Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Kuis dan Ambis

"Sadar tidak sadar, pintu samar itu mulai terbuka perlahan-lahan."
-- 12/8 Month

"Saya, Pak!"

"Iya, Athiya. Silakan."

Gadis berkacamata bulat itu berdiri dari duduknya. Membenarkan kacamatanya sebentar, sebelum berkata, "Model atom yang nggak bisa tau nilai dari massa elektro saja, atau muatan elektron saja ialah model atom J.J Thomson."

"Alasannya?"

"Karena menurut Thomson, muatan negatif lah yang berbentuk partikel-partikel, sedangkan muatan positifnya, malah menyebar begitu saja." Athiya menjelaskan santai. "Beliau juga berpendapat dan menemukan, kalau elektron hanya sebagai partikel penyusun atom. Dan atom sendiri, bukan bagian terkecil dari suatu materi."

Pak Dodot mengangguk-angguk mendengar penjelasan Athiya. Seulas senyum pun terbit dari bibir setengah hitam itu. "Tepuk tangan untuk Athiya!"

Riuh tepuk tangan menggema di kelas 12 IPA 2. Mengiringi Athiya yang kembali mendudukkan diri di bangkunya, dengan senyuman yang merekah.

"Oke! Pertanyaan selanjutnya ...."

Kelas kembali hening. Semua telinga seolah dipasang dengan radar tertinggi agar sinyal suaranya bisa terdengar jelas di sana.

"Gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk rontgen?"

Hampir seluruh penghuni kelas angkat tangan setelah mendengar pertanyaan itu. Mereka tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan menjawab pertanyaan mudah dengan nilai yang lumayan.

"Apa, Heru?" Pak Dodot menunjuk cowok paling tinggi yang berada di pojok kelas. Yang menurutnya, dialah orang yang angkat tangan paling cepat.

"Sinar-X, Pak!"

"Mantap! Tepuk tangan buat Heru!"

"Ih, Pak. Padahal tadi saya dulu, loh."

"Ih, saya dulu tadi, Pak."

Bukannya tepuk tangan, malah banyak yang protes karena merasa mereka angkat tangan lebih cepat dari cowok itu.

"Hus ... udah-udah. Masih ada tiga soal lagi. Tenang ...." Pak Dodot mulai mengangkat kertasnya lagi. Bersiap membacakan soal yang akan membuat muridnya rebutan untuk menjawab.

"Sinar X ditemukan pada tahun?"

"1895!"

"Dan oleh?" Pak Dodot menunjuk Athiya yang lebih cepat mengangkat tangan.

"1895 oleh Wilhelm K Rontgen!"

"Betul!" Pak Dodot memberi jempol ke arah Athiya dan mengabaikan Rani yang tadi menjawab duluan.

"Loh, kan, saya duluan, Pak!"

"Yang kedua, kan, kamu nggak jawab."

"Nggak tau kalau ada dua soal."

"Nah!" Guru lelaki itu menjentikkan jari. "Makanya dengerin dulu pertanyaannya."

"Loh? Bukannya Athiya udah tadi, Pak? Dua kali emang boleh?" tanya salah satu dari siswa.

"Boleeeh. Ini, kan, kuis. Mau jawab berapa pun boleh."

Semua mengangguk mendengar penjelasan Pak Dodot. Tampak dari binar matanya, mereka lebih semangat untuk menjawab soal.

"Lanjut, ya!"

"Lanjut!"

Pak Dodot kembali ancang-ancang. "Tuliskan rumus Hukum Coulomb!"

"Yak! Zefran maju. Tulis di papan rumusnya."

Orang yang dipanggil namanya tampak maju. Sesuai perintah dan pertanyaan, Rumus Hukum Coulomb pun tertulis di papan tulis.

"Mantap!" puji Pak Dodot selepas kembalinya Zefran. "Oke, ini soal terakhir. Gampang! Semua pasti bisa."

Mendengar spoiler itu, semua murid tampak semakin mencondongkan tubuh. Soal terakhir. Tidak boleh disia-siakan!

"Hukum Coulomb ditemukan oleh ahli Fisika asal ... Prancis! Yang bernama?"

"Athiya!"

"Charles Augustin de Coulomb!"

"Yak! Seratus buat kamu!"

Berbanding terbalik dengan air muka Pak Dodot yang semringah. Kini, air muka penghuni kelas 12 IPA 2 malah tampak keruh dengan tatapan menyorot seseorang yang baru saja menjawab, dengan nyalang. Persis seperti kucing bertemu anjing.

"Pak, kok dia lagi, sih?" suara itu terdengar dari pojok kanan depan, yang diikuti dengan suara lain dari berbagai sudut.

"Loh, emang Athiya yang angkat tangan duluan. Masa Bapak mau curang." Pak Dodot menjawab santai dari singgasananya. "Harusnya kalian angkat tangan lebih awal kalo mau kawab, dong."

"Nanti salah, kayak tadi," sindir Anjani--teman sebangku Rani.

"Berarti kalian kurang pinter dalam strategi."

***

"Weh, weh. Awas-awas ada si ambis."

"Awas si ambis mau lewat. Nanti jawaban lo diambil, loh."

"Wuih, si ambis tumben jajan? Enggak belajar aja, Mbak?"

Cibiran-cibiran itu mulai menusuk indra pendengaran Athiya sejak dirinya melangkahkan kaki ke pintu kantin. Yang lebih parahnya lagi, sebutan dari mereka untuknya--si ambis. Seolah dialah orang paling ambis di muka bumi ini.

Tidak seperti biasanya. Ita yang cerewet dan selalu membelanya pun kini tampak diam di samping Tama. Bahkan cewek itu terlihat menjaga jarak dengan Athiya.

Bukan tanpa alasan Athiya pergi ke kantin setelah biasanya selalu makan di kelas. Dikarenakan tadi dirinya kesiangan, jadi mau tidak mau Athiya harus makan siang di tempat ramai ini karena tidak sempat menata bekal.

Athiya mengekori Ita dan Tama dalam diam. Kondisi rungunya mati-matian ia tahan supaya tidak mendengar suara ejekan itu lagi. Ejekan yang membuat Athiya merasa ... entahlah. Ada rasa bersalah di sana.

Namun, sayang. Kesabaran Athiya habis di tengah perjalanannya menuju tempat duduk. Rungunya mulai panas.

Kini bukan lagi anak 12 IPA 2 yang mengejeknya, tetapi anak kelas lain pun ikut-ikutan menyinggung gadis berkacamata bulat itu.

"Ta, gue makan di kelas aja, ya. Sorry nggak bisa nemenin kalian makan."

Tidak ada jawaban.

Hal itu membuat Athiya tanpa pikir panjang langsung membawa bakso aci dan jus alpukat yang ia pesan untuk dibawa lari ke dalam kelas. Kini di pikirannya hanya satu--lepas dari suara-suara menyebalkan itu.

Athiya sampai di kelas. Tidak seperti biasanya, ruangan itu kini tampak ramai oleh bermacam kelas. Seperti di kantin tadi. Isinya bukan hanya penghuni kelasnya saja.

"Wuih, rekor, guys! Si ambis jajan di kantin. Nggak makan buku lagi, Bu?" cibir salah seorang cowok dari belakang bangku Athiya.

"Loh, buat apa?" timpal cowok lain. "Dia, kan, udah pinter. Udah nggak perlu lah belajar lagi."

"Oiya, tadi aja tiga pertanyaan disabet diri sendiri semua. Pasti kenyang lah sama nilainya."

"Weh? Tiga soal disabet dia semua? Soal apa? Kuis kah?" Suara cempreng cewek terdengar menimpali. Sepertinya dia bukan dari kelas ini.

"Yoi dong."

"Wuih, jago banget!"

"Jago, dong. Jagoan kita!" serobot suara dari pojok.

Cukup! Telinga Athiya panas mendengar suara itu. Bukan hanya indra rungunya, tetapi netra di balik bingkai bundar itu pun ikut panas mendengarnya.

"Udah jago di semua mata pelajaran, jago caper, lagi. Mantap--"

"Berisik!" Zefran menggebrak meja di hadapannya. "Lo semua bisa diem, nggak, sih?" tanyanya tanpa membalik badan.

"Loh, tumben Zefran mau ngurusin orang. Lo suka sama tukang caper ini, Zef?"

Damn!

Hilang sudah kesabaran Zefran.

Cowok itu beranjak dari duduk. Langkah lebarnya langsung mengarah ke gerombolan cowok di belakang Athiya. "Bangsat!" Zefran meraih kerah baju seorang cowok berpotongan undercut. "Denger, gue nggak akan ngurusin kalo lo pada enggak nyenggol gue duluan, ya!"

"Lah, tadi, kan, gue dan yang lain ngomong sama Athiya. Bukan lo. Kok lo yang marah?"

"Mata lo buta apa gimana? Di kelas ini bukan cuma dia, bangsat! Lo ganggu semua yang ada di sini!"

Bugh!

HEWWO! GIMANA PART INI BESTIK??

ZEFRAN BADAS TIDAKK?

"Yang bilang gue cakep di bab awal, awas aja berubah pikiran."
- Zefran

Btw, kayaknya senin besok libur update, deh 😌 tunggu aja kabarnya, deh, ya 😌👍

________
Kamis, 28 April 2022
©️Wishasaaa

Jangan lupa jejaknyaaa ❣️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro