Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Triggered

"Musuh paling berat manusia adalah isi kepalanya sendiri."
- 12/8 Month

"Zef, bolos, yuk!"

Ajakan itu hanya ditanggapi dengan lirikan sekilas.

"Ayo. Gue males banget masa dua hari berturut-turut pelajaran mate mulu. Mana jam pertama semua, lagi."

Masih tidak ada tanggapan.

"Zef! Lo denger gue ngomong, nggak, sih?" Tama melempar sedotan bekas es kopinya ke arah Zefran yang sibuk dengan ponsel miringnya dengan kesal. Dirinya benar-benar seperti ngomong dengan patung.

"Ish! Berisik!" Zefran menepis sedotan yang Tama lempar. Pandangannya tak beralih.

"Bangsat! Gue ngajak lo bol--"

"Apa?"

Mulut Tama mendadak beku. Matanya langsung melotot ke arah Zefran yang entah dari kapan sudah meletekkan ponsel dan kini tengah melihatnya dengan sebelah bibir terangkat.

Mampus!

"Apa, Tay? Tadi mau ngomong apa kok nggak diterusin?" Ita berdiri di depan Tama dengan kedua tangan bersedekap. Tidak berselang lama Athiya ikut muncul ke sebelah cowok itu.

Tama gelagapan. "Ma-maksudnya bol-bola, Tay. Iya, bola! Ayo beli bola, gitu. Ya, kan, Zef?" Kaki Tama refleks menendang kaki Zefran di bawah meja. Namun, sial. Kaki itu keburu menghindar dan si pemilik justru tampak tak peduli sambil pura-pura minum es kopi di hadapannya.

"Bola, bola. Kamu mau bolos, kan? Ngaku!"

"Aaa! Enggak-enggak, kok. Tadi cuma becandaaa!"

"Becanda, becanda. Makan, nih, becanda!" Bukannya melepas jeweran, Ita malah semakin mengencangkan tarikan di tangannya. Dirinya benar-benar gemas dengan cowok yang tengah berstatus pacarnya itu.

"Udah, udah." Athiya melerai keduanya. "Kalian ini berantem mulu, deh, kerjaannya. Ayo balik ke kelas. Udah mau masuk."

"Ayo, berdiri. Kita ke kelas." Ita menuntun Tama berdiri. Masih dengan jewerannya. "Bareng! Mastiin kamu beneran nggak bolos pagi ini."

Tama pasrah? Oh, tentu tidak. Dirinya manut dengan suruhan Ita, tetapi tidak dengan jewerannya yang akan tetap berada di telinga sampai di kelas.

Cowok itu justru kini berbalik memeluk Ita di depannya. Membuat cewek berlesung itu langsung melepas jeweran dan seketika menjauh karena merasa risih. Benar-benar pawang satu sama lain.

Hal itu tentu tidak lepas dari pandangan Athiya dan Zefran. Keduanya yang merasa malu sendiri melihat kelakuan kedua sejoli itu akhirnya memutuskan pergi terlebih dahulu dari sana.

Athiya dan Ita tadinya hanya ingin ke koperasi sekolah untuk membeli kertas folio yang akan dipakai di ulangan nanti. Namun, letak koperasi dan kantin yang dekat, sekaligus mata Ita yang jeli ternyata menangkap bayangan dua cowok dengan kepribadian bertolak belakang tengah berada di salah satu bangku sana. Itulah yang menyebabkan keempatnya bisa bertemu.

Tidak sadar, langkah keduanya ternyata kini sejajar walau berjarak. Athiya refleks mendongak saat melihat bayangan seseorang di sampingnya, yang direspons dengan lirikan pula. Jujur, mulut Athiya yang dasarnya tidak bisa cuek sangat gatal ingin memulai obrolan dengan cowok di sampingnya.

Tahan, Ay. Tahan. Inget, dia kalo ngomong tuh nyelekit! Jangan cari penyakit, deh!

"Eh, hari ini nilai kemarin dibagikan, kan, ya?" Sial! Bodoh bodoh bodoh! Cuma gara-gara melirik kertas folio di tangan yang mengingatkan ulangan Matematika kemarin, Athiya jadi kelepasan bertanya nilai! Lemah banget, sih, astaga!

"Entah."

Tuh, kan!

Kalau tidak sarkas, ya, ngeselin. Udah sepaket dua kata itu menempel di diri Zefran. Fiks! Athiya harus benar-benar diingatkan kalau dirinya jangan sok akrab dengan Zefran. Makan hati!

***

"Halfan Pratama."

Tama maju untuk mengambil kertas ulangan yang Bu Ratih bagikan. Seperti biasa, wajahnya langsung pasrah ketika balik ke bangku.

Nilai Tama, Ita, dam Zefran sudah dibagikan dan kini kertasnya sudah dipegang masing-masing. Tinggal punya Athiya saja yang belum diberikan.

"Athiya Cahyandini."

Athiya maju dengan harap-harap cemas. Entahlah. Kurang satu soal yang belum kejawab kemarin benar-benar mengusik isi kepalanya saat ini.

74

Athiya mendesah. Kepalanya langsung pening. Matanya seketika memanas melihat angka itu. Bodoh bodoh bodoh! Dua kali berturut-turut dirinya mendapat nilai di bawah rata-rata. Payah! Dasar payah!

"Ta, gue udah goblok banget, ya, sekarang?"

Pertanyaan itu langsung terlontar bertepatan dengan pantat Athiya yang menempel di bangku dan tepat saat Bu Ratih pamit dari kelas. Mata gadis itu berkaca-kaca.

"Lo remed lagi, Ay?"

Athiya mengangguk.

"Nggak papa. Sini-sini gue peluk." Keduanya berpelukan sebentar.

Athiya melepas pelukan. Kacamatanya ia copot untuk mempermudah tangannya menghapus embun yang mulai menggenang di kelopaknya.

"Nanti ulangan Fisika. Kalo gue remed lagi gimana?"

"Enggak mungkin."

"Kalo gue nggak bisa lagi gimana?"

"Enggak-enggak. Lo bisa, kok. Percaya sama gue.

"Ta, gue udah goblok sekarang ...."

"Enggak, Aya! Enggak! Lo bisa! Jangan sama ratain semua cuma karena satu keburukan! Lo bisa! Biasanya juga lo bisa! Dan lo pasti bisa!"

Athiya bergeming. Kedua tangannya yang hendak membolak-balikan buku paket Fisika langsung berganti memegang kedua kepalanya.

"Nggak papa, Ay. Nggak papa! Lemah di suatu pelajaran itu manusiawi. Nggak semua harus sempurna karena kita manusia. Nggak papa, ya?" Ita mengelus pundak Athiya. "Gue juga remed, kok. Tama juga. Kita bertiga remed. Lo nggak usah khawatir."

Mata Athiya langsung membulat mendengar pernyataan itu. Bukannya tambah tenang, Athiya malah tambah khawatir. Ita tidak menyebut Zefran dalam kalimatnya, yang artinya, cowok itu tidak remedial!

Astaga! Athiya harus belajar semakin giat untuk ulangan Fisika nanti. Dirinya tidak boleh kalah dari Zefran! Dirinya tidak mau kalau pemenang saingan mereka itu Zefran!

Bak kesurupan, Athiya tiba-tiba terdiam. Gadis itu tanpa banyak berkata langsung kembali memasang kacamata lalu membuka buku paket Fisika dan langsung mempelajari rumus yang sekiranya nanti akan dipakai di ulangan.

Hal itu tentu tidak lepas dari tatapan Ita. Cewek berpipi chabi dengan lubang cacat bila kurvanya terbit itu tampak heran menatap Athiya. Namun, di lain sisi dirinya juga lega. Lebih baik melihat Athiya kesurupan setan ambis daripada melihat Athiya yang putus asa seperti tadi. Lebih manusiawi menurutnya.

Tidak berselang lama, Pak Dodot--wali kelas sekaligus guru Fisika kelas 12 IPA 2 akhirnya memasuki ruangan. Sebelah tangannya yang membawa laptop dengan keadaan menyala menandakan kalau guru setengah baya itu sudah siap memberi soal-soal pemeras otak kepada semua muridnya.

Di saat seperti inilah, kepekaan penghuni kelas diuji. Jika telat sedikit saja, mereka akan terlewat soal yang akan beliau diktekan.

"Soal nomor satu!"

Tuh, kan!

"Bentar, Paaak!"

"Astaga, sabar, Pak! Napas dulu!"

"Lanjut, Pak! Satu apa?"

Di tengah riuhnya suara yang saling bersahutan, tangan-tangan yang sibuk membuat meja bersih dari buku karena takut dikira mencontek, dan mata yang siap fokus ke kertas di hadapan mereka, Athiya tampak memejamkan mata dalam-dalam.

Bismillah, semoga ulangan kali ini lancar, Ya Allah ....

Hewwo! Gimana? Kira-kira ulangan Fisika ini Athiya bakal unggul apa bakal merosot?

Komen sini coba

_______

C u Kamis besok!

Senin, 18 April 2022
©️wishasaaa

Jejaknya sayaang❤
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro