Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11:11 - Valentine Chocolate

Memasuki bulan Februari, suasana Valentine semakin terasa. Bahkan hampir setiap iklan yang kutemui sudah terkontaminasi topik itu. Bagi beberapa, maksudku, banyak orang, hari Valentine pasti hari yang sangat spesial.

Kurasa tidak bagiku.

[][][]

11:11
Valentine Chocolate

a project by lazyzuji
a story by Rel_Rifda

Happy reading!

[][][]

Ketika murid-murid lain sibuk mengobrol, yang kulakukan justru diam dan melamun.

Apa sebaiknya aku memberi cokelat kepada dia, ya?

Aku menggeleng, lalu menghela napas. Pandanganku jatuh pada Takasugi yang duduk di bangku paling depan. Karena dia sedang menoleh ke samping, aku bisa melihat wajah dan senyumnya.

Senyumnya manis. Tapi bukan untukku.

"Ciee yang diam-diam lihat doi." Tiba-tiba Sora menyenggolku sambil berbisik dengan nada menggoda.

Buru-buru aku membuang pandangan. "Tidak, tuh."

Sora terkikik geli. Dasar gadis itu.

"Jadi..." firasat buruk menghampiri benakku saat Sora memberi jeda pada kalimatnya.

"Kapan kamu bakal menembak Takeda?"

Tuh, kan. Prediksiku benar.

"Entahlah," jawabku sekenanya. "Mungkin tidak selamanya."

"Tidak boleh begitu, dong!"

"Aku memang menyukai Takasugi. Tapi kamu tahu sendiri, kan. Takasugi menyukai Hikari-chan. Itu terlihat jelas dari tingkah dan raut wajahnya." Entah kenapa, dadaku nyeri saat mengatakan fakta itu.

Tangan Sora mendarat di pundakku. Tatapannya yang tajam mengunci mataku. Ekspresinya sangat serius. "Yuu, kamu harus berani mencoba agar tidak menyesal."

"Sora ..."

"Besok, saat Valentine. Beri dia cokelat dan ungkapkan perasaanmu, mengerti?"

"Sora--"

"Mengerti?"

"Iya, aku mengerti. Tapi bukankah wajah kita--"

Wajah Sora mendadak merah saat menyadari jarak wajah kami yang terlalu dekat. Ia menjauhkan kepala, melepas tangan dari pundakku. "Maaf. Sepertinya aku terlalu antusias."

Aku menggeleng pelan. "Sora tidak perlu minta maaf. Justru aku seharusnya berterimakasih."

Apa yang Sora katakan benar. Aku harus mencoba, sebelum terlambat!

[][][]

Malam Senin, sehari sebelum Valentine, aku sudah selesai membungkus cokelatku. Bukan hanya satu untuk Takasugi, tapi juga beberapa cokelat pertemanan.

Aku punya kebiasaan buruk. Jika besok adalah hari penting, aku pasti tidak bisa tidur dengan tenang.

Itulah kenapa aku masih terjaga, berdiri di depan jendela kamar. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam kurang beberapa menit. Jangan tiru kebiasaanku ini. Tidurlah yang cukup, oke?

Pandanganku jatuh pada kotak putih di tangan. Bukan sekedar kotak biasa. Di dalamnya ada cokelat buatanku yang akan kuberikan pada Takasugi. Duh, memikirkannya saja sudah embuat jantungku berdebar-debar.

Bunyi notifikasi menginterupsiku. Aku meraih ponselku yang tergeletak di atas meja belajar, lalu menyalakannya. Diam-diam aku berharap itu pesan dari Takasugi.

Sora ☆

Apa kamu masih bangun?

Aku menghela napas. Tentu saja. Tidak mungkin pengirim pesan ini Takasugi. Dia tidak punya alasan untuk mengirimku SMS. Apalagi sekarang sudah larut malam.

Sora ☆

Aku tidak bisa tidur. Masih gelisah (;-;)

Apa yang membuatmu gelisah? Astaga.
Tidurlah. Jangan sampai kantong matamu bertambah parah.

Sora pasti tahu jawabannya ゜゜(´O`)°゜
Sora sendiri insomnia, tuh (・o・)

Apa itu karena besok kau akan melakukannya, hm?
Insomnia bukan keinginanku, baka.
Kalau aku bisa, aku pasti sudah tidur.
Ini menyiksaku.

Jangan membuatnya ambigu, Sora (._.)
Aku hanya akan memberi cokelat. Itu saja v(・∀・*)
Cup, cup. Jangan menangis *menepuk punggungmu

Tidak ambigu, tuh.
"Hanya" ya. Padahal itu yang membuatmu sulit tidur.
Cup? Apa itu kecupan untukku?

Lupakan saja 。。(〃_ _)σ
Jadi, apa Sora punya tips agar aku lebih tenang? ( ・∇・)

Selama beberapa menit kemudian, tidak ada balasan dari Sora. Tiba-tiba ponselku berdering.

Telepon masuk dari Sora ☆

Buru-buru aku mengangkatnya. "Halo, Sora. Kenapa tidak lanjut di chat saja?"

"Aku cuma ingin mendengar suaramu."

Jawaban Sora membuat dahiku mengerut. Aku cukup yakin aku tidak memiliki bakat menyanyi atau bicara. Suaraku saja tidak begitu bagus.

"Aku tidak tahu apa ini akan berhasil, tapi aku punya saran."

"Apa itu?" tanyaku cepat-cepat.

"Aku juga punya kebiasaan aneh. Aku suka ... berharap di waktu-waktu istimewa."

"Waktu-waktu istimewa? Apa seperti saat ulang tahun?"

"Bukan. Tapi waktu dimana jam dan menitnya sama."

"... hah?"

"Misalnya, jam sebelas lebih sebelas menit. Itu waktu istimewa buatku."

Aku melirik jam dinding. Benda itu menunjukkan pukul 11:11. "Berarti sekarang."

"Cepat buat permohonanmu."

Aku memejamkan mataku. Lalu mengucap harapanku dalam batin.

Semoga Takasugi juga menyukaiku!

"Sora."

"Eh? Sudah?" dari nada bicaranya, Sora sepertinya terkejut.

"Mm-hmm. Sora juga berharap, ya?" aku menebak-nebak.

"Iya."

"Berharap apa?"

"Rahasia~"

Aku menghela napas pendek. "Apa menurutmu ini akan terkabul?"

"Daripada memikirkan itu, lebih baik jawab pertanyaanku. Bagaimana perasaanmu sekarang? Sudah lebih tenang?"

"Aku tidak se-gelisah tadi. Kurasa aku mulai mengantuk. Terima kasih sarannya, Sora. Selamat malam."

"Tidak masalah. Selamat malam."

"Sora harus tidur, ya! Jangan begadang!"

Sora tertawa pelan. "Iya-iya. Semoga mimpi indah, Yuu."

"Sora juga."

Setelah berkata begitu, aku mematikan sambungan telepon. Aku menguap panjang.

[][][]

Hari Valentine telah tiba. Sora terus-terusan memberi kode dengan isyarat. Aku mengerti maksudnya. Tapi sampai jam pelajaran terakhir, aku belum menemukan waktu yang tepat untuk memberikan cokelatku. Atau lebih tepatnya, belum memiliki keberanian yang cukup.

Bel sekolah berdering. Itu artinya jam pelajaran hari ini telah usai. Setelah Pak Guru pergi, kelasku yang sedaritadi hening kembali berisik. Semuanya tampak riang.

Aku mengemasi alat tulis dan bukuku. Saat itu juga aku berhadapan dengan Sora. Setelah kuperhatikan baik-baik, mata Sora kemerahan. "Sora, kamu begadang lagi?"

Sora mengangkat kepalanya, kemudian tertawa pelan. "Haha. Ketahuan, deh."

"Aku kan sudah bilang, jangan begadang!"

"Aku sudah berusaha. Omong-omong ..."

Aku diam, menunggu Sora melanjutkan perkataannya.

"Jangan lupa cokelat untuk Takeda," Sora berkata dengan bersemangat seperyi biasanya. Entah kenapa, senyumnya terlihat dipaksakan. Mungkin dia lelah. "Dia keluar kelas, tuh. Cepat ikuti, gih."

"Baik, Sora-sensei!"

[][][]

Berkat dukungan penuh dari Sora, aku punya keberanian yang cukup untuk bicara dengan Takasugi. Sekarang, aku hanya perlu mewujudkan janjiku pada Sora.

Aku berniat mencari Takasugi di lantai bawah. Tapi saat melewati ruang lukis, aku melihat Takasugi dari kaca jendela. Senyumku mengembang.

Ini kesempatanku!

"Taka--"

Ucapanku terputus saat menemukan seseorang di hadapan Takasugi. Hikari-chan. Dengan kedua tangannya, Hikari-chan menyodorkan kotak berbentuk hati merah muda pada Takasugi.

"Takasugi, sebenarnya ... aku menyukaimu," samar-samar aku mendengar suara Hikari-chan.

Takasugi menerima kotak itu sambil tersenyum manis. "Aku--"

Belum sempat aku mendengar ucapan Takasugi sampai akhir, aku buru-buru pergi menjauh. Dadaku terasa sesak saat melihatnya.

Yuki payah! Payah payah payah!!

[][][]

Aku kembali ke kelas untuk mengambil tasku. Sebisa mungkin aku menahan air mataku agat tidak menetes.

Bertahanlah, Yuki. Kamu pasti bisa.

"Eh? Shibata belum pulang juga?"

Otomatis aku menoleh. Mataku melebar. Ternyata dia Takasugi. Cepat-cepat aku menyembunyikan tas kertas di balik punggung. "Iya. Aku baru akan pulang."

Setelahnya, keheningan melanda kami. Aku tidak tahu harus bicara apa. Atau lebih tepatnya, lidahku kelu entah kenapa. Pada akhirnya, aku memberanikan diri untuk mencairkan suasana.

"Aku tidak sengaja mendengar, Hikari-chan memberi cokelat padamu ya?"  kataku kaku.

"Iya, begitulah." Takasugi mengangguk. Kulihat pipinya memerah. "Oh ya, aku belum memberitahu kepada yang lain ...

Aku dan Hikari jadian hari ini."

Seketika aku memasang senyum terbaikku. "Selamat, ya! Semoga hubungan kalian langgeng."

Sakit, tapi tak berdarah.

[][][]

Malam harinya, Sora datang ke rumahku tanpa pemberitahuan. Di kamarku, kami bermain mengerjakan tugas Matematika bersama. Tidak ada yang bersuara di antara kami sampai pertanyaan Sora terlontar.

"Jadi ... bagaimana?" tanya Sora tanpa mengalihkan pandangannya dari buku tulis.

"Apanya yang bagaimana?" aku bertanya balik, pura-pura tak mengerti. Aku sedang tidak ingin membahas itu sekarang.

"Kamu tahu apa yang kubicarakan," Sora berdecak. "Takeda dan cokelatmu."

"Aku tidak bisa melakukannya."

"Yuu--"

"Karena dia baru saja jadian dengan Hikari-chan."

Sora terdiam. Dari sudut mataku, aku mendapati dia menatapku dalam-dalam.

"Hikari-chan kan memang cantik. Populer lagi. Pantas saja dia jadian dengan Takasugi."

Dengan begini, kuharap Sora tidak mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan lagi.

"... Bagaimana dengan cokelatnya?" Samar-samar kulihat rona merah di pipi Sora saat ia bertanya.

"Masih utuh." Aku berdiri, mengambil kotak putih di atas meja belajar, lalu memberikannya pada Sora. "Sora boleh makan kalau Sora mau."

"Yeay! Makasih, Yuu!"

Sora memelukku erat. Saking eratnya, aku hampir tidak bisa bernapas.

"S-sora ..."

"Ah, maaf." Sambil tersenyum malu, Sora melepas pelukannya. Tangannya menerima kotak putihku. "Terima kasih, ya!"

"Terima kasih kembali."

"Ini enak! Yuu mau icip?"

"Tidak perlu, untuk Sora saja."

"Pokoknya harus coba! Buka mulutmu. Aaa~"

"Aa~"

"Enak?"

"Manis!"

Ya, untuk apa berpacaran kalau aku punya teman baik seperti Sora?

[] TAMAT []

Sepertinya ini lebih ke friendship daripada romance (゜▽゜*)

Cerita ini terinspirasi dari tokoh yang "kalah" dalam cinta segitiga di cerita-cerita lain. /lirik diri sendiri yang dulu

Ternyata menulis dengan gaya bahasa ringan lebih menyenangkan bagiku uwu

Adakah yang mau baca dari sudut pandang Sora? Tapi genre-nya jadi shoujo-ai /ups.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro