang sangat minim dengan ekspresi yang disampaikan.
Itulah mengapa, Athiya ditunjuk berada di balik layar saja daripada harus tampil di depan sana. Dan tentu saja gadis itu tidak keberatan.
Tidak terasa, waktu berlalu begitu saja. Bak kedipan mata, saking menikmatinya dengan masa-masa ujian praktik, ternyata hari ini sudah hari H ujian UTBK.
Buku-buku tampak berserakan di lantai ruangan. Beberapa di antaranya tebuka menampilkan gambar organ, rumus, bangun datar, dan beberapa materi yang akan diujikan besok. Si pemilik ruangan itu seolah tidak akan membiarkan sedikit pun waktunya terbuang sia-sia.
"Ayaaa, berkas-berkas yang mau dibawa besok udah siap bel--astaghfirullah!" Langkah Renata langsung terhenti begitu tangannya berhasil membuka pintu kamar sang putri. Matanya membulat.
"Lagi ngapaiiin?" pekiknya. Kaki berbalut daster hijau itu mendekat ke sudut ruangan yang terdapat seorang cewek berkacamata tengah duduk manis dengan meja lipat serta buku catatan di hadapannya.
"Eh, Bunda. Udah, kok, Bund. Udah siap semua." Athiya nyengir. "Tuh," tunjuknya pada tote bag hijau toska di atas meja belajar.
Renata menghela napas. Tangannya bergerak memungut buku-buku yang berserakan di antara meja lipat itu, kemudian meletakkannya di meja belajar. Ibu kepala empat itu heran, bisa-bisanya punya meja belajar luas lengkap dengan kursi empuk yang ada rodanya, tetapi malah memilih belajar di lantai dengan meja lipat. Pantas saja pantat anaknya itu tepos.
"Enggak istirahat? Besok tempur, loh, Sayang." Renata mengelus surai kucir Athiya. "Nanti kalau isinya sambil ngantuk gimana? Kata Tama ruangannya dingin banget, kan?"
Ngomong-ngomong tentang Tama, cowok itu sudah melaksanakan UTBK sore tadi. Dan langsung langsung mengeluhkan dingin dan ngantuk di grup yang isinya mereka berempat; Tama, Ita, Athiya, Zefran. Athiya-lah yang mengadukan hal itu ke sang bunda.
"Bentar, Bund. Nanggung. Athiya takut besok keluar terus Aya-nya lupa."
Lagi-lagi Renata menghela napas. "Lupa itu manusiawi, Sayang. Salah satu-dua jawaban nggak papa, kok."
Kini helaan napas keluar dari mulut Athiya. Kepala berkucir kuda itu mendongak perlahan. Menatap mata sang bunda yang ada di hadapannya.
"Aya takut hasilnya kayak SNMPTN waktu itu, Bund."
***
Hari ini merupakan hari yang Athiya tunggu-tunggu. Sesi siang yang dilaksanakan mulai pukul 13.30 sampai 16.45 membuat gadis itu harus sampai di sana maksimal satu jam sebelum tes dimulai.
Namun, ada satu hal yang membuat rasa antusias Athiya hilang. Rasa degdegan yang sedari semalam membuat matanya enggan memejam kini berganti dengan rasa sebal yang luar biasa.
Apa lagi kalau bukan sejadwal dengan sang rival, Zefran.
Tidak masalah jika cuma sejadwal, tetapi ini ... sudah sejadwal, seruangan, se-sesi, dan Arkan malah mengusulkan kalau keduanya lebih baik berangkat bareng sekalian.
Kalau boleh Athiya jujur, dirinya bosan dibonceng cowok itu. Mungkin ada yang mau gantiin? Bisa telepon nomor di bawah ini, ya.
"Mana orangnya? Nggak dateng-dateng mending sama Ayah aja, deh, ayo!" kalimat itu tak henti-hentinya keluar dari mulut Athiya.
Gadis yang saat ini memakai dalaman putih yang dibalut dengan kemeja hitam serta bawahan kulot scuba berwarna putih tulang itu tampak manyun di kursi teras.
"Sabar, Aya. Lagi jam segini, juga. Emang kamu mau ngapain cepet-cepetan di sana? Survei lokasi? Bukannya udah sama Ita kemarin pas nganter Tama?"
Bukannya menjawab, Athiya justru tambah manyun memandang Arkan. Cewek itu sebal dengan sang ayah yang lebih membela Zefran.
"Aya mau--"
Tin tin!
Suara klakson motor terdengar dari balik pagar. Tidak berselang lama, seorang cowok datang dengan motor Tiger-nya.
"Tuh, anaknya."
Zefran turun setelah mematikan mesin motor. Cowok itu menyalami tangan Renata dan Arkan tanpa melepas jaket.
"Maaf, Om, Tante, tadi saya dompetnya ketinggalan, jadi pulang ambil lagi."
Arkan menepuk pundak Zefran. "Nggak papa. Cuma itu, ada yang manyun dari tadi."
Zefran dan Arkan melirik Athiya, yang dibalas lirikan sinis oleh gadis itu. Renata hanya terkekeh melihat keduanya.
"Udah ayo, nanti telat. Udah lumutan, juga dari tadi."
"Ya udah, sana berangkat. Hati-hati, ya, kalian. Jangan ngebut," pesan Renata saat keduanya bersalaman.
"Jaga baik-baik macannya Om, ya, Zef. Kalo ngamuk turunin aja nggak papa."
"Ayaaah!"
"Becanda, Bu Dokter." Arkan terkekeh. "Semoga nanti ujian kalian lancar, ya. Terus bisa keterima di universitas serta jurusan impian aamiin!"
"Aamiin ...."
"Jangan lupa baca doa pas mau garap."
"Siap, Bund!"
"Kalo pusing, taro dulu kepalanya, nanti dipake lagi pas udah mendingan."
"Ayaaah!"
***
Para pemuda-pemudi yang rata-rata memakai kemeja itu tampak antre di depan sebuah ruangan. Satu persatu mulai keluar dengan tas yang tadi dititipkan. Menandakan, kalau mereka sudah berhasil menyelesaikan ujian seleksi bersama ini.
Tidak terkecuali dengan cowok berkaus putih yang dibalut dengan kemeja kotak-kotak serta celana bahan berwarna hitam. Cowok itu tampak bersandar dengan sebelah tangan masuk ke saku.
"Satu abad kemudian."
Sindiran itu langsung terdengar ke telinga sasaran. Membuat perempuan berkacamata dengan wajah ditekuk itu tampak semakin menekuk wajah kesal.
"Apa lo? Gue, tuh, capek, tau. Udah pusing. Dari tadi antrean diserobot mulu. Kaki keinjek-injek, kuping pengang gara-gara pada tereak! Pengin tak hiiih!" Athiya meremas jari-jarinya dengan brutal. Giginya bahkan ikut bergemeletuk karenanya.
"Udah?"
"Belom! Gue masih--"
Klukuk-klukuk~
"Masih laper?" Zefran menarik sebelah bibir. "Gue mau balik. Kalo lo masih mau ngoceh ya udah di situ aja."
Zefran langsung berlalu setelah berkata itu. Membuat Athiya harus segera menyusul langkahnya. Untung saja kakinya jenjang, jadi bisa lebih cepat.
Tanpa perlu waktu lama, kini keduanya telah berada di atas motor lengkap dengan helm yanh sudah terpasang di masing-masing kepala.
Namun, baru berjalan beberapa meter, motor itu sudah berhenti di pinggir sebuah kedai ayam. Berhasil membuat Athiya mengernyit.
"Ngapain?" tanyanya.
"Ya lo pikir aja sendiri." Cowok berbaju kotak-kotak itu langsung bergegas ke tempat pemesanan, meninggalkan Athiya yang masih stay dengan muka kusutnya.
"Nih." Zefran meletakkan dua piring beserta dua es teh di meja yang Athiya duduki.
"Eh? Tau aja gue suka pedes."
Tanpa banyak bicara, keduanya langsung menyantap hidangan yang ada. Bahkan sampai hampir habis pun tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka.
Sampai pada akhirnya, Athiya tersedak. Cewek itu terbatuk sambil menepuk dadanya berkali-kali.
Zefran yang melihat hal itu tidak diam saja. Entah dorongan dari mana, cowok itu langsung mengambilkan es teh Athiya dan meminumkannya di bibir gadis itu. Tidak hanya sampai di sana, Zefran juga memintakan tisu ke pelayan karena tisu di meja mereka habis.
"Lo kelaperan apa karena lagi mikir ujian tadi?" tanya Zefran to the point.
Athiya bergumam. Tidak menjawab.
Zefran menghela napas. "Gue cuma mau ngasih tau aja. Tuhan Maha Baik. Tuhan Maha Tau. Tuhan liat semua apa yang hambanya perbuat. Termasuk belajar lo yang mati-matian."
Zefran menatap tepat di manik Athiya. "Nggak usah khawatir. Lo hebat dengan lo yang sekarang."
----- tbc -----
HHewwo!!
Maaf, ya, kemarin nggk bisa nepatin janji 😭🙏
Btw, ada yng ikut UTBK?
GIMANA HASIL?
________
©️wishasaaa
23/6/2022
Jangan lupa jejak ☝
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro