Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Si Nggak Tegaan


"Nah, udah, nih. Makalahnya tinggal kita print aja nanti." Athiya menyodorkan laptop yang tengah menampilkan word berisi makalah yang barusan ia ketik di hadapan teman-temannya.

"Oke sip." Anjani--si cewek dengan jepit rambut pink mengacungkan jempolnya.

"Nah, gini," ujar Rani, "Nanti lo sekalian yang ngeprint, ya."

"Eh?" Athiya agak tersentak, tetapi akhirnya, gadis dengan tinggi 161 cm itu pun mengangguk mengiyakan.

"Udah?" tanya cowok berambut acak-acakan yang sedari tadi sibuk dengan ponsel miringnya.

"Udah kok, ud--"

"Eh ... bentar dulu." Rani, gadis manis berkacamata kotak itu memotong ucapan Anjani. Membuat atensi semua langsung beralih ke dirinya. "Ada tugas Matematika Minat yang besok dikumpulin, kan? Gue ada yang enggak paham, nih. Gimana kalo kita kerjain bareng sekalian?"

"Boleh-boleh aja, sih." Lagi-lagi hanya Anjani yang menjawab. "Tapi, gue ada acara sama Mami habis ini. Jadi keknya gue nggak bisa."

"Yah ...." Bahu Rani merosot. Pandangannya beralih ke Athiya di sampingnya. "Kalo lo gimana, Thi?"

"Menurut gue ... bisa juga, sih." Athiya menjawab ragu-ragu. Telunjuk kanannya bergerak membenarkan letak kacamata bulat yang nangkring di hidung mungilnya.

"Yes!" Rani bersorak girang. Kini, yang terakhir pandangannya mengarah ke arah cowok satu-satunya di kelompok ini--Zefran. "Kalo, lo--"

"Nggak. Itu tugas pribadi, bukan kelompok. Urusan lo," katanya sambil merapikan barang-barang yang sempat ia keluarkan saat belajar kelompok tadi. "Gue pulang."

Tepat setelah kalimat tadi terlontar, Zefran beranjak. Cowok itu langsung menghampiri motor Tiger-nya yang ada di pelataran, lalu dengan secepat kilat, motor dan pengendara itu melaju meninggalkan pekarangan rumah Rani.

"Gue juga pamit duluan ya, Ran. Udah di-chat Mami dari tadi." Anjani mengacungkan ponselnya ke udara. "Duluaaan!" teriaknya, sambil berlari ke arah abang gojek--yang entah dari kapan--sudah berada di gerbang rumah Rani.

Kini, tinggal Athiya dan si pemilik rumah di sini. Suasana mendadak sepi dan canggung. Mungkin karena memang sedari tadi yang selalu meramaikan itu Anjani, jadi saat cewek itu pergi, tidak ada lagi yang bisa meramaikan suasana.

"Eh, oh, iya. Gue ambil buku Matematika sama cemilan dulu di kamar ya, Thi. Lo bawa bukunya, kan, sekarang?"

"Iya, gue bawa. Kan tadi ada pelajarannya."

"Sip, bagus!" ujar Rani girang, "Kalo gitu, gue ambil bukunya dulu, ya. Sama minum-minum sekalian. Lo jangan sungkan-sungkan, ya. Anggap aja rumah sendiri. Sepi, kok. Lagi pada nggak di rumah soalnya."

Perkataan panjang lebar Rani hanya dijawab kekehan oleh Athiya. Maklum, dirinya bingung mau merespons bagaimana.

Setelah kepergian Rani ke dalam rumah, karena mereka belajarnya di gazebo depan rumah, Athiya tampak menghela napas.

Dicarinya kontak sang bunda di laman chat miliknya. Gadis berginsul itu tampak mengetikkan sesuatu di sana.

Maung Cantik
Bunda ... maaf. Kayaknya Aya hari ini nggak bisa bantu Bunda bikin kue, deh :(

belajar kelompoknya udah selesai, tapi temen Aya pengen kita ngerjain tugas bareng. Jadi dua kali, Bund.

Nggak papa, ya?

Lagi-lagi helaan napas lolos dari mulut Athiya. Jujur, dirinya tidak enak dengan bunda-nya, karena acara masak kue bareng itu sudah mereka agendakan sejak sebulan yang lalu. Dan sekarang, dengan seenaknya dirinya ubah sepihak. Athiya tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi kecewa bunda-nya pas dirinya pulang nanti.

Namun, di lain sisi, Athiya juga tidak enak dengan Rani. Gadis itu sudah mau repot-repot memberi Athiya dan kelompoknya ruang untuk berdiskusi, masa diminta mengerjakan tugas bersama saja tidak mau?

Di sinilah dirinya akhirnya. Kalah dengan rasa tidak enak-nya dengan teman sendiri. Ah, sudahlah. Bunda-nya yang cantik itu pasti ngambeknya akan langsung hilang setelah melihat es campur plus baksonya Mang Wawan. RIP tabungan.

Tidak berselang lama, Rani kembali datang dengan tas sekolah di punggungnya, dengan kedua tangan menyangga camilan serta minuman yang diletakkan di atas nampan.

"Eh, eh, astaga!" Athiya refleks berdiri melihat hal itu. "Kenapa nggak minta tolong aja sih, Ran. Repot banget astagfirullah. Kayak sama siapa. Sini gue bantu."

Athiya mengambil dua stoples camilan yang tadi Rani bawa lalu meletakkannya di atas gazebo.

Rani terkekeh. "Nggak papa. Nggak repot, kok. Nih, minum dulu."

Athiya mengambil gelas berisi cairan berwarna orange yang Rani sodorkan. "Makasih ya, Ran."

"Oiya, btw lo udah selesai belum tugas yang itu?"

Iris cokelat Athiya melirik Rani sekilas dari sisi atas gelas yang tengah ia minum. "Mm ... udah, sih."

"Wah, kok bisa?" Gadis ber-kacamata kotak itu mengambil buku tugas Athiya, lalu membukanya. "Lo emang pinter banget, sih. Harusnya gue nggak heran, ya."

"Hehe, enggak juga sih, Ran. Itu cuma kebetulan."

"Eh, enggak. Serius, loh. Lo pinter banget. Soalnya banyak yang bilang nggak bisa ngerjain ini. Gue juga udah nyoba dan nggak bisa juga. Mm ... kalo gue nyontek lo aja boleh nggak, Thi?"

"Eh? Nyontek?" Athiya tersentak.

"Iya, biar lo juga hemat waktu. Gue tau lo ada kesibukan lain pasti, kan?"

"Eh, enggak, kok. Gue lagi free sekarang, makanya mau bantuin lo. Ayo nggak papa gue bantu. Mana yang nggak paham."

Rani buru-buru mengambil buku tugas yang hendak Athiya ambil. "Tapi gue lagi pusing banget sekarang, Thi. Takutnya kalo ngerjain Matematika tambah pusing nanti."

Athiya terdiam. Dirinya bingung harus bagaimana. Di satu sisi, tugas itu pyur pekerjaannya sendiri. Agak tidak rela kalau harus memberikannya ke orang dengan cuma-cuma.

Namun, di sisi lain, Rani bilang kalau dirinya lagi pusing. Lagi pun, kalau Rani nyontek jadi lebih hemat waktu.

"Ya udah, deh, boleh."

***


"

Aya, kemarin gue ke rumah lo mau ngajak bikin konten di kafe, tapi lo malah nggak ada. Kata Bunda, lo lagi bikin tugas. Bikin di mana sampe malam banget gitu? Mana HP mati, lagi."

Pagi Athiya langsung disambut semburan oleh, Ita--sahabatnya. Gadis berlesung pipi itu menyambutnya dengan pipi chabi-nya yang digembungkan. Fyi, Aya adalah panggilan Athiya dari orang-orang terdekatnya.

Athiya terkekeh. "Buat konten apa lagi sih, Ta. Kenapa nggak ajak Tama aja? Kan nanti bisa ditraktir sama pacar lo itu."

"Nggak. Gue lagi musuhan sama Tama. Lagian, ini konten besti-besti gitu masa sama Tama." Ita menaruh kaca mungil dengan punggung berwarna putih gading miliknya ke meja. Lagi-lagi bibirnya maju.

"Gue kemarin belajar kelompok di rumah Rani. Pulang telat karena dia ngajak gue ngerjain tugas Matematika sekalian."

"Eh, wait-wait. Rani yang sering ranking dua tiga itu?"

Athiya mengangguk ragu.

"Oalah, kalian sek--"

"Hi, Baby! Good morniiing ...." Cowok berambut acak-acakan tiba-tiba datang merangkul pundak mungil Ita. "Gimana tadi malem? Tidur nyenyak, kan, Tay?"

Yap, Tay--Tayang, atau singkatan dari Ita sayang. Kalau itu yang manggil Tama, berarti singkatan dari Tama sayang. Hadeh ....

Ita menepis tangan Tama yang nangkring di pundaknya. "Anteng-anteng kepalamu. Kamu nggak bales WA-ku kemarin sore ke mana? Kamu selingkuh, ya? FYP-ku semalam juga bilang kalo cowok mulai suka ilang-ilang itu dia selingkuh. Jadi bener kamu selingkuh?"

Dan, beginilah pagi Athiya. Seperti biasa. Selalu disambut dengan adegan-adegan yang penuh dengan Tama dan Ita. Dari Drama FYP TikTok yang selalu Ita percaya, sampai perbucinan yang lengket sekali sampai bikin orang yang lihat mau muntah saja.

Sepertinya, lagi-lagi Athiya harus cosplay jadi nyamuk dan kembali mengikuti kegiatan cowok di bangku no dua sebelah kiri--menyumpal telinga dengan earphone. Bedanya kalau cowok itu sambil main game, kalau Athiya sambil membuka buku paket tebal untuk kemudian dipelajari.

Bagaimana kesannya bab ini? 🌝
Sampai jumpa di bab selanjutnya...

Jangan lupa votenya 😙❤

👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro