
23. Bimbingan
"Ta, lo udah bimbingan ke BK?"
"Belum. Nanti akhiran aja, deh. Nggak bimbingan juga nggak papa. Mami gue udah setuju, kok, sama jurusan yang mau gue daftar."
Mulut Athiya membulat dengan kepala manggut-manggut. Tryout mereka di gelombang ini memang sudah selesai dari kemarin--bisa dikatakan hari ini free class, jadi, anak kelas 12 bisa bernapas sejenak, hari ini. "Lo mau ambil jurusan apa? Di mana?" tanyanya.
"Kedokteran gigi. Di Bandung!" Ita menjawab semangat. Tampak sekali jika cewek itu sudah yakin dengan pilihannya.
"Gue udah tanya-tanya ke alumni kita, kalo ternyata banyak yang keterima di sana jalur SN¹. Nilai rata-rata gue juga udah masuk kriteria. Doain gue keterima ya, Ay!"
"Weh, serius? Lo seniat itu, Ta?" Athiya terkejut.
Dari penjelasan YouTube channel dan beberapa artikel yang Athiya baca, benar kalau peluang SNMPTN itu bisa dilihat dari jejak alumni, rata-rata nilai dari semester satu sampai lima, dan seberapa banyak murid di sekolah tersebut mendaftar di jurusan yang sama. Namun, Athiya tidak menyangka kalau Ita juga mencari tahu tentang hal itu.
Ia kira Ita adalah pribadi yang spontan, setelah dilihat dari kebersamaan mereka selama lebih dari tiga tahun ini. Ternyata dirinya salah.
Athiya jadi ingat tentang Zefran yang berlangganan kelas online di beberapa aplikasi belajar. Dan kini, dirinya juga melihat sisi lain Ita yang ternyata juga tidak sesantai kelihatannya.
Ternyata memang benar kata orang. Santai bukan berarti tidak peduli.
"Iya, Ta. Gue doain! Semoga kita bisa keterima di fakultas sama jurusan impian di jalur ini, ya! Aamiin!"
"Aamiin!"
"Eh, eh, eh! Apa-apaan kalian?" Kedatangan Tama dari kantin mengusik kegiatan dua gadis
yang tengah berpelukan--hal spontan saat saling menyemangati--dengan muka garang. "Main peluk-peluk!" omelnya.
"Minggir lo, Thi. Punya gue itu." Tama mengusir Athiya yang duduk di bangkunya. Di bangku Athiya sendiri, loh!
"Heh! Kamu yang minggir! Ini bangku Aya malah orangnya diusir," sembur Ita saat sang pacar mendaratkan bokong di sampingnya.
"Biarin! Salah siapa meluk-meluk kamu sembarangan."
"Posesif," cibir Zefran. Cowok itu baru saja datang dari kantin setelah langkahnya tertinggal oleh Tama.
"Lagian cewek sama cewek astaga, Tama."
"Dih, kalian iri, ya? Makanya cari pacar sana!"
"Hust! Udah, udah." Ita melerai. "Kamu ini, dateng-dateng malah bikin ribut. Tadi aku sama Aya tuh lagi ngomongin bimbingan ke BK. Kamu sendiri udah belum?"
"Pake nanya." Tama menyandarkan punggung. Tangan kirinya merentang ke sandaran bangku Ita. Sebelah kakinya terangkat. "Kalo kamu belum, berarti aku juga belum. Sebaliknya juga gitu. Kamu lupa? Kita, kan, sehati."
ASTAGA.
Demi jaring ubur-ubur SpongeBob, Athiya dan Zefran benar-benar ingin muntah sekarang.
"Bacot! Sebebas lo berdua aja lah."
Alih-alih merasa tersindir dan diam, Ita dan Tama malah semakin menjadi-jadi. Sejoli itu malah makin mesra di belakang sana.
Athiya sendiri sudah lelah dengan mereka. Dirinya lebih memilih duduk di bangku Tama, dengan kata lain, duduk di sebelah Zefran.
Netra di balik kacamata itu melirik cowok yang tengah main game di sampingnya. Bosan. Bisa-bisanya cowok itu betah dengan hanya bermain game online yang ada di ponselnya.
"Zef, di SB² nanti lo mau ambil jurusan apa? Di mana?" tanya Athiya, membuka percakapan. Cewek itu benar-benar tidak betah dengan keheningan. Apa lagi tidak ada hal tengah ia kerjakan.
"Entah."
Bego, Athiya! Sudah tahu kalau Zefran itu manusia sarkas, kenapa masih saja SKSD dengan cowok itu?
"Dih, tanya doang, kali. Kalo lo nggak mau jawab juga nggak mas--"
"Eh, Aya! Gue ada ide!"
Celetukan Ita mengalihkan atensi Athiya. Cewek berkacamata itu akhirnya memilih berbalik badan dari pada dongkol sendiri. "Apa?" tanyanya.
"Lo, kan, mau bimbingan, ya? Sama Zefran aj--"
"Nggak! Gue sibuk!" serobot si pemilik nama begitu saja. Tidak membiarkan Ita menyelesaikan ucapannya.
Sedangkan orang yang kalimatnya diserobot sendiri tampak mencak-mencak di belakang sana. Bibirnya maju. "Tuh, Tay. Temen kamu, tuh, bilangin!"
"Nggak-nggak. Nggak usah, Ta. Gue bisa sendiri, kok, kalo lo nggak bisa."
"Nggak, Ay. Lo harus punya temen buat diskusi di sana." Pandangan Ita beralih ke Tama. "Tay ... bantuuu."
Athiya menghela napas. Bukannya dapet temen diskusi, kalo sama si sarkas ini bisa-bisa malah cuma dapet emosi yang ada, Ta.
"Zef, lo jangan pelit-pelit gitu bisa nggak, sih, Zef? Kuburan lo sempit, mau? Nemenin doang, kali. Athiya nggak bakal minta lo gendong, kok "
"Bodo."
Tiba-tiba Tama berdiri dari duduknya. Cowok yang jika ketawa matanya hilang itu mendekat ke arah Zefran.
Entah apa yang cowok itu bisikkan ke telinga Zefran, yang pasti, cowok berambut cokelat itu terlihat mengrnyitkan dahi, lalu detik berikutnya, tatapan malas kembali hadir di mata tajam itu.
"Oke," celetuknya kemudian. Semakin membuat Athiya mengernyitkan dahi dalam-dalam.
***
"Yah, rame."
"Ya rame lah. Orang lagi hectic-hectic-nya."
Athiya dan Zefran kini tengah berada di koridor depan ruang BK. Pandangan mereka langsung disambut oleh siswa dari berbagai macam kelas. Tampaknya tujuan mereka juga sama dengan Athiya.
"Gue kira karena udah detik-detik pendaftaran, BK bakal sepi, ternyata makin banyak."
"Apa lagi itu."
Athiya mendengkus. Netranya melirik Zefran malas.
Setelah entah apa yang Tama katakan pada cowok itu, Zefran akhirnya menyetujui permintaan Tama. Namun, tentu dengan banyak pertimbangan serta kesepakatan.
Salah satunya kesepakatan waktu, hingga akhirnya memilih kemarin--di H-5 pendaftaran SNMPTN. Dan karena kemarin sangat penuh, jadi, Athiya lebih memilih mengisi list dahulu, dan datang kembali hari ini. Jadi hari ini mereka tidak perlu capek-capek menunggu lama lagi.
"Tuh, nama lo udah dipanggil."
"Ya udah, ayo."
"Ya udah, lo dulu jalan. Kan lo yang perlu."
Keduanya akhirnya beriringan memasuki ruang BK. Melewati banyak pasang mata yang juga tengah menunggu di koridor itu.
"Mbak Athiya Cahyandini, ya?" tanya Bu Pur--guru BK--menyambut kedatangan keduanya. "Dan ini siapa? Pacar Athiya?"
"Bukan, Bu. Dia temen sekelas saya, Zefran," jelas Athiya. Kedua murid itu bersalaman dengan sang guru BK.
"Oalah, ya udah, langsung aja ya, Mbak."
Tanpa banyak kata, Bu Pur langsung bertanya apa yang Athiya sukai, yang Athiya inginkan, dan yang Athiya cita-citakan. Guru itu juga memberi tahu berapa persen kemungkinan masuk jurusan di yang Athiya inginkan dengan rata-rata nilai yang gadis itu punya.
Bu Pur juga memberi tahu di jurusan dan universitas apa saja yang sudah berhasil alumninya masuki. Guru BK itu benar-benar membimbing dan menjelaskan semua hal dengan tujuan agar muridnya bisa masuk di universitas yang diimpikan.
"Kalau pilihan ke satu saya mau daftar di universitas di Yogyakarta dengan jurusan kedokteran kira-kira peluangnya gimana, Bu?"
"Sebentar, ya." Bu Pur membuka lagi lembaran di hadapannya. "Dilihat dari data di sini, memang sudah ada yang berhasil masuk di kampus itu, tapi itu sudah lama sekali. Sekitar tahun kamu baru masuk SMP. Jadi, lumayan kecil peluangnya untuk masuk."
Bu Pur memandang Athiya. "Kedokteran memang sulit dibobol oleh anak sini, Athiya. Jadi kemungkinan masuknya kecil." Guru itu menghela napas. "Tapi, kalo kamu kekeh pengen masuk jurusan itu, ibu cuma bisa mendoakan, supaya kamu bisa masuk ke sana, ya. Dan membuka peluang untuk adik kelas kamu. Semangat!"
----- tbc ----
Hewwo!! Satu part lagi, mau??
9/5/22
©️wishasaaa
Jejaknya sayang 💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro